webnovel

AndroMega

(Slow Update!) Seorang kapten dari Organisasi NEBULA menuntut Rickolous Dattora atas penyalahgunaan sebuah gelang bersistem AndroMega, yang dikenal dapat menyimpan senjata dalam bentuk virtual. Rick marah, karena gelang itu merupakan satu-satunya peninggalan ayahnya. Karena melihat ada peluang baik pada Rick, sang kapten memberi keringanan dengan menawarkan pekerjaan sebagai Agent organisasi. Walau ragu, Rick menerima tawaran itu. Di sana, ia bekerja bersama empat Agent lainnya sebagai tim. Apa saja yang dikerjakan Rick DKK di sana? Masih banyak hal yang perlu ia cari tahu, seperti tentang Virtozous, GIGAS, Sistem AndroMega, terutama masa lalu kelam ayahnya. (Catatan : Walau disebut Sistem AndroMega, cerita ini sama sekali tidak mengambil konsep Sistem pada umumnya, seperti karakter OP, dunia lain, dewa, DLL) ***** AndroMega by. Korona Noire

Korona_Noire · Sci-fi
Not enough ratings
37 Chs

Chapie 13 : Tugas Pertama

Rick, Horu, Xeno, Regan, dan Kobra kini tengah berdiri di hadapan meja kerja Golden, menunggu sang kapten memberikan perintah untuk misi pertama yang akan mereka jalankan. Gugup memang ada karena ini adalah pengalaman pertama mereka, tapi demi membiasakan diri, mereka harus lebih tenang.

"Baiklah." Golden mulai membacakan rincian tugas timnya dari laptop. "Sangat disayangkan, pesan misinya baru sampai padaku tadi pagi. Pimpinan kepolisian setempat mengirimi pesan permintaan pada organisasi, bahwa telah terjadi pembantaian dadakan di salah satu mall ternama di Kota Galeno. Tepatnya… di Mall Stella, Jalan Saint Lura 033."

"Jaraknya agak jauh dari sini?" tanya Kobra mengira.

Golden mengangguk, lalu kembali menjelaskan, "Rincian pesan mengatakan, pembantaian dilakukan oleh gerombolan makhluk aneh yang datang dari berbagai portal di setiap area mall. Mereka banyak membunuh pengunjung di sana dan telah memporak-porandakan mall. Sampai saat ini, masih belum jelas makhluk seperti apa yang telah membantai mereka. Diduga kejadian ini ada hubungannya dengan aliansi atau sindikat-sindikat teroris antar galaksi yang sudah menjadi tugas organisasi kita untuk membasmi mereka."

"Jadi, apa tugas kami, Pak Tua?"

Pertanyaan Rick membuat Golden mengernyit tidak suka. Di saat-saat serius begini, pria berjaket merah itu masih saja sempat mengatainya 'Pak Tua'.

"Tugas kalian gampang saja, mengingat kalian masih pemula," jelas Golden santai, "Kalian cari tahu makhluk seperti apa yang telah melakukan pembantaian, minta hasil laporan dari pihak kepolisian, dan kalau bisa cari tahu pula berasal dari mana makhluk-makhluk itu."

"Kalau meminta laporan dan mencari tahu jenis makhluk seperti apa yang membantai, bisa," kata Horu sempat berpikir, "Tapi kalau mencari tahu asal mereka, mungkin agak sulit."

"Hanya itu?" tanya Rick enteng.

Golden menyipitkan matanya pada Rick. "Ya, hanya itu."

"Enggak ada adu gelud, gitu?"

"Iya, cuma itu."

"Ah! Bosan…!" Rick menopang belakang kepalanya dengan kedua tangan. "Yang kayak begituan 'mah… polisi juga bisa kale menanganinya sendiri."

"Mau dapat gaji, enggak?"

Seketika Rick langsung diam kalau sudah mendengar soal duit. Siapa juga yang menolak mendapat gaji dari hasil misi? Persetanlah dengan semembosankan apa misinya, yang penting dapat duit.

"Oh, iya! Selain itu…." Golden mengangkat jari telunjuknya, menatap serius ke arah mereka berlima. "Aku bakal menunjuk Rickolous Dattora sebagai ketua tim secara permanen, dan Regan Graciell sebagai wakilnya."

"WA-WOAPAH?!" kaget Rick berlebihan, tatapannya terlihat tidak terima atas keputusan Golden, bahkan ia sempat menggebrak meja sang kapten. "Enggak bisa gitu, dong!"

"Bisalah…! Aku yang berwenang atas tim kalian, melatih, memberi tugas, dan menggaji kalian pula." Golden menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi kebesaran. "Aku sudah beberapa kali melihat rekaman saat kalian bertarung melawan Boss. Dan kurasa, Rick terlihat lebih cocok untuk dijadikan pemimpin, dan Regan membantu kalau-kalau otak ketuanya rada-rada sengklek sewaktu-waktu."

"Tinggal dibenturkan saja kepalanya ke tembok terdekat, ya, Kapten?" kata Regan terkesan memanas-manasi Rick.

"Oh, jelas!" jawab Golden santai.

Di samping, Rick terlihat sudah meremas beberapa kali jari-jemarinya sendiri, gemas dengan kelakuan si siluman albino dan kapten tua mereka yang ia anggap menyebalkan.

"Kenapa harus aku yang jadi pemimpin?!" tanya Rick tidak suka, "Kenapa tidak Regan atau Horu saja yang kelihatannya jauh lebih pintar dariku."

"Ah~ Kau mengakui bahwa aku pintar, Ricky…?" tanya Horu dengan nada mendayu. "Biasanya aku selalu tidak kau anggap."

"Kalau aku, terima saja dengan keputusan Kapten untuk menjadikanmu sebagai Ketua," kata Regan pada Rick, "Menjadi pemimpin itu perlu tanggung jawab yang besar, lho…. Aku 'mah ogah jadi ketua."

Rick pun menghembuskan nafas jengkel sambil bergaya seakan-akan tengah menyeka keringat di kening lalu dihempaskan ke udara. Kesalnya udah sampai ke ubun-ubun, tapi karena tidak bisa melampiaskan, jadi ia terlihat agak berperilaku sok aneh.

"Sudah jelas, kan? Lakukan tugas kalian dengan baik. Kalau bisa, hari ini juga harus beres."

Sebuah kunci kendaraan Golden lemparkan ke arah Rick. Sayangnya, lemparan kunci itu malah mengenai Rick lalu memantul ke tangan Horu. Golden jadi heran sendiri, mengapa reflek Rick saat benda lain dilemparkan ke arahnya begitu buruk.

"Kenapa kena kepalaku, Pak Tua?!"

"Kukira, kau bakal menangkapnya."

"Tidak ada persiapan, Dodol!"

"Memangnya, perlu persiapan untuk menangkap benda sekecil itu?"

"Argh!!!"

Golden mengibaskan tangannya, enggan menanggapi omelan Rick yang tiada habisnya. "Kalian gunakan saja kendaraan itu untuk sampai di tujuan."

~*~*~*~

Jalanan siang ini masih cukup lenggang di Kota Galeno dikarenakan sekarang masih pada jam kerja. Sebuah mobil tanpa atap berwarna emas dengan desain konsep futuristik melenggang cepat melewati jalanan kota. Pengemudi dan para penumpangnya yang merupakan lima pria dengan variasi kelakuan yang berbeda begitu heboh ketika mengendarai mobil tersebut.

"Enggak nyangka Kapten Golden bakal ngasih kita mobil begini pas tugas," kata Regan yang tengah duduk di kursi samping kemudi sambil berusaha menyingkirkan helaian rambut panjangnya yang diterpa angin.

"Haha…! Bener, bener." Horu yang tengah mengemudi tertawa senang sambil membetulkan kacamata hitamnya. "Silau aku lihat warna ngejreng mobilnya."

"Aku sih benci mengakuinya," kata Rick saat duduk di jok penumpang bersama Xeno dan Kobra, "Tapi, Pak Tua itu pengertian juga sama kita!"

"Xeno suka, Pyo!!!" teriak Xeno kegirangan, iseng-iseng berdiri di mobil sambil membiarkan tubuhnya diterpa angin.

Sedangkan Kobra sendiri hampir tidak bisa berkata-kata lagi sambil menutup mulutnya. "Jangan cepat-cepat. Aku mau muntah…," gumamnya pelan hampir tak terdengar.

Setelah menempuh perjalanan selama belasan menit, akhirnya mereka berlima sampai di area Mall Stella. Saat memarkirkan mobil, mereka melihat keadaan mall dan sekitarnya begitu memprihatinkan. Bangunannya benar-benar rusak porak-porandan, dan terlihat banyak petugas kepolisian serta ambulance bertugas di sekitar.

"Jadi…." Rick lebih dulu turun dari mobil. "Kita temui pimpinan kepolisian?"

"Tentu. Kita tanya-tanya saja dulu pada polisi-polisi sekitar," usul Horu.

Mereka berlima segera pergi mencari sang pimpinan polisi. Dari barisan belakang, terlihat Kobra beberapa kali memegangi bahu Regan karena masih merasa pusing setelah mengalami masuk angin dan mabuk perjalanan. Sungguh, Kobra tidak bisa menumpang di mobil seperti itu.

Setelah mencari-cari keberadaan sang pemimpin, akhirnya mereka menemukan sosok polisi yang memakai seragam lebih mencolok dari polisi lainnya. Sempat Rick memanggilnya hingga ia menoleh pada mereka.

"Permisi, Pak," ucap Rick sesopan mungkin, sejujurnya ia tidak terbiasa bersikap formal, "Kami kelompok Agent dari Organisasi NEBULA, Tim Golden. Kami mendapat laporan tugas bahwa pihak kepolisian setempat menghubungi kami perihal masalah yang terjadi di mall ini."

"Oh! Rupanya itu kalian?" tanya polisi tersebut dengan senyum ramah. "Syukurlah, kalian tiba. Perkenalkan, saya Inspektur Anwar Irsyad. Sayalah yang mengirimkan pesan laporan tersebut pada Kapten Golden. Jadi, kalian tim bimbingan beliau?"

"Tentu, Pak. Saya sendiri Rickolous Dattora selaku ketua tim," kata Rick mulai memperkenalkan diri dan para anggotanya, "Ini Regan Graciell selaku wakil saya. Dan tiga anggota tim saya, Horu Avera, Kobra Rezz, dan Xeno Phorsemorph."

Keempatnya membungkuk hormat pada sang inspektur dengan sopan dan dibalas dengan anggukan ringan.

"Jadi, apa yang bisa kami lakukan untuk membantu tugas para polisi sekalian?"

Anwar pun menjelaskan, "Begini, Nak Rickolous…, tadi malam telah terjadi pembantaian mendadak yang dilakukan oleh gerombolan makhluk-makhluk aneh yang sama sekali belum pernah kami lihat. Mereka telah membantai banyak orang dan merusak segala fasilitas yang ada hingga tinggal begini jadinya."

"Kira-kira, boleh kami tahu seperti apa ciri-ciri makhluk itu?" tanya Regan.

"Yang anggota kepolisian sempat lihat dan sesuai penjelasan saksi, makhluk-makhluk itu bertubuh tinggi besar, sekitar dua meter, berkulit kehijauan, berambut gondrong, dan rata-rata dari mereka memakai semacam armor canggih."

"Armor canggih?" ulang Rick telihat berpikir.

Regan pun berbisik padanya, "Apa makhluk yang menyerang ini sejenis makhluk hasil mutasi?"

"Entahlah," balas bisik Rick, "Kita harus cari tahu lebih jelas dulu."

"Kalau tidak salah, menurut pesan yang Anda kirim, makhluk-makhluk itu muncul dari berbagai portal yang ada di area mall, begitu?" tanya Horu pula.

Anwar mengangguk, "Benar. Mereka bermunculan dan bertambah jumlahnya dari portal-portal itu."

"Boleh saya izin mengecek rekaman CCTV di waktu kejadian?"

"Tentu. Saya akan meminta anggota kepolisian yang bertugas di bagian pemeriksaan CCTV untuk mengantarkanmu."

"Terima kasih, Pak." Horu mengangguk.

Ditemani Regan, Horu berjalan mengikuti salah seorang polisi yang akan mengantarkan mereka ke bagian pemeriksaan CCTV, sedangkan Rick dan dua rekannya masih harus bicara dengan Anwar.

"Akan saya antarkan kalian bertiga melihat-lihat keadaan di dalam mall."

"Ah, terima kasih, Pak Inspektur."

Ketiganya berjalan memasuki mall mengikuti Anwar. Di sana mereka melihat keadaan mall benar-benar hancur berantakan, beberapa bagian ada yang telah terbakar, runtuh, dan bekas bercak-bercak darah di sekitar terlihat.

Sempat anggota ambulance membawa salah satu korban yang telah meninggal menggunakan tandu keluar dari mall. Melihat itu, Kobra meminta izin pada Anwar untuk mengeceknya.

"Pak, boleh saya lihat mayat korbannya?" tanya Kobra sopan.

"Silakan, Nak."

Ketika Anwar menghentikan anggota ambulance itu, Kobra segera memeriksa keadaan si mayat. Dari tekstur kulit dan tubuhnya, mayat itu memang terlihat baru saja meninggal. Ada beberapa luka di bagian-bagian tubuh, benjolan dimana-mana, retakan pada kepala, dan darah di sudut bibir.

Setelah selesai memeriksa, Kobra mengizinkan mereka kembali untuk pergi. Tak lupa ia berterimakasih karena memperbolehkannya untuk memeriksa sesaat keadaan mayat.

"Bagaimana, Pyo?" tanya Xeno penasaran.

Kobra menjawab, "Mayat mengalami luka-luka yang cukup parah, terutama di bagian ulu hati dan kepala. Tidak ada luka-luka yang diakibatkan dari senjata tajam dan senjata tembak. Kemungkinan besar, korban meninggal akibat pukulan atau serangan senjata tumpul."

"Sungguh? Bukannya makhluk-makhluk itu memakai armor canggih? Kenapa mereka membantai korban hanya dengan pukulan?" Rick terlihat berpikir, lalu ia kembali bertanya pada Anwar, "Pak Inspektur, apakah saksi dan anggota polisi lainnya ada yang menerima serangan atau melihat cara mereka menyerang para korban? Mungkin mereka ada yang memakai semacam senjata canggih, seperti armor canggih yang Anda maksud?"

"Sedikit yang kami tahu informasi tentang rincian makhluk-makhluk itu, kebanyakan dari korban dan anggota kepolisian yang berada di lokasi saat kejadian terjadi langsung tewas ditempat," jelas Anwar kembali, "Tapi, beberapa saksi sempat bilang bahwa makhluk-makhluk itu menyerang mereka dengan cara meninju, memukul dengan semacam senjata pemukul, dan mengerubungi. Anehnya dari kejadian ini adalah… ada banyak korban wanita yang hilang."

"Korban wanita yang hilang?" Rick mengernyit heran.

"Kami mencoba mengidentifikasi data-data korban yang ada, dan kebanyakan korbannya yang hilang adalah wanita."

"Pak Inspektur!"

Penjelasan Anwar terhenti saat salah seorang anggota polisi menghampirinya. Polisi itu terlihat menyampaikan sesuatu yang sangat penting pada sang pimpinan. Setelah polisi tersebut pergi, Anwar meminta maaf pada Rick.

"Maafkan saya, Nak Rickolous. Sepertinya, hanya sampai di sini saya bisa menjelaskan. Anggota kepolisian lainnya membutuhkan saya di tempat. Anda dan rekan-rekan satu tim sudah mendapat izin untuk menginvestigasi tempat ini. Jika ada yang ingin ditanyakan lagi, Anda bisa menanyakannya pada anggota kepolisian lainnya," jelas Anwar merasa tak enak.

Rick tersenyum ramah dan mengangguk, "Tak apa, Pak. Terima kasih atas semuanya. Mungkin saat ini, anggota kepolisian sedang sangat membutuhkan Anda."

"Baiklah kalau begitu. Permisi, Nak Rickolous, Nak Xeno, dan Nak Kobra."

Setelah berpamitan, Anwar pergi menyusul polisi-polisi lain keluar mall. Bisa Rick lihat, beberapa polisi dan petugas ambulance juga masih bertugas di sekitar walau jumlahnya lebih sedikit. Rick memberi aba-aba agar Xeno dan Kobra mendekat padanya untuk merundingkan sesuatu.

"Horu dan Regan saat ini sedang mengecek rekaman CCTV. Kalian tolong cek beberapa tempat di sekeliling mall. Jika ada yang mencurigakan, hubungi aku lewat sambungan earpiece."

Kobra dan Xeno mengangguk paham. Ketiganya segera berpencar ke segala arah di seluruh penjuru mall yang telah rusak. Rick juga mulai menelusuri mall, mencari-cari sesuatu yang mencurigakan atau yang bisa dijadikan petunjuk.

Sempat Rick menanyakan beberapa hal perihal kasus ini pada beberapa polisi, jawaban yang ia dapat rata-rata kurang memuaskan. Rick pun mencoba bertanya tentang apa yang sudah didapat Xeno dan Kobra di lokasi lain, namun tetap saja belum ada hasil.

Ketika Rick menaiki tangga eskalator yang rusak, mata birunya menangkap Regan dan Horu sedang membawa sebuah laptop, baru saja keluar dari sebuah ruangan yang merupakan bekas ruang keamanan.

"Ish! Kalian ini ngagetin aja…!" omel Rick sambil elus dada karena sempat kaget akan kehadiran mereka berdua.

"Ih~ Masa laki menawan kayak aku ngagetin, sih…?" ucap Horu dengan nada mendayu-dayu, membuat Rick seketika geli melihatnya.

"Terus, kalian dapat apa?" tanya Rick kembali, terlihat lebih serius.

Regan menjawab sambil bersedekap, "Tentu saja hasil rekaman CCTV dari berbagai tempat. Sempat memakan waktu untuk merangkum rekamannya. Tapi, kami sudah mendapatkan hasil."

"Tapi, tidak semuanya," sambung Horu, "Rekaman CCTV sempat mengalami gangguan, kemungkinan sehabis diretas."

"Diretas?" Rick menaikan sebelah alisnya.

"Kan sudah kubilang, kita tidak bisa mengambil kesimpulan kalau setiap kamera CCTV-nya diretas," kata Regan pada Horu.

"Cuma kemungkinan diretas. Soalnya, kamera CCTV berkualitas bagus tidak mungkin mengalami kerusakan saat merekam. Tapi, kami ingin menunjukan sesuatu yang kami dapat, Rick. Sekalian mencari tahu tentang portal-portal yang telah mengirimkan makhluk-makhluk aneh itu kemari. Coba sini!"

Horu meminta kedua rekannya itu duduk lesehan di lantai sambil meletakan laptopnya di depan. Rick juga ikut duduk lesehan di samping, sedangkan Regan terlihat ragu untuk mengikuti mereka.

Melihat Regan yang belum duduk juga, membuat Rick bertanya, "Ngapa? Enggak pernah duduk lesehan?"

"Yakin, enggak apa-apa duduk di sini?" tanya Regan meyakinkan.

Dengan nada agak meledek, Rick menjawab, "Ya, elah~ Enggak usah sok bersih gitu. Lagi nugas, nih. Duduk dimane aje, jadi!"

Karena tidak ingin berdebat dengan sang ketua yang menurutnya barbar ini, Regan ikut lesehan di samping Horu walau ia terlihat agak ragu.

Jari-jari Horu mulai memainkan laptopnya, menunjukan rangkuman rekaman CCTV yang mereka dapatkan di ruang keamanan tadi. Mata biru Rick dengan seksama melihat kejadian yang terjadi di beberapa lokasi di mall. Ia melihat banyak makhluk-makhluk tinggi-besar ber-armor bermunculan dari berbagai portal. Mereka langsung membantai semua orang yang ada, mulai dari dipukul, dikerubungi, sampai dibawa para wanitanya masuk ke dalam portal.

Pikir Rick, berarti apa yang dikatakan Anwar soal hilangnya para wanita memang benar. Makhluk-makhluk itu mencuri banyak wanita.

"Mungkin ada benarnya jika makhluk-makhluk ini adalah hasil mutasi," kata Regan curiga, "Tapi, yang membuat heran adalah… mengapa mereka mencuri banyak wanita?"

"Untuk masalah itu, mungkin kita diskusikan saja pada Kapten Golden," usul Horu, "Yang jelas, kali ini aku mau memeriksa pola-pola portalnya."

"Memeriksa pola portal?" tanya Rick bingung, "Emang portal punya pola? Dan buat apa memeriksa pola-pola itu?"

Horu tersenyum santai sambil meniup ke atas poni hitam tebalnya. "Inilah dia… kalau sering bolos pelajaran Sains dan teknologi. Enggak kenal kalau portal itu tercipta dari banyak pola matematik."

"Eh, Anak Kadal! Enggak usah ungkit-ungkit masa lalu, ya," omel Rick pada Horu, merasa jengkel kalau kebiasaannya membolos di beberapa pelajaran sewaktu sekolah diungkit kembali, "Masa lalu, masa lalu! Tugas, tugas!"

Horu memutar bola matanya, "Oke…. Oke. Sebaiknya, kalian perhatikan saja caraku memeriksa portalnya. Cara ini ampuh untuk mengetahui jenis program apa yang dipakai portal, dan mungkin kita bisa tahu lokasi portal-portal itu berasal."

Dengan lihai dan cepat tangan Horu bekerja di laptop. Mata ungunya memperhatikan kembali video-video kemunculan portal lebih teliti dan mengingat di lokasi mana saja portal-portal itu muncul.

"Ada sekitar sebelas portal yang muncul di seluruh mall. Coba aku cek peta lokasi yang ada."

Mengingat-ingat lokasi beberapa portal dari rekaman CCTV, Horu membandingkan lokasi tersebut ke dalam ilustrasi peta di laptop. Jarinya menyentuh layar sentuh laptop, memberikan tanda-tanda titik di beberapa tempat yang diduga sebagai lokasi kemunculan portal. Setelah pas sebelas titik, Horu mencoba menganalisa kemungkinan jenis program yang didapat.

"Coba aku masukan beberapa perintah di antara rumusan programnya," gumam Horu, tengah serius menganalisa progam di layar laptop.

Jari-jemarinya mengetikan kode-kode perintah di antara sekian banyaknya rumusan program. Hanya dengan satu klik, hasilnya sudah ia dapatkan. Rick benar-benar dibuat kagum oleh kemampuan Horu dalam pemprograman. Sumpah! Waktu sekolah saja, pas pelajaran tentang program, diberi tugas membuat program kalkulator untuk hitung penjumlahan sembako saja Rick perlu puluhan kali mengulang karena sering salah memasukan kode.

"Oke, rincian program aslinya telah didapat."

Horu menyambungkan satu titik ke titik lokasi lainnya pada peta mall, menghitung jarak dan menggunakan rumusan pola untuk mengira kemana lagi titik-titik lokasi lain yang harus disambungkan.

Regan dan Rick hanya bisa diam memperhatikan kerja keras Horu. Regan sendiri terlihat serius memahami setiap perhitungan Horu sekalian untuk menambah wawasan, sedangkan Rick terlihat seperti orang dungu yang sama sekali tidak paham apa yang Horu lakukan. Yang Rick lihat cuma mengetik, mencoret, dan bergumam dengan bahasa kalkulator yang tidak jelas.

Tapi sungguh, sudah sekian lama Rick tidak melihat Horu seserius ini mengerjakan beberapa program semenjak kelulusan sekolah mereka dulu.

"Yang ini disambungkan ke sini," gumam Horu spontan sambil menyambungkan beberapa titik lokasi dan sesekali mengecek rumusnya di tampilan jendela lain pada laptop, "Sesuai rumus persegi panjang, titiknya seharusnya terhubung ke sini…. Oh?! Persegi panjang?! Oke! Berarti, pola yang ini musti dianalisa lagi…. Coba aku masukan kode program yang satunya dengan—."

"Horu, sungguh…." Rick geleng-geleng kepala, "Gumamanmu itu bikin aku pusing. Bisa langsung ke intinya saja?!"

"Haha…. Sebentar, Ricky~. Sedikit lagi, kita bakal dapat hasilnya."

Rasanya Rick ingin pingsan sekarang juga. Bukan Rick yang mengerjakan, tapi Rick juga yang pusing. Malah ia berpikiran aneh terhadap Horu. Bisa-bisanya pria berambut bob hitam itu cengengesan di saat mengerjakan segala macam rumus program laknat yang susahnya minta ampun.

"Yap! Sudah dapat!" Horu menghentikan kerjanya dengan satu klik Enter.

Kedua rekannya kini memperhatikan peta yang telah dicoret-coret sesuai pola yang terlihat cukup teratur di dalam laptop.

Horu mulai menjelaskan sambil menunjuk ke arah titik-titik peta, "Pola portal yang digunakan adalah pola teratur rangkap tiga. Sudah kuduga bahwa dalam aksi seperti ini, pihak yang terlibat akan memerlukan pola teratur untuk menciptakan banyak portal. Pola teratur memiliki selang waktu kemunculan yang bisa diatur, dan tidak membatasi berapa banyak jumlah obyek yang ditransfer menggunakan jenis portal ini."

"Pantas saja mall jadi porak-poranda seperti ini kalau mereka mampu mengirimkan banyak makhluk misterius itu," komentar Regan sambil mengamati keadaan mall sesaat.

"Apa kau bisa mencari tahu dari mana asalnya portal-portal tersebut?" tanya Rick pada Horu.

Horu menopang dagunya berpikir, "Sebenarnya, pola portal teratur ini memiliki jarak tempuh tak sejauh pola portal tak teratur, mungkin sekitar lima sampai sepuluh kilometer. Kalau aku coba mengira arah sesuai jarak tempuh dan rumusan polanya…." Tangan Horu sekali lagi mencoret bagian petanya. "…. Maka arahnya agak ke timur laut dari sini. Itu berarti…."

Horu merogoh ponselnya sendiri dari saku celana, memeriksa GPS dari lokasi Mall Stella, lalu digulir sedikit ke arah timur laut dengan jarak sekitar lima sampai enam kilometer. Rick dan Regan melihat lokasi yang ditemukan Horu lewat GPS. Dan dari situlah hasil mutlak analisa dari mana portal-portal itu berasal.

"Jadi…," Rick mengernyit heran. "Lokasinya di sana?"

….

Xeno melangkahkan kakinya menelusuri lantai dasar mall di bagian belakang. Lokasi yang satu itu terbilang sepi karena pemeriksaan serta investigasinya belum sampai ke sini. Tempatnya hancur dengan bangunan retak serta bekas terbakar terlihat, bekas-bekas darah kering dan banyak benda hancur pun berserakan.

"Sepi sekali, Pyo…."

Mata hijau bergradasi kuningnya terus menelusuri keadaan sekitar sampai ia menemukan sebuah benda asing di sudut lokasi. Kakinya berlari ke sudut itu, perlahan mengambil benda aneh tersebut, yaitu sebuah benda berbentuk persegi panjang yang terlihat seperti benda bermesin analog. Terlihat jadul dan sederhana.

'Abang…! Aku mohon, bebaskan aku!'

"Argh!"

Xeno merasakan benda itu menyengat ke arah kalung besi yang selama ini selalu terikat di lehernya dan tak pernah sekali pun ia lepaskan. Kepala Xeno mendadak pusing saat bayangan momen asing muncul di pikirannya.

'Kumohon, Bang…!'

Bayangan sepasang tangan kecil yang ditarik paksa oleh petugas-petugas misterius bermasker respirator yang sangat mengerikan baginya, membawanya ke suatu tempat yang dipenuhi oleh asap hijau pekat.

'Bebaskan aku!'

Tanpa sadar, satu tangan Xeno meremas kuat helaian rambut platina tebalnya. Perlahan salivanya semakin mengental, menetes pelan dari mulut hingga ke bawah. Urat-urat nadi menonjol dari kulit di bagian leher dan sekitar wajahnya, terasa semakin menyakitkan untuk ia rasakan. Dan kedua mata itu membola dengan sepasang pupil menipis tajam.

'Sena!!!'

"GAAAH!!!"

Spontan Xeno melemparkan benda itu menjauh darinya. Dan setelah benda itu menjauh, perlahan kesadaran Xeno mulai kembali. Nafasnya terengah-engah, jantungnya berdegup tidak beraturan, keringat dingin pun mulai menetes dari kepala hingga lehernya. Sunguh, Xeno sama sekali bingung dengan benda macam apa itu. Dia bahkan merasakan efek aneh saat benda itu bersentuhan dengan rantai besi kalungnya.

"Haaah…. Haaah…. Benda apa itu, Pyo…?"

….

Mata kuning Kobra menemukan jalan lorong setelah ia turun dari tangga kembali ke lantai dasar. Saat didekati, lorong itu terlihat gelap dan sekitar jalannya terhalang oleh puing-puing kecil bangunan. Dengan hati-hati Kobra melangkah memasuki lorong tersebut, memeriksa setiap sudutnya jikalau ada hal yang mencurigakan.

Tepat sekali, ia melihat dua petugas kepolisian di ujung lorong tengah membawa mayat. Kobra mengernyit heran, pasalnya tidak ada satupun polisi yang memeriksa area sini, ditambah lagi semua polisi saat ini baru saja membubarkan kelompok untuk istirahat sesaat.

"Hei, kalian!"

Teriakan Kobra sontak membuat kedua polisi itu berhenti melangkah, menoleh ke arahnya. Segera Kobra menghampiri mereka dan mulai bertanya saat ia menengok ke arah mayat yang mereka gendong. Rupanya, mayat yang mereka bawa adalah mayat wanita.

"Apa yang kalian lakukan di sini? Kalian tidak ikut istirahat bersama anggota kepolisian lainnya?"

Sesaat kedua polisi itu saling adu pandang hingga salah satunya menjawab, "Kami tengah menyelesaikan tugas terakhir. Tinggal membawa mayat ini untuk diotopsi."

"Sungguh?" Dengan santai Kobra bersedekap. "Gelagat kalian mencurigakan."

"Apa maksudmu?" Salah satu rekan polisi terlihat mulai emosi pada Kobra. "Kau jangan asal curigai kami! Kau hanya seorang Agent yang beruntung dipekerjakan di organisasi terbaik Serikat Galaksi. Kami di sini hanya melakukan tugas!"

Kobra mengangguk-angguk, berusaha paham. "Iya…. Aku mengerti. Tapi, tidak seharusnya polisi mudah terpancing emosi tanpa alasan yang jelas begini."

Tanpa sempat melakukan pergerakan oleh kedua polisi itu, Kobra langsung menarik salah satu polisi, kemudian menusuk lehernya menggunakan Hidden Blade yang tersembunyi di bawah pergelangan tangannya. Saat polisi itu terbunuh dan perlahan jatuh ke bawah, tubuh serta seragam sang polisi seketika berubah menjadi wujud makhluk besar-tinggi, berkulit hijau dengan rambut gondrong, dan memakai armor keperakan. Melihat sang rekan terbunuh begitu mudahnya, sang polisi terlihat mulai panik.

"Fantarakora," bisik Kobra, mengaktifkan senjata AndroMega lewat gelang canggihnya.

'[Akses : Diterima.]'

Sebuah pedang kunai berwujud hologram di tangan kanan Kobra langsung berubah menjadi lebih nyata. Pedang kunai itu ia todongkan ke arah sang polisi yang masih membawa mayat wanita tadi. Tubuh polisi itu semakin gemetaran takut karena sosoknya yang sebenarnya telah diketahui.

"Jadi…." Kobra memiringkan kepala. "Mau pergi kemana kalian…, Cyber Genderuwo…?"

~*~*~*~