webnovel

Anak asuhku Anakku

mei_yama · Teen
Not enough ratings
53 Chs

52. Berbaikan

"iya, Papa temenin. Tapi bunda udah beneran maafin papa kan? Udah ga ngambek lagi sama Papa kan? kita baikan kan?" Ucap Juno mencoba peruntungannya.

"Iya, iya, sekarang temani Bunda ayok! Udah dingin banget ini." Jawab Lily sambil menggigil kedinginan.

"Janji dulu." pinta Juno sambil memberikan kelingkingnya untuk Lily agar berjanji.

"Ih lama " ucap Lily lirih yang kemudian megecup bibir Juno sebagai pengikat janji.

"Udah tuh, ayoklah cepetan." bujuk Lily

Masuklah mereka berdua di dalam kamar mandi dan semua itu berjalan tak selancar harapan Juno. Juno berharap akan terjadi pertempuran mesra di dalam kamar mandi. Tapi,

"Udah, Papa situ aja jangan Deket deket!" Seru Lily yang asyik mandi air hangat.

"Kalau Papa ngedeket basah nih. udah nanti malem aja kita perangnya Ok." usul Lily sambil memberikan simpul jari ok.

*Tau ga sih Bun, udah berapa hari Papa puasa nahan kentu.* pikir Juno sambil melihat Lily mandi di bawah guyuran air hangat yang di batasi oleh kaca penyekat antara kamar mandi dan kamar tidur.

*Serem aja, mendung, gerimis, eh ngobrol sama hantu. terus tadi yang minta balikin ciuman pertama berarti hantu juga donk.*

*serem banget, ih jijik aku. Entar biru biru gitu bibirku. katanya kalau di pegang hantu aja bekasnya biru biru lebam gitu. Terus apa kabar bibir ku?* pikir Lily sambil berwudhu dan mencuci bibirnya berulang ulang.

Lily keluar dan selesai mandi kini saatnya dia berganti baju dan secepat kilat Lily berganti baju dengan hanya memakai kaus oblong milik Juno dan celana pendek milik Juno juga. Juno terkejut melihat istrinya memakai bajunya.

"Pantesan kaus itu ga ada di lemari kemarin pas aku cari. Ternyata kamu bawa?" Tanya Juno sambil berjalan mendekati Lily.

"Iya, kenapa ga boleh?" tanya Lily sinis.

"Iya boleh aja sih, kamu kan istri aku sayang. Udah dong jangan judes gitu. Aku kangen banget sama kamu tau!" Ucap Juno sambil memeluk Lily.

"Hhhh....!" Lily menghela nafas panjang membuang kegundahan.

"Pa, jangan di ulangi lagi ya. Aku juga kangen banget sama Papa. Peluk...!" Jawab Lily sambil mengusap usap lembut punggung suaminya.

"Kamu tadi kenapa, kok basah basahan gitu?" Tanya Juno sambil mengusap wajah Lily.

"Hust... besok aja kalau udah di rumah aku ceritanya. Sekarang jangan di bahas bahas lagi." Bisik Lily di telinga Juno dengan pandangan yang sesekali berlarian ke sekeliling ruangan.

Juno menangkap ketakutan dan kegelisahan di raut wajah istrinya lalu memeluknya dengan semakin erat dan sesekali mengecup kening Lily.

"Oke deh, besok besok aja. Anak anak mana Bund?" Tanya Juno dengan suara santai.

"Mereka pada tidur di kamar Mama. Kemarin sih kami sekamar, tapi berhubung semalem aku lembur ngecek hasil kerja dan laporan yang banyak ke pending jadi aku minta satu kamar lagi biar lebih fokus kerja. Elang agak rewel soalnya, nyariin kamu." Ucap Lily sambil mengeringkan rambutnya.

"Papa, udah makan?" Tanya Lily dengan sedikit canggung karena baru saja menyudahi perang dingin di antara mereka.

"Belum, tadi Papa sengaja pulang cepet terus langsung nyusul bunda kesini." Jawab Juno 6ang mulai mengambil alih hair drayer dan mulai mengeringkan rambut istrinya.

"Ya udah, abis ini kita ke kantin sana ya. kita makan di sana. lumayan enak kok masakannya, ada ayam bakar kesukaan Papa juga. Bentar ya, bunda sedikit siap siap." Ucap Lily sambil memoles tipis bibirnya dengan warna nude dan berganti baju tidur dengan setelan hijab yang berwarna mocca yang senada.

"Oke" ajawwb Juno singkat tanpa melihat Lily tetapi sibuk tertawa melihat layar ponselnya.

Lily cemberut dan curiga dengan perhatian Juno yang tidak tertuju kepadanya saat berbicara. Lily berdiri lalu merampas ponsel Juno dan melihat sebuah pesan masuk.

["Cie, yang udah baikan. Dapet jatah malam dong. Selamat malam! Selamat lembur. oh iya, panggil gue kakak tampan oke!"]

Pesan dari Nando kepada Juno. Lily membaca semua pesan mereka mulai dari awal. Rupanya Nando yang menyuruh Juno untuk segera datang menyusul jika suasana hati Lily sudah membaik. Dan sedari awal Juno sudah bercerita pada Nando tentang semua masalahnya sebagai sahabat. Lily merasa di curangi oleh mereka berdua dan bertambah manyun.

Juno yang melihat perubahan wajah istrinya kemudian mengambil alih ponsel itu dan menggendong Lily seperti bayi yang digendong di depan.

"Sayang, jangan marah lagi ya. Kak Nando dan aku menyembunyikan ini karena ga mau terlalu terburu buru untuk ngasih tau kamu. Takutnya kamu akan semakin salah paham dan tambah runyam semuanya."

"Kamu ngerti ya, jangan marah ya!"

"Sayang!" Kata Juno sambil mengecup bibir Lily sesekali.

Lily mengangguk perlahan di sertai kekecewaan.

*Aku bodoh banget ini ya, Sampek ga tau gitu. bener kata sosok yang mirip Devan tadi. Suami aku orang baik, aku harus jaga dia sampai waktunya tiba. Eh, apa maksudnya sampai waktunya tiba?*

*Entah lah, yang jelas aku lega setidaknya suamiku tidak berbohong dan mencintai wanita itu. Dia hanya khilaf dan main main saja. Aku ga mau kita berantem lagi Pa.* Batin Lily sambil melihat wajah Juno dan memeluknya erat.

"Maafin aku ya sayang. Aku udah berburuk sangka sama kamu Pa." Ucap Lily sambil menunduk dan memasang wajah cemberut.

"Iya, bunda sayang. Papa juga minta maaf karena udah khilaf main main sama wanita lain itu. Tapi kita ga ngapa ngapain kok Bun, sumpah!" Ucap Juno jujur.

"Udah ah, kita makan yok!" Ucap Lily sambil mengandeng lengan Juno dan berjalan meninggalkan kamar bersama.

🌺🌺🌺🌺

Di kantin

Juno dan Lily makan bersama di satu meja, sedang di sudut ruangan ada seorang laki laki memakai Hoodie hitam dengan tudung kepalanya dan tiba tiba berjalan menghampiri meja mereka.

*Itu hantu yang mirip atau beneran Devan sih, aku masih deg degan takut gini.* batin Lily sambil menunduk dan komat kamit membaca doa untuk mengusir hantu.

"Bu Lily, makan malam?" tanya Devan dengan sopan.

*Eh, kakinya Napak* pikir Lily setelah melihat kaki Devan terlebih dahulu.

"Uhuk....! uhuk....!"

"Iya, pak Devan mari makan." Ucap Lily basa basi dengan suara yang gugup di serai senyum simpul.

"Oh, tidak saya sudah selesai." jawab Devan dengan santai.

Juno mulai menunjukkan pandangan kadernya yang siap memotong tubuh Devan karena cemburu. Devan tersenyum yang melihat itu. Sementara Lily masih gugup mengingat kejadian ciuman antara dirinya dan Devan tadi.

"Kenalkan, saya bintang iklan untuk produk baru Bu Lily. Anda, suaminya ya? Saya Devan." Ucap Devan dengan santainya.

*Udah deh Devan kenapa ga pergi aja. Aku sumpah masih malu banget kalau inget ciuman kita tadi. Aku nih apa sih, udah punya anak dan suami, berhijab, tapi kelakuanku.

Argh....! Semua tadi di luar kendaliku.

Tapi kenapa aku tadi juga menikmati sentuhannya, ah...! aku gila. benar aku gila. jadilah aku seorang pendosa. Suamiku maafkan istrimu ini.* Batin Lily menyesali perbuatannya.

"Senang berjumpa dengan anda. Bagaimana, semuanya lancar?" Tanya Juno ramah.

"Oh, semuanya lancar. Ya, meski awal awal ada sedikit kendala tapi untuk akhir saya sangat puas." Jawab Devan jujur dengan tatapan yang berbinar.

*Kok dia jawab gitu. wah jangan Ampek keceplosan nih orang. Kacau semua kacau kalau dia kebanyakan ngoceh. Pergi aja kamu hus hus.* Batin Lily mengusir Devan.

"Kamu kenapa Bun, kok mukanya kayak gitu?" Tanya Juno tiba tiba yang meihat ekspresi tidak menyenangkan di wajah istrinya.

"Em enggak, udah kalian ngobrol aja. Anggep aku enggak ada." celetuk Lily ngawur.

Devan menyembunyikan tawanya karena paham dengan maksud Lily yang menginginkan kepergiannya sedari tadi.

"Udah, enakin lagi makannya. saya permisi dulu." Ucap Devan berpamitan.

"Kok buru buru?" tanya Juno sambil menatap serius.

"Iya, soalnya kayak ada yang ngusir halus gitu. Hus hus terus dari tadi." ujar Devan menyinggung batin Lily.

*Eh, asli keturunan dukun nih orang. kok bisa tau batin aku sih. Gila berarti sedari tadi dia denger dong ocehan aku? OMG....!!!

pergi aja kamu Sono, pergi....!* batin Lily menyadari sesuatu dari Devan.

Devan hanya menahan tawa dan beranjak pergi. sementara Juno melanjutkan makanya dengan santai tanpa memikirkan lebih dalam perihal Devan. Lily masih bengong sekaligus heran dengan kemampuan dan karakter dari Devan.