webnovel

An Empty World (END)

Pernahkan kalian membayangkan bangun di pagi hari dan mendapati dunia kosong tanpa seorangpun? Itu yang Arina Rahmawati rasakan. Gadis 17 tahun yang kebingungan mencari tahu apa yang sedang terjadi dengan buminya, dunianya. Kejadian yang tidak bisa dinalar dan mengerikan muncul satu per satu. Bertemu beberapa teman yang juga ia rasakan setelah mengembara mencari orang yang tersisa. Tidak hanya itu, kesakitan demi kesakitan menghantamnya. Hal mengerikan muncul tidak kenal lelah. Sampai puncaknya, ia membunuh keluarganya sendiri dengan tangannya. Tapi bukan itu masalah terbesar Arina. Bukan dunianya yang jadi masalah. Ada hal yang lain yang menunggunya. Di dunia lain. Di dunia yang tak tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Kebenaran satu per satu muncul. Dunia kosong tidaklah nyata. Itu hanya sebuah percobaan semata. Fresh and original. Start: Mei 2018 End: Desember 2019

IamBlueRed · Sci-fi
Not enough ratings
57 Chs

20-Alter Ego

Arina mencebik sebal. Alien di depannya benar-benar tidak waras. Mungkin ini efek tinggal di Mars sehingga membuat para narapidana jadi gila. Arina sudah membuktikannya. Pertama, alien yang menyatakan jatuh cinta padanya kemarin. Kedua, Arival yang sekarang cengengesan tidak jelas di depannya. Dasar gila!

"Please, Arival, jangan sakiti keluarga aku." Arina memohon dengan tampang melas. Biru tak jauh darinya menghela napas. Ini sudah kesekian kalinya Arina memohon pada Arival dengan tampang mengenaskan.

"Nggak akan. Harga diriku sebagai psikopat bisa jatuh," ucap Arival lalu tertawa. Jawaban macam apa itu?

"Please, Val, bukannya dulu kita pernah jadi temen? Jangan tega dong..." Demi apa, Arina tidak pernah memohon dengan sangat melas seperti ini.

"Ibu kamu lebih tega. Aku masih lima belas tahu, tapi udah suruh hidup di Mars. Padahal aku nggak salah apa-apa."

Arina melototkan mata sebal. "Kamu psikopat, Bego! Apanya yang nggak salah apa-apa!" maki Arina lalu menutup mulutnya ketika ia sadar telah berkata kasar. Arival benar-benar membuatnya emosinya naik.

"Kamu lucu deh kalau marah."

Arina menatap Arival tidak paham. Rasanya Arina sedang berbicara dengan alter ego alias berkepribadian ganda sekarang. Pasalnya, kemarin Arival dengan ekspresi wajah dingin dan mengerikan mengancam akan menyiksa keluarga Arina. Tapi sekarang? Arival malah menggombalinya dengan gombalan yang benar-benar receh.

"Nggak ada gunanya mohon-mohon terus, dia nggak akan angkat suara. Kita udah ambil cara kekerasan dan siksa dia, tapi tetep aja dia tutup mulut." Ivan di pojok ruangan berbicara. Sedari tadi pemuda itu berdiri sembari bersidekap dada di pojokan, melihat dan mendengar drama yang terjadi antara Arina dan Arival, sama seperti yang dilakukan Biru.

Arina yang mendengar ucapan Ivan segera menelisik wajah Arival. Wajahnya memang penuh luka lebam. Banyak darah mengering di setiap sudutnya, matanya juga bengkak. Tangannya yang diborgol di atas meja juga terluka. Ivan tidak berbohong dengan perkataannya. Arival benar-benar disiksa. Tapi herannya, Arival tetap kukuh tutup mulut tentang keberadaan manusia yang mereka culik.

"Val, please... Aku bakal lakuin apapun yang kamu mau."

Arival memicingkan sebelah mata, tidak yakin, tetapi terlihat tertarik. Biru lagi-lagi menghela napas, tahu jika akhirnya pasti seperti ini. Drama sekali.

"Tapi kamu harus lakuin yang aku minta dulu," kata Arival.

Ivan tersenyum miring mendengarnya. Semudah itu? Kenapa tidak dari kemarin?

"Oke. Kalau gitu, aku juga ada minta dua permintaan. Satu, jawab dimana manusia lain kalian sembunyi-in. Dua, janji kamu nggak bakal siksa keluargaku. Gimana?" Arina memberikan penawaran lagi.

"Nggak masalah. Tapi kamu harus lakuin dua permintaanku dulu. Pertama..." Arival menggantung ucapannya. Arina menunggu. "-kiss my cheeck," ujar Arival sembari menunjuk pipinya dengan telunjuknya. Mata Arina melebar. Arival gila! "Kedua, temenin aku di sel sampai aku bebas. Berdua aja. Tanpa siapa pun," lanjutnya lalu tersenyum sembari menaik-turunkan kedua alisnya. Arina bergidik ngeri melihatnya.

"Nggak." Tiba-tiba Biru sudah di samping Arina. Matanya menatap tajam Arival di depannya. "Jangan mau dibodohin, Na."

Arival yang melihatnya malah tertawa ngakak.

"Tapi, Blue, kan cuma cium pipi dan nemenin dia," ujar Arina. Ini kesempatannya untuk menyelamatkan keluarganya. Tidak mungkin Arina menyia-nyiakannya. Lagipula tidak berat dan tidak menyusahkan.

"Pasti dia bohong, Na. Apa kamu lupa kejadian sebelumnya? Kamu mau ambil risiko dibunuh dia?"

Arival malah tertawa.

Arina menghela napas panjang. Ia pening sekarang.