webnovel

Rumah baru kita (lagi)

"Akhirnya sampai juga." Suara Isma membuyarkan lamunan semua orang yang ada di dalam mobil.

Aya melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 5.13 sore. Lalu Aya membuka kaca jendela mobil dan melihat ke luar jendela.

Terlihat sebuah rumah minimalis berukuran sedang. Bangunan tersebut terdiri dari dua lantai yang berwarna campuran hijau muda dan putih, yang membuat mata merasa teduh saat melihatnya.

Rumah tersebut berada di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk. Tepatnya di daerah Bumi Rahayu. Perlu waktu 30 menit untuk sampai ke rumah tersebut dari bandara.

Di sepanjang perjalanan, tidak ada ditemukan lalu lintas yang macet. Terkecuali pada saat berhenti di lampu lalu lintas. Sehingga mereka bisa dengan segera sampai di tujuan.

Rumah tersebut terkesan seperti sebuah villa. Karena letaknya yang berada sedikit di atas dataran tinggi.

Saat memasuki pagar depan, yang dibukakan oleh seorang lelaki paruh baya, mobil langsung meluncur ke dalam mendekati rumah. Di sekeliling rumah ada banyak tanaman sayuran dan pohon buah yang berjejer rapi.

Aya bisa melihat banyak pohon pisang yang berjejer di sepanjang jalan masuk. Ada juga pohon buah sawo dan pohon mangga. Di dekat teras rumah, terdapat tanaman lombok, tomat dan labu yang menjalar di atas tanah.

Aya merasa seperti berada di sebuah perkebunan. Ia menarik nafas dalam-dalam. Ia merasakan udara di tempat itu sangatlah segar.

Lalu tampak seorang perempuan paruh baya yang berdiri di depan pintu, yang sudah menunggu kedatangan mereka. Ia tersenyum saat melihat Ara dan yang lainnya.

"Apa kabar pak?" Tanyanya saat Ara mendekati perempuan tersebut.

"Baik bude." Jawab Ara. Ia menoleh ke belakang melihat Aya, menandakan agar Aya mendekat padanya.

"Ini istri saya, Aya." Katanya mengenalkan Aya.

Perempuan yang dipanggil bude oleh Ara itupun langsung menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman. Aya langsung menyambut tangan bude tersebut sembari menyebutkan kembali namanya. Si bude pun menyebutkan namanya, yang ternyata bernama Welas.

"Cukup panggil saya bude aja bu." Imbunya saat selesai berkenalan. Ia pun tak henti-hentinya menyunggingkan senyumannya. Bude Welas terlihat sangat ramah.

"Oiya, ini pakde Imam." Kata Ara saat melihat pakde Imam sudah berada didekat mereka. "Pakde Imam ini suami dari bude." Sambung Ara menjelaskan.

"Oh." Sahut Aya menganggukan kepalanya. Aya dan pakde pun bersalaman berkenalan.

Sejauh ini, bude Welas dan suaminyalah yang bertugas menjaga dan membersihkan rumah milik Ara. Ara membangun rumah tersebut beberapa tahun yang lalu, jauh sebelum ia menikahi Aya.

Awalnya ia berencana untuk menghabiskan waktu liburan di kota ini. Rumah tersebut menjadi rumah persinggahan bagi mereka. Namun dikarenakan keadaan Aya yang tidak memungkinkan untuk tinggal di kota mereka, maka ia memutuskan untuk pindah tinggal di kota ini. Tanpa sepengetahuan Aya sebelumnya.

Ia selalu ingin dan berusaha membuat Aya terkejut bahagia dengan kejutan-kejutan yang diberikan oleh Ara. Tapi terkadang, tanggapan Aya tidak sesuai dengan harapan Ara.

***

Mereka berempat menikmati makan malam sehabis magrib yang sudah disiapkan oleh bude Welas. Isma dan Sony belum pulang setelah menjemput dan mengantar Ara dan Aya sore hari tadi. Mereka asyik mengobrol satu sama lain.

"Oh iya mas, anak buah kamu tadi siang bagaimana? Mereka tadi pulang dengan siapa?" Tanya Aya. Tiba-tiba ia teringat dengan kedua anak buah Ara yang ikut bersama mereka sepanjang perjalanan tadi.

"Mereka bisa urus diri sendiri." Jawab Ara singkat. Ia kembali menyuap makanannya.

Aya menatap tajam ke arah Ara. "Kamu kok begitu sih mas?!" Tanya Aya lagi.

Mau tidak mau, Ara menoleh melihat Aya. Dilihatnya wajah Aya sedikit cemberut. Ia pun menghentikan makannya.

"Mereka itu aku gaji untuk bisa mengerjakan dan menyelesaikan semua masalah pekerjaan. Bagaimana mereka pulang atau apapun itu, mereka yang pikirkan dan urus sendiri. Tapi aku selalu tahu apa yang mereka lakukan." Ara mengubah posisi duduknya agar bisa menghadap ke Aya. Dilihatnya Aya tidak memberi tanggapan.

"Hmm, begini. Aku tahu mereka pulang naik apa atau tujuan mereka kemana. Karena semua itu sudah kami bicarakan. Dan mereka selalu melaporkan apapun padaku. Jadi kamu nggak usah khawatir begitu." Jelas Ara. Ia sedikit kesulitan mencari penjelasan yang tepat untuk Aya.

Aya hanya diam. Ara pun diam untuk sesaat. Sony dan Isma pun turut diam karena melihat mereka berdua diam.

"Kenapa? Ada yang masih mengganjal?" Tanya Ara melihat Aya yang tidak memberikan komentar.

Aya menarik nafas panjang. "Hmm, pasti gaji mereka besar ya mas??" Jawab Aya polos.

"Hahh??" Ara terkejut mendengar jawaban Aya. 'Kok bisa-bisanya dia menanyakan itu?' Pikir Ara dalam hati.

"Hmpph." Isma dan Sony pun menahan tawa mendengarnya.

Aya dengan santai meneruskan makannya. Ia tidak peduli dengan pandangan semua orang kepadanya.

Ara menggelengkan kepalanya, dan ia kembali duduk ke posisinya semula dan melanjutkan makannya. Ia tersenyum sambil menyuap makanannya.

Tak lama, bude Welas kembali datang membawakan makanan penutup mulut untuk mereka berempat.

"Terima kasih bude." Ucap Aya saat bude Welas memberikan sepotong kue Lam Bakar kepadanya. Kue itu terlihat lezat di mata Aya.

Kue tersebut berwarna cokelat kuning berlapis-lapis. Bentuknya mirip seperti kue Lapis, namun rasanya sangat berbeda. Ia pun menyendok kue tersebut, padahal makanannya belum habis.

"Hmm, enak, enak." Kata Aya sambil menguyah kue di dalam mulutnya. Awalnya hanya potongan kecil yang dimakannya. Suapan kedua, ia potong dengan besar, sehingga memenuhi mulutnya.

Ara melihat itu dan ia tersenyum. Ia senang melihat tingkah Aya yang tidak pernah malu-malu untuk melakukan suatu hal. Ia jujur, ia terang-terangan. Apalagi untuk urusan makanan, Aya tak pernah sungkan. Apabila ia mau, ia akan makan. Kalau ia tidak mau, ia akan diam saja.

Setelah mereka makan, mereka mengobrol di teras depan rumah. Mereka menikmati malam yang sepi, karena rumah tersebut berada jauh dari rumah warga yang lain.

Hampir sejam mereka bercengkerama di luar, terasa angin malam yang menerpa wajah masing-masing semakin kencang.

"Kayak mau hujan ya?" Tanya Sony melihat awan yang mulai berwarna hitam dan adanya angin yang semakin kencang. Pohon-pohon bergoyang dan pasir-pasir di jalanan berterbangan.

"He eh kayaknya." Sahut Isma. Ia segera mengikat rambutnya yang berhamburan diterpa angin.

"Masuk yuk?" Ajak Ara. "Kayanya bentar lagi mau hujan." Tambahnya.

Mereka berempat lalu beranjak masuk ke dalam rumah.