Aya terkejut saat bangun, sudah ada Ara disampingnya yang sedang berpangku sebelah tangan sambil memandanginya.
"Hai?" Katanya. Ia tetap menatap Aya dan tersenyum. Membuat Aya memundurkan kepalanya spontan.
'Pantas kayak ada sesuatu gitu, kayak ada yang ngeliatin. Ternyata!!' Bicara Aya dalam hati. Ia merasa kesal, karena jadi malu untuk melakukan kebiasaanya saat bangun tidur. Walaupun itu tidur siang.
Aya cepat-cepat bangun dan hendak beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Namun belum ia berdiri, Ara sudah memeluknya dari belakang.
"Eh!" Aya terkejut sehingga ia menoleh kebelakang.
"Biar begini sebentar." Pinta Ara. Ara memeluk Aya dari belakang dan ia menyandarkan pipi kirinya di punggung Aya. Aya merasakan ada kehangatan yang menjalarinya.
Aya menghembuskan nafas panjang. Ia merasa semakin lama Ara semakin lengket dengannya. Ia menjadi ragu kembali.
Tiba-tiba terlintas bayangan Lando dipikiran Aya. Aya dengan segera mengalihkan isi pikirannya kelain. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ara mengangkat kepalanya. "Kenapa? Kamu nggak mau?"
"Eh, bukan." Aya bingung mau menjelaskan apa kepada Ara. Karena tidak mungkin ia mengatakan yang dipikirkannya saat ini.
"Kalau bukan, kenapa kamu geleng-geleng kepala?" Ara menarik Aya mendekat padanya dan menghadapkan wajah serta tubuh Aya kepadanya. Ia menangkup kedua pipi Aya. "Kenapa?" tanyanya lembut dengan tetap menatap kepada mata Aya.
Aya menjadi salang tingkah. Ia berpikir, kenapa hal-hal sepele menurutnya selalu menjadi luar biasa kalau bersama dengan Ara. 'Bukannya nggak penting ya apa yang aku pikirkan saat ini. Kalau aku nggak mau ngasih tau, ya harusnya jangan maksa. Lagian nggak penting-penting amat juga.' Pikir Aya.
"Mas, ada kalanya aku cerita sama kamu. Ada kalanya, enggak. Saat ini aku cuma menggelengkan kepalaku dan kamu terus mau tau itu kenapa! Padahal nggak ada apa-apa. Kenapa setiap gerak-gerik aku, harus kamu tanyakan sih mas?" Akhirnya Aya menyuarakan isi hatinya. Ia sebal kalau harus sering diinterogasi oleh Ara. Seakan-akan Ara tidak percaya kepadanya. Atau memang Ara tidak percaya.
"Aku selalu mau tau apa yang kamu pikirkan. Aku tidak mengizinkan kamu untuk tidak memberitahuku tentangmu. Ingat itu!!" Ara langsung beranjak pergi dari tempat tidur. Ia pergi keluar menuju dapur. Ia meninggalkan Aya begitu saja tanpa penjelasan lainnya.
"Huhh... menyebalkan!!!" Rutuk Aya. Ia memandang sinis ke punggung Ara yang pergi keluar kamar.
Aya beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Ia segera mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Saat mandi, ia teringat lagi dengan Lando.
"Aishhh, kenapa dia lagi??" Aya menatap wajahnya di cermin besar di atas wastafel. Ia mengingat senyum lelaki itu saat menawarkan menjabat tangan waktu perkenalan mereka. Ia merasa berbeda saat bersamanya. Lebih nyaman dan santai.
Aya berdecak dan menggeleng-gelengkan kembali kepalanya. Ia berusaha mengusir Lando dari pikirannya dan memaksa hatina untuk bisa mengendalikan otaknya. Segera ia mandi di bawah siraman air pancuran.
Di dapur, Ara membuat minuman teh panas untuk menenangkan pikirannya. Ia memainkan ponsel yang sedang dipegangnya. Tak lama kemudian, ponsel tersebut berbunyi. "Hm.." sahut Ara malas. "Disiapkan aja semuanya. Lusa kami berangkat kesana." Lalu ia menutup pembicaraan di telepon tersebut.
Tanpa disadari Ara, Aya telah mendengar pembicaraannya barusan. Walaupun Aya tidak mengetahui jelas tentang apa pembicaraan itu, tapi ia yakin, yang dimaksud Ara dengan kami adalah ia dan Ara. 'Mau kemana mereka??' tanyanya dalam hati.
Aya kembali ke kamar dengan perlahan agar tidak diketahui Ara bahwa ia berada didekatnya. Sungguh Aya malas untuk menjelaskan apapun.
Aya berpikir dan memutar otaknya untuk mencari tahu akan berangkat kemana mereka lusa. Lalu ia teringat dengan Isma. Sudah sekian lama ia tidak berhubungan dengan Isma, sahabatnya. Ia terlalu sibuk dengan urusannya sendiri.
"Hai??" Sapa Aya saat panggilan teleponnya diangkat. "Hai juga sayang. Apa kabar? Gimana jalan-jalan kamu??" Tanya Isma antusias dan nyaring di ujung telepon. Sehingga Aya harus menjauhkan ponselnya dari telinganya.
"Huh...suaramu bu..." Dengus Aya. Isma terkekeh mendengar dengusan Aya.
"Aku baik-baik aja. Aku yang harusnya nanya, kamu apa kabar? Maafkan aku ya yang tidak pernah menghubungimu???"
"Alah, biasa aja kali. Akupun baik-baik saja. Coba tebak, aku lagi dimana sekarang??" Isma kembali antusias dan berbicara nyaring di telepon. Aya sempat mengerutkan keningnya.
"Kamu kenapa sih? Dari tadi kayaknya hepi aja. Lagi dimana memangnya kamu?" Aya menjadi penasaran dan ingin tahu tentang keberadaan Isma saat ini. Dan apa yang membuat ia seperti sedang melakukan sesuatu dan bahagia.
"Hihihihi...Aku lagi di..."
Tut tu tut tut tut.
Belum sempat Isma memberitahukan keberadaannya dan sedang apa yang dilakukannya, panggilan teleponnya terputus.
"Loh kok??" Aya bingung dan melihat layar ponselnya. Ia mengecek pulsanya dan ternyata masih banyak. 'Tapi kenapa telepon tadi putus?' pikirnya heran.
Aya mencoba melakukan panggilan telepon lagi kepada Isma, tapi terputus. Seperti di tempat Isma tidak ada jaringan. Aya menebak-nebak, sedang dimana Isma saat ini.
"Lagi nelpon siapa?" Aya terkejut melihat Ara yang bersandar dipinggiran pintu sambil melipat kedua tangannya. Kepalanyapun dimiringkannya, bersandar pada kusen pintu. Ara terlihat rupawan saat itu.
"Hm, mau nelpon Isma, tapi nggak nyambung." Jelas Aya sambil melihat layar ponselnya.
Ara melangkah maju mendekati Aya yang sedang duduk dipinggiran tempat tidur. Dan ia duduk disebelah Aya.
"Kamu sudah mandi?" Tanya Ara lagi. Ia seperti mengendus aroma tubuh Aya dengan hidungnya. "Wangi."
"Sudah. Aku pakai sabun mawar. Kalau mas mau, pakai aja. Bebas kok." Jawab Aya santai. Ara mengerutkan keningnya, lalu tertawa. " Aya, Aya." Katanya.
Aya tidak mengerti maksudnya. Ia pun mengerutkan keningnya tanda bingung.
"Baiklah. Aku mau mandi. Aku mau mencoba sabun yang kamu pakai." Sahut Ara, tapi ia masih tertawa yang membuat Aya semakin tidak mengerti apa yang lucu saat ini.
*
*
@@@#@@@#@@@
Salam
SiRA.