webnovel

Sembilan

Marisa mengerjap pelan, pandangannya agak buram, setelah beberapa kali mengerjap pelan ia melihat sekeliling ruangan nuansa putih, lalu ia melihat Putri dan Tyo berdiri disampingnya. Marisa melihat infus yang terpasang ditangannya.

"Kak Risa!"

"Marisa... Kamu sadar!"

Marisa merasa pusing, beberapa menit ia tersadar, suaminya. Julyan!

Ia mencabut paksa selang infusnya membiarkan darah mengalir, ia tak peduli, setelah nya ia beranjak pergi, ia harus melihat suaminya, dokter tidak boleh mencabut alat, tidak boleh, suaminya masih bernafas, ia tidak mungkin meninggalkan nya.

Hal itu membuat Putri dan Tyo merasa cemas, keduanya mengejar Marisa yang masih berlari ke ruang ICU.

Brakk!!

Marisa membuka kasar pintunya, ia tidak memperdulikan orang yang didalam terkejut atau tidak, yang dipikirannya hanya Julyan.

Marisa memeluk sang suami yang masih terpasang alat medis, ia menangis, "Kamu gak boleh pergi Mas.. Kamu harus bangun.." isaknya pelan.

"Apa yang terjadi?" tanya Tyo begitu sampai.

"Dokter tidak jadi mencabut nya Kak, perawat melihat tangan Julyan bergerak, itu sebabnya Julyan masih disini," jawab Bryan.

"Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Dokter bilang ada peningkatan, kondisinya mulai stabil.." lanjut Bryan.

"Aaah.. Syukurlah," ujar Tyo merasa lega, benar benar lega, Tyo tau adiknya tidak mungkin meninggalkan mereka, Julyan adik yang kuat dia pasti bisa bertahan.

"Tangan Kakak berdarah," ucap Putri merasa cemas.

"Marisa tadi langsung lari kesini, dan dia mencabut infusnya sampai berdarah," jelas Tyo.

"Biarkan saja dia masih shock," tutur Johnny.

"Putri.. Jangan khawatir," ucap Mahendra lalu mengajak Putri untuk duduk di sofa.

.

"Kenapa buat aku cemas!" tukas Putri.

Ia tengah mengobati tangan Marisa yang terluka tadi, Marisa sudah tenang sekarang, dan bergantian Tyan yang berada didalam ruangan untuk melihat Julyan.

"Maaf.."

"Kak... Jangan seperti ini, aku cemas benar benar sangat cemas," tutur Putri.

Marisa mengangguk pelan sembari tersenyum simpul, sesekali ia meringis merasa kesakitan, jarumnya benar benar menusuk ke bagian tulangnya hingga tangannya sedikit bengkak.

"Kenapa tidak ke toko?" tanya Marisa.

"Aku tidak mungkin ke toko dalam keadaan Kakak yang seperti ini," tukas Putri.

"Jangan khawatir, Kakak tidak apa apa," ujarnya pelan..

"Ini! Makanlah, aku tidak akan pergi setelah melihat Kakak makan," tukas Putri setelah mengobati tangan kakaknya, ia membuka makanan yang ia pesan barusan.

"Kamu sudah makan?" tanya Marisa.

"Jangan tanya, aku bisa makan kapanpun tidak sepertimu!" kesal Putri.

Marisa tersenyum ia mengusak surai Putri pelan, lalu memakan makanan yang Putri bawa, sejujurnya ia tak nafsu makan, tapi ia tidak mau membuat adiknya merasa khawatir, mau tidak maupun ia harus memakan makanan yang adiknya bawa.

"Bagaimana ujian mu?"

"Menyebalkan!"

"Kenapa?"

"Aku dapat nilai rendah lagi, hanya naik 3.. Padahal aku sudah bekerja keras belajar sampai larut..." keluh Putri.

"Tidak apa-apa, kamu sudah lakukan yang terbaik, naik 3 atau 6 pun hasilkan tetap sama..." balas Marisa.

"Putri bahkan tidak bisa menyamakan nilainya denganku," celetuk Hendra.

Putri melotot sembari melempar kimchi kearah Hendra.

"Dasar pudu!"

"Kak... Putri itu tidak belajar dia hanya makan roti ditokonya setiap hari, hahaa.."

"Memangnya nilai ujian mu berapa?" sela Mahendra bertanya pada Hendra.

"Peringkat 5 dari bawah?" celetuk Johnny, sembari terkekeh pelan.

"Setidaknya aku tidak berada diperingkat terakhir lagi," ujarnya membela diri.

"Itu sebabnya aku carikan les untuk kamu! Kenapa selalu bolos?" omel Tyo.

Bagus, Hendra harus bersiap mendapat omelan dari Kakak-kakak nya.

"Bahkan kau tidak akan bisa masuk universitas yang sama denganku," ledek Mahendra.

"Sialan!" umpat Hendra.

"Aku senang sekarang, hahaa.. Kak aku ketoko sekarang," Putri beranjak meledek Hendra, membuat sang empu merasa geram, setelahnya ia pergi.

"Putri!" panggil Hendra.

"Mau kemana kamu?" teriak Donny.

"Makan roti!" sahut Hendra sambil berlari mengejar Putri.

"Tunggu aku!" Mahendra pun akhirnya ikut beranjak mengejar Putri dan Hendra.

Marisa sedikit merasa terhibur, setelah melihat cekcok dari keluarganya Tyan barusan. Ia sedikit membaik.

Marisa membawa nampan dan beberapa plastik berisi bekas makanan, ia sedikit lebih kenyang meskipun masih terasa mual, ia harus menjaga perutnya agar tetap membaik, dan segera memberi tahu kabar baik pada suaminya.

Marisa berharap, semoga besok akan ada hari baik, hari yang membuatnya bahagia, semoga saja.

Marisa ingat ia harus membeli susu untuk kehamilannya, dan untung saja super market nya tak jauh dari rumah sakit, jadi ia bisa sekalian ke market setelah membuang beberapa sampah yang ia bawa.

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Rika_Rokiahcreators' thoughts