webnovel

Enam Belas

Julyan tengah berada diruang tamu saat ini, dan Johnny masih dirumah menemani Julyan, ia memilih untuk telat kekantor, pun ia sudah meminta ijin untuk bertugas setengah hari.

Julyan menghela kasar, pikirannya tak bisa tenang, Marisa sedang di toko, Julyan tau istrinya sedang dalam masalah meski tak tau apa masalahnya, ia tau persis bagaimana raut wajah istrinya saat meminta ijin pergi ke tokonya, Julyan khawatir terjadi sesuatu pada istrinya, lebih lagi Marisa sedang hamil.

"Kak! Antar aku ke toko.." pinta Julyan, Johnny sempat menolak, tapi sekali lagi ia melihat raut cemas adiknya, ia mengiyakan permintaan adiknya.

Beberapa menit sampai, Johnny berjalan memasuki toko sembari mendorong kursi roda Julyan.

Keduanya tampak bingung sekaligus terkejut, tokonya kosong tak ada satupun barang, lebih lagi Marisa tengah menunduk dimeja terlihat frustasi, sementara Hendra sedang bersama Putri.

"Marisa... Ada apa?" tanya Julyan mendekati istrinya sembari mendorong kursi rodanya sendiri.

"Mas... Kenapa kemari?" tanya Marisa terkejut setelah melihat suaminya datang bersama Johnny.

"Aku khawatir.. Jadi aku kemari.." jawabnya pelan.

Julyan melihat sekeliling toko, dan terlihat bingung kenapa tampak kosong.

"Kenapa kosong? Ada apa?"

"Ayah gila! Ayah benar benar gila! Dia pikir anaknya bisa menanggung semua hutangnya! Dasar brengsek!!" umpat Putri kesal, membuat Marisa & Julyan menoleh.

"Kalian pulang lah... Maaf sudah membuat kalian merasa tidak nyaman.." tutur Marisa pada 3 karyawannya.

"Tapi besok bagaimana?" tanya salah satu dari mereka.

"Aku akan hubungi kalian jika keadaan sudah membaik.." jawab Marisa tersenyum.

Lalu ketiga karyawan nya membungkuk pamit pulang, Marisa kembali menunduk mengusak surainya dan mengikat rambutnya.

"Hutang ayahmu?" tanya Julyan pelan, Julyan lalu mengangguk pelan.

"Saya akan kembali besok, maaf sudah membuat keributan.." ucap pria itu, Marisa diam, sementara Putri.

"Kak! Yang benar saja! Toko ini menjadi jaminan hutang ayah!" sarkasnya.

"Aishh... " lagi lagi gadis itu terlihat kesal.

"Maaf.. Bisa kita bicara sebentar... Saya suaminya Marisa, pemilik toko ini.." ucap Julyan tiba tiba.

"Mas.."

"Tidak apa.."

"Baik.. Mari pak.." sahut pria itu.

"Kak temani aku," pinta Julyan lalu Johnny mendorong kursi rodanya, dan mengikuti Julyan berbicara dengan pria itu.

Putri mendekati kakaknya sembari mengeluh, raut wajahnya tampak sedih.

"Jangan khawatir.." ucap Marisa memeluk sang adik.

"Aku bahkan ingin memukul ayah!" rengek Putri.

"Dengar! Malam ini kamu ikut Kakak ya.."

"Tapi.."

"Dengarkan apa kata Kakakmu.." sela Hendra.

"Baiklah.." ucap Putri pelan.

.

Pukul 02.00

Marisa masih belum terlelap, ia tidak bisa tidur memikirkan masalah tadi, bagaimana bisa Ayahnya meninggalkan hutang sebanyak itu, bahkan ayahnya pergi saat Marisa masih menginjak SMA.

Marisa menghela, menatap suaminya yang tengah tertidur, padahal barusaja ia berbahagia atas kesembuhan suaminya dan kehamilannya, tapi masalah selalu saja menimpa dirinya, Marisa merasa sangat bersalah pada suaminya, ia bahkan melunasi hutang ayahnya yang bahkan sudah tak terhitung jumlahnya.

"Mas... Maaf aku selalu merepotkan mu.." gumamnya pelan.

Marisa tidak boleh memikirkan hal hal lain lagi, ia tidak boleh stress ia khawatir akan keguguran lagi, tapi pikirannya tidak bisa tenang, berkali kali mencoba tenang pun tetap tidak bisa, lagi dan lagi ia membebani suaminya. Marisa tidak bisa membebani suaminya terus terusan, ia harus mencari ayahnya dan meminta pertanggung jawabnya.

"Belum tidur?"

Marisa menoleh saat melihat Julyan yang juga ikut terbangun, mungkin karna terusik.

"Kebangun yah.. Maaf.." ujarnya pelan.

"Masih mikirin masalah tadi?" tanya Julyan.

"Nggak kok..."

Marisa lalu berbaring, sembari memeluk suaminya, menyembunyikan wajahnya pada dada Julyan. Sementara Julyan memiringkan tubuhnya memeluk erat sang istri sembari mengelus pelan.

"Jangan banyak pikiran... Nanti kandungan kamu lemah.." ujar Julyan pelan.

"Kenapa masalah selalu datang? Padahal aku barusaja merasakan kebahagiaan.." ucap Marisa pelan.

"Karna semesta tau... Kamu bisa menghadapinya.. Dan kita hadapi bersama.." balas Julyan.

"Semesta tidak kasihan padaku.." lirihnya lagi.

"Semesta tau kapan akan bahagia.."

"Bahkan hanya dengan memelukmu seperti ini pun aku bahagia.." Marisa mendongak menatap Julyan.

"Mas... Janji akan selalu bersamaku? Janji tidak akan pernah meninggalkanku?"

Julyan tersenyum, "Janji!"

Marisa merasa lega sekarang, walaupun ia tau mungkin esok akan menghadapi hari yang lebih berat lagi, setidaknya Marisa tak pernah sendirian menghadapi semuanya.