Pintu mobil pun terbuka, Zaedan segera masuk dan memberikan barang belanjaannya kepada Aluna.
"Minum obatnya dulu" titah Zaedan.
"Iya kang".
Tanpa menunggu waktu lagi, Zaedan melajukan mobil BMW putih 8i miliknya. Mobil melaju menuju suatu daerah yang Aluna tidak ketahui. Tak beberapa lama, mobil tersebut sudah berada di depan salah satu butik yang sudah tak asing lagi bagi Aluna.
"Mengapa kita ke butik mba Tasya kang?" tanya Aluna
"Kau masih bertanya untuk apa?, menangnya kau mau berjalan ke mall dengan celana itu?" tanya Zaedan dengan lirikan mata ke arah celana Aluna.
Melihat lirikan Zaedan, Aluna sedikit menunduk dan sedikit salah tingkah akibat malu.
"Tunggu di sini" setelah mengucap kalimat singkat itu, Zaedan keluar dari mobil dan masuk ke dalam butik.
•
"Eh..., tuan ganteng" jawab salah satu pegawai butik, seorang pria dengan penampilan yang bertolak belakang dengan jati dirinya.
Zaedan hanya diam tanpa menanggapi, ia langsung menuju tempat di mana berbagai jenis celana di pajang di sana. Lama Zaedan memilih, dan pada akhirnya ia berhasil mendapat apa yang dia inginkan. Celana panjang longgar dengan motif garis-garis vertikal berwarna biru putih.
Zaedan berjalan menuju ke arah kasir dan meletakkan celana yang ia ambil. Tak lupa pula pria berusia 28 tahun mengeluarkan kartu debit jenis platinum miliknya.
Setelah melakukan transaksi, Zaedan segera keluar dan kembali menuju mobil.
"Ini.." tunjuk Zaedan saat ia sudah duduk di belakang kemudi. "Pakai jaket ini untuk menutupi bagian belakang mu, ganti celana mu di toilet butik, aku lupa mengajak mu sekalian tadi" lanjut Zaedan sembari melepas jaket berwarna kream dan memberikannya pada Aluna.
Aluna tak banyak bicara. Gadis itu bergegas menjalankan perintah. Ya mungkin dia merasa saat ini sedang merepotkan sang suami.
Setelah Aluna pergi, Zaedan menyandarkan tubuhnya dan memejamkan mata. Entah apa yang dipikirkan pria itu, hanya dia saja yang tahu
•
Setelah beberapa waktu berlalu, Aluna sudah kembali masuk ke dalam mobil. Gadis itu sudah terlihat lebih segar dibanding sebelumnya. Mungkin karena sudah minum obat ditambah ganti celana. Tapi..., masih ada yang kurang. Aluna malu untuk sekedar memberitahu sang suami.
"Kau kenapa lagi?, kenapa hari ini banyak sekali tingkah mu?" sarkas Zaedan saat melihat istrinya beberapa kali bergerak tak nyaman.
'Ada apa lagi sih..!', erang Zaedan dalam hati.
"Eh.., em.., tidak kenapa-kenapa kok kang" jawab Aluna dengan muka yang sedikit memerah.
"Lalu..?" tanya Zaedan kembali dengan mata memicing.
"Tidak ada apa-apa" jawab Aluna dengan wajah yang sudah benar-benar tak dapat digambarkan.
Dengan sedikit emosi Zaedan menepikan mobilnya di daerah taman yang tak sengaja di temuinya.
"Cepat katakan ada apa?!" desak Zaedan.
"Tid..."
"Jangan membantah..!, jangan sampai kau sekarat baru kau beritahu aku..!, ingat..!, ada orang tua mu di sini" bentak Zaedan.
Aluna terperangah, dia tak pernah berpikir Zaedan akan semarah ini hanya karena masalah sepele. Memang sih suaminya itu sedikit aneh dalam bersikap.
"Hah...," Aluna menghela nafas sejenak, "Saya kurang nyaman menggunakan celana ini..."
"Kenapa kau tak bilang" potong Zaedan.
"Bu.."
"Ayo cari butik lagi" Zaedan sudah ingin menyalakan mobil.
"Bukan kang..!" teriak Aluna.
"Hah..?, apa?" tanya Zaedan tak mengerti.
"Celana yang akang beli nyaman, tapi saya tidak pakai celana dalam" jawab Aluna dengan wajah yang sudah benar-benar memerah. Dia sudah tak tahan lagi dengan Zaedan, terlebih tak nyaman dengan kondisinya sekarang.
"Mengapa kau tak menggunakannya?" tanya Zaedan dengan ragu-ragu. Pria ini lebih parah dari Aluna, tidak hanya wajahnya yang memerah, telinganya pun ikut memerah.
"Bu..., bukannya saya tidak memakinya kang. Tapi..., tadi kan saya bocor.." Aluna sudah benar-benar tak habis pikir kenapa ia bisa berbicara hal seperti ini dengan seorang pria. Baiklah Zaedan memang suaminya, tapi mereka berdua tidak seperti sepasang suami istri pada umunya.
"Kenapa tak bilang dari awal, waktu aku masuk ke butik.." Zaedan terdiam sejenak. "Lalu kenapa kau tak inisiatif untuk membelinya sendiri?" tanya Zaedan dengan sedikit memicingkan matanya.
"Eh.., it..., itu.., saya tidak membawa uang" Aluna mengusap pelan tengkuknya. "Saya juga lupa kalau celana dalam saya juga ikut terkena darah", lanjut Aluna dengan kepala yang menunduk.
Melihat dan mendengar itu semua Zaedan hanya menggeleng sambil menghela nafas pendek.
"Hah..., kita pulang saja" ucap Zaedan tanpa menunggu respon Aluna langsung menghidupkan mobil.
Aluna hanya mengangguk pelan pertanda setuju.
•
"Loh, kok sudah pulang?" tanya Melinda saat melihat anak dan menantunya itu sudah kembali ke rumah.
"Cuma jalan-jalan sebentar ma" jawab Zaedan sambil berlalu begitu saja.
"Siapa di dapur ma?" tanya Aluna saat telinganya mendengar suara yang tak asing baginya.
"Ambu, barusan datang" jawab Melinda sambil tersenyum.
"Wah..., ambu" ucap Aluna sumringah, gadis itu spontan menggandeng tangan sang mertua dan berjalan menuju arah dapur.
"Bukannya kau mau mengganti celana mu?" tanya Zaedan di atas tangga.
"Ah iya" spontan Aluna berhenti.
"Ganti celana apa sayang?" tanya Melinda penasaran.
"Ah.., it.., itu.., ganti celana ini ma, kurang nyaman" jawab Aluna.
"Loh.., beli celana?" tanya Melinda heran saat melihat celana yang Aluna gunakan berbeda saat gadis itu keluar rumah tadi.
"Ah, itu...,"
"Sudahlah ma.." potong Zaedan. "Ayo naik!", sambil memandang tajam Aluna.
Melihat gerak tubuh Melinda yang menyuruh dia cepat naik, Aluna pun segera mengikuti.
***
Cukup sudah hari ini. Zaedan benar-benar kewalahan menghadapi beberapa insiden memalukan plus mengesalkan baginya. Dimulai dari berdarahnya Aluna, membelikan pembalut dan obat pereda haid, membelikan celana, dan dilengkapi dengan obrolan tak berguna mengenai masalah celana dalam. Sungguh mengesalkan bagi Zaedan.
Ditambah Insiden di meja makan sebelumnya. Saat itu makan malam di rumah keluarga Akbara. Makan malam yang awalnya meriah karena dihadiri keluarga Aluna dari Bandung. Tidak hanya keluarga inti, beberapa anggota keluarga besar juga datang karena beberapa hari lagi pesta pernikahan ke dua akan dilaksanakan.
Awalnya Zaedan biasa-biasa saja, sampai pada akhirnya masalah muncul ketika salah satu paman Aluna yang bernama Cecep berbicara. Waktu itu dengan bangganya Cecep berbicara di depan semua orang. Tidak.., tidak.., bukan berbicara ngobrol biasa. Melainkan menawarkan sesuatu kepada Zaedan.
"Ibu-ibu, bapak- bapak. Berhubung saya bukan orang berada dan keluarga pak Yudistira juga sudah memilki segalanya. Jadi saya hanya ingin memberikan sesuatu kepada si kasep" ucap Cecep sambil memandang Zaedan dengan senyum aneh versi Zaedan.
Semua orang diam, menunggu Cecep melanjutkan ucapannya sekaligus menunjukkan hadiah apa yang ia bilang sebagai hadiah pernikahan untuk Aluna dan Zaedan.
"Tara..., ini dia. Jamu tradisional dengan resep asli turun temurun dari keluarga, dijamin kasep bakalan menang euyy di ranjang" ucap Cecep dengan entengnya.
Sebenarnya bukan hanya Zaedan yang jengkel. Pak Hasan dan bu Ros pun merasakan hal yang sama, saudara sepupu bu Ros ini memang benar-benar tengil. Padahal sudah tua. Tapi, melihat reaksi Yudistira dan Melinda yang tertawa lepas akan hal itu membuat pak Hasan dan bu Ros merasa lega.
Tapi, lain hanya dengan Zaedan. Muka dan telinganya benar-benar tampak memerah.
'Apa lagi ini.., Ah..!' erang Zaedan dalam hati.
***
Author butuh support ini, caranya gampang
1. Jangan Lupa sedekah Power Stone (PS) setiap hari
2. Masukkan cerita ini ke koleksi kalian ya
3. Beri review yang baik dan positif
4. Beri author gift
5. Komentar positif dan membangun
6. Share cerita ini kepada orang-orang terdekat kalian
Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....
Ingat...
1. Power Stone (PS)
2. Jadiin koleksi bacaan
3. Review ceritanya
4. Beri gift
5. komen
6. share
Follow ig author untuk dapat info-info terupdate
@pemujakhayalan