Hari ini adalah hari libur, Aluna dan Zaedan sedang dalam perjalanan menuju mall untuk sekedar makan dan membeli keperluan buat besok. Ya.., besok adalah hari di mana Aluna akan diwisuda, rasanya sangat susah untuk dideskripsikan bagi gadis kelahiran kota dengan julukan Paris Van Java itu. Sebenarnya acara jalan-jalan ini bukan kemauan dari dua insan tersebut, tentu..., terutama Zaedan.
Semuanya ide dari Melinda, wanita itu memaksa Zaedan untuk jalan-jalan bersama sang istri. Melinda juga memaksa Aluna untuk pergi ke butik dan memilih kebaya terbaik sesuai keinginan menantunya untuk digunakan saat wisuda nanti. Awalnya Zaedan menolak, tapi ya akhirnya dia tal bisa berbuat apa-apa.
"Kamu kenapa..?" tanya Zaedan sembari menoleh ke arah samping
"Eh.., e..., e..., em..., tidak kenapa-kenapa kang" jawab Aluna sambil mengusung senyum yang tak mengenakan. Jelas saja, ekspresi itu cenderung kelihatan seperti orang yang sedang kesakitan dibanding senyum.
"Kalo sakit bilang sakit, aku tidak mau nanti mama dan kakek memarahi ku jika terjadi sesuatu pada mu, terlebih saat ini keluarga sedang di Jakarta, mau ditaruh di mana muka ku. Bisa-bisa aku dicap sebagai suami yang tak bertanggung jawab lagi" keluh Zaedan.
Aluna hanya diam tanpa menanggapi ucapan Zaedan. Tepatnya karena gadis itu sekarang benar-benar sedang menahan rasa sakit luar biasa di bagian perut. Melihat hal itu Zaedan segera mencari tempat untuk menepi sebentar.
"Kau kenapa..?" tanya Zaedan, ada sedikit nada khawatir melihat Aluna seperti benar-benar sedang kesakitan.
"Ka.., kang.., uuh.., bisa kita ke supermarket atau warung terdekat sekarang.., Ah iya, sama ke apotek" Aluna menjawab terbata-bata.
"Baiklah.." tanpa basa basi Zaedan memacu mobil BMW i8 berwarna putih miliknya itu.
Zaedan membawa kendaraan dengan sedikit kencang, sesekali ia melihat ke arah samping sekedar memastikan kondisi Aluna. Mobil melaju hingga akhirnya sampai di sebuah minimarket yang beruntungnya berdekatan dengan apotek. Hanya berjarak dua unit ruko saja.
"Sudah sampai.." jawab Zaedan
"Makasih kang.." Aluna segera membuka pintu dan menutupnya kembali, bahkan Zaedan belum sempat menoleh ke arahnya.
Tapi tak lama kemudian, pintu mobil kembali terbuka.
"Hah..?, kenapa lagi..?, ada yang ketinggalan?" tanya Zaedan.
"Ti..., tidak ada kang.." Aluna menjawab sambil menunduk, tak lama ia kembali berbicara, "Sebelumnya saya minta maaf sekali kang, huh..." Aluna menghela nafas kasar.
"Ada apa?.." tanya Zaedan kembali.
"Anu..., em..., em..., a.."
"Bicara yang jelas..!" sergah Zaedan.
"A.., anu, saya ingin meminta tolong akang. Saya mohon" ucap Aluna benar- benar memohon dengan ekspresi sangat menyedihkan. Bahkan mata bulat itu sudah bergelinjang air mata, antara menahan sakit dan rasa malu.
"Minta tolong apa?"
"Itu..., bisakah akang membeli kan saya pembalut. Maaf, saya ternyata datang bulan" jawab Aluna dengan wajah yang sedikit memerah.
"Hah..?, apa aku tak salah dengar..?, pembeli kan kau benda menjijikkan itu?" tanya Zaedan tak percaya. "Kenapa tidak kau saja yang membelinya?, kau kan tadi sudah keluar, kenapa masuk kembali dan meminta aku yang membeli itu?", Zaedaj sedikit gugup, "Atau jangan-jangan kau sengaja ingin mengerjai ku ya?" tanya kembali.
"Ti.., tidak kang. Saya memang awalnya ingin membeli sendiri, tapi..." kalimat Aluna terhenti saat Aluna sedikit memiringkan tubuhnya membelakangi Zaedan. Di situlah Zaedan paham kondisi yang saat ini dihadapi oleh gadis tersebut. 'Ah.., mengapa juga gadis itu harus menggunakan celana putih hari ini, benar-benar menyebalkan!', batin Zaedan.
Melihat kondisi yang terjadi saat ini dan terlebih raut wajah Aluna yang memang memperhatikan. Zaedan akhirnya mau tak mau membantu gadis itu.
"Huh.., baiklah. Kau tunggu saja di sini, tadi kau juga ingin ke apotek, apa yang kau perlukan?" tanya Zaedan.
"Oh itu, tolong beli kan saya obat pereda haid. Em.., biasanya saya mengonsumsi obat yang namanya Naproxen" balas Aluna.
Tanpa berbicara lagi, Zaedan segera keluar dari mobil dan berjalan ke arah minimarket.
Saat mendorong pintu yang terbuat dari kaca tersebut, Zaedan merasa perasaannya sungguh tak karuan, ada rasa malu, gugup, dan juga..., entahlah, dia pun tak tahu pasti. Zaedan berjalan menyisiri rak-rak barang. Setelah beberapa menit berkeliling, akhirnya ia menemui apa yang ingin dia cari.
Lama Zaedan terdiam, ia sedikit bingung setelah mengetahui bahwa benda itu ternyata banyak jenisnya, 'merk apa yang biasanya ia gunakan?', batin Zaedan. Hingga pada akhirnya Zaedan dikejutkan dengan suara sapaan dari salah satu pegawai yang sedang mengecek barang.
"Cari apa pak?, bisa saya bantu?" tanya pegawai tersebut.
"Hah?, oh.., em.., saya lagi mencari itu" balas Zaedan sambil menunjuk benda yang ingin ia beli. "I.., itu untuk istri saya, dia sedang sakit karena siklus yang ia dapat. Makanya saya yang inisiatif untuk membelikannya" sambung Zaedan.
Pegawai tersebut tersenyum dan memaklumi tingkah Zaedan, memang terkadang pria paling anti dengan benda itu. "Lalu.., mengapa bapak tidak segera mengambilnya agar istri bapak segera menggunakan itu" tanya si pegawai.
"Huh.., masalahnya saya lupa menanyakan padanya merk apa yang biasa dia gunakan" balas Zaedan sedikit lesu, tak biasanya Zaedan berekspresi seperti itu. "Kau bisa membantu ku?, kau kan perempuan, pasti kau tahu merk apa yang paling bagus" tambah Zaedan.
"Em..., saya kurang tahu pasti pak, soalnya setiap perempuan bisa saja menggunakan merk yang berbeda-beda. Mungkin yang ini karena merk ini cukup populer" ucap si pegawai sambil menunjuk salah satu merk pembalut yang ada.
"Baiklah aku ambil yang ini.." ucap Zaedan dan dengan cepat mengambil benda tersebut lalu ingin bergegas menuju kasir.
"Eh pak"
"Ada apa..?" tanya Zaedan.
"Eh.., saya lupa apakah istri bapak menggunakan yang biasa atau yang bersayap" jawab Pegawai yang sebenarnya juga sedikit malu membicarakan hal pribadi tersebut kepada lawan jenisnya.
"Hah..?" Zaedan kebingungan, "Selain merk, ada yang bersayap dan tidak bersayap juga" tanya Zaedan.
"He'em.." balas pegawai dengan anggukan.
"Huh.., yasudah , aku beli dua-duanya dengan merk yang sama" putus Zaedan dan segera menghampiri kasir.
Namun masalah belum selesai, Zaedan harus berusaha menutupi barang yang ia pegang. Sebab antrian cukup panjang dan beberapa orang memandang ke arahnya.
"Silahkan pak belanjaannya" ucap si kasir.
"Ini.." dengan ragu Zaedan meletakkan dua bungkus pembalut, "Punya istri saya" cepat-cepat Zaedan berbicara setelah melihat kasir di hadapannya tengah menahan untuk tersenyum.
"Bapak suami yang pengertian, ini barangnya dan ini kembaliannya".
"Terima kasih.." tanpa berbasa-basi Zaedan bergegas keluar dengan perasaan malu yang luar biasa.
โข
"Selamat pagi pak, ada perlu apa?" tanya penjaga apotek.
"Em..., saya ingin membeli obat pereda haid untuk istri saya" balas Zaedan.
"Obat jenis apa yang biasa dikonsumsi istri bapak?" kembali penjaga apotek bertanya.
"Naproxen, ada..?"
"Oh sebentar pak" penjaga apotek sedang mencari obat yang Zaedan perlukan, "Ini pak" ucap penjaga apotek sembari menyerahkan obat dalam plastik berwarna biru.
"terima kasih" balas Zaedan setelah melakukan transaksi.
***
Author butuh support ini, caranya gampang
1. Jangan Lupa sedekah Power Stone (PS) setiap hari
2. Masukkan cerita ini ke koleksi kalian ya
3. Beri review yang baik dan positif
4. Komentar positif dan membangun
5. Share cerita ini kepada orang-orang terdekat kalian
Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....
Ingat...
1. Power Stone (PS)
2. Jadiin koleksi bacaan
3. Review ceritanya
4. komen
5. share
Follow ig author untuk dapat info-info terupdate
@pemujakhayalan