Beberapa Ortuos yang sedang membangun pelontar besar itu tidak menyadari bahwa kehadiran Alice telah berada di tengah-tengah mereka.
Dengan langkah kakinya yang hati-hati, Alice melewati jebakan dengan sempurna. Terkadang ia menyimpuhkan kedua tangannya di perut dan memperhatikan sekitar. D
"Di sana, di sana, dan di sana. Hmm... mungkin aku bisa menjadikan mereka sebagai tikus percobaan."
Ia pun menepuk tangannya sekali dan semua perhatian Ortuos langsung tertuju kepadanya. Sayangnya sebelum para Ortuos itu berhasil menyerang, pergerakan mereka telah terlebih dahulu dikunci oleh Alice.
Seperti rantai merah yang mengeluarkan aura hitam, duri-duri merekah dari kerasnya benda tersebut. Menjilat. Melilit.
Mengitari tubuh mereka layaknya kepompong.
"Ara. Fufufufu. Bagaimana rasanya? Apa kalian menikmati salam hangat dariku?"
Alice berjalan mendekati salah satu Ortuos, lalu ia membelai dagunya perlahan-lahan.
"Pasti rasanya hangat, bukan? kau juga setuju denganku, 'kan?"
Setelah itu beralih ke Ortuos yang ada di sampingnya, kali ini wanita berambut hitam tenang itu menyentuh perut sang Ortuos.
"Hmm. Perut temanmu yang satu ini sedikit besar, berisi, dan juga bergerak ketika aku pegang. Apakah kau barus saja memakan makhluk hidup?"
Perut Ortuos yang dipegangnya itu bergerumul, lalu menampakkan sebuah wajah yang berusaha sedang mengatakan sesuatu kepada Alice. Namun, ia hanya tertawa kecil sebelum akhirnya berbalik sambil menutup mulutnya.
"Sebenarnya aku tidak suka langsung terjun ke lapangan seperti ini, tapi karena Lukas memberitahuku jika ini adalah kasus yang cukup aneh. Aku pun tertarik, sayangnya mengapa aku mendapatkan kalian sebagai target percobaanku... huhhh."
Namun, para Ortuos yang telah terkunci sepenuhnya tidak bisa bergerak. Mengeluarkan geraman saja tidak bisa, apalagi berusaha menyerang Alice yang berada tepat di depan mata mereka.
Ketika Alice menepuk tangannya, seekor monster hitam legam menyerupai beruang muncul dari dalam tanah.
"Vaskal, kuserahkan sisanya padamu."
Makhluk besar hitam itu pun berteriak. Bentuk tubuh yang sebelumnya menyerupai beruang langsung berubah menjadi mulut raksasa yang dipenuhi oleh taring. Dan dalam sekali lahap semua Ortuos di sana pun lenyap.
Alice pun tertawa kecil sembari bertepuk tangan, "Bagus, bagus. Kau memang selalu bisa diandalkan jika aku selalu ingin mengotori tanganku."
Untuk beberapa alasan Alice kembali memeriksa tempat itu sebelum akhirnya melaporkan semua yang ia lihat di sana menggunakan komunikasi jarak jauh dengan sihir suara.
"Lukas, Lukas. Apa kau bisa mendengarku?"
"Sangat jelas. Bagaimana dengan yang ada di sana, apa semuanya baik-baik saja?"
"Ya. tidak ada yang aneh, meski membuatku sangat kecewa"
"Kau ini. Aku ingatkan sekali lagi, sekarang kita tidak sedang piknik, Alice"
"Aku tahu itu, tetapi mengapa teman bermainku begitu sangat mudah untuk dikalahkan?"
"Seharusnya kau bersyukur akan hal tersebut, mungkin setelah pulang nanti aku tidak perlu membuatkanmu puding lagi"
"Awww. Baiklah."
Ekspresi Alice yang sebelumnya bangga itu langsung pudar dan menjadi murung.
"Kita lanjutkan pembicaraan ini dengan hasil yang kau dapatkan"
"Baiklah. Sepertinya para Ortuos yang ada di sini ingin mencoba untuk menghancurkan tembok pembatas. Aku bisa melihat ada beberapa pelontar kecil dan juga besar, tapi yang menjadi perhatianku saat ini adalah makhluk yang mereka coba bangkitkan... "
"Hmm? Biar kutebak, Meetus, bukan?"
Alice pun menghela napas, "Jika kau sudah mengetahuinya, mengapa aku juga harus turun tangan?"
"Hahahaha. Kau akan segera mengetahuinya, lagi pula aku tidak bisa berpindah tempat secepat itu. Seharusnya kau mengerti akan hal itu, Alice"
"Dasar. Baiklah, jika apa yang kau katakan itu benar, semoga saja itu bisa menghiburku—"
Namun, tempat itu tiba-tiba saja bergetar hebat. Sontak Alice pun langsung terbang menggunakan sayapnya dan memanggil kembali makhluk yang ia keluarkan.
[Apa ini yang Lukas maksud?]
"Kau mengerti, 'kan?"
"Kurang lebih, tapi kita lihat saja nanti. Apa ini bisa menghiburku atau tidak? Kalau begitu aku akan memutuskan percakapan ini," ucap Alice lalu menyelesaikannya.
Wajahnya kini menatap ke bawah dengan fenomena yang baru saja terjadi. Tanah bergetar hebat, retakan menjalar di seluruh bagian tempat itu, lalu akhirnya muncul sebuah pentagram sihir berwarna ungu.
Dari dalam pentagram sihir itu sebuah tangan tiba-tiba saja keluar, lalu mencoba meremas tanah seperti kain lembut.
Alhasil tanah yang ada di dalam tekanannya hancur seketika diikuti oleh geraman besar yang mengeluarkan angin hebat dari dalamnya.
Tidak lama setelah itu sesosok makhluk raksasa setinggi delapan meter muncul dari dalam jurang kegelapan merangkak keluar bersama dengan sekumpulan orbs yang melarikan diri.
Mulutnya menganga lebar, tanpa mata, dan hidung. Hampir seluruh tubuhnya dipenuhi oleh tumpukan mayat busuk.
"Hmmm. Jadi sekarang aku akan berhadapan dengan makhluk besar ini, huh? Lumayan juga sebagai pemanasan."
Begitu sang Meetus menyadari kehadiran Alice di langit, tangan kanannya langsung terayun. Alice sendiri dengan cepat menghindari serangan itu dan bermanuver dilangit sambil melepaskan delapan buah rantai merah.
Semua rantai itu langsung menembus tubuh sang Meetus dan menguncinya di sana. Namun, makhluk itu langsung bisa menghancurkan kunciannya. Rantai yang membelenggunya pun hancur berkeping-keping.
Sementara itu Alice masih mengamatinya dari atas. Kedua matanya menerka jauh ke dalam tubuh sang Meetus. Hingga pada satu titik yang mana membuat Alice tersenyum kecil sebelum akhirnya melepaskan kembali rantai belenggu.
Serangan itu kembali mengunci Meetus, tapi kembali hancur, lagi, lagi, lagi, dan lagi. Usaha Alice untuk membelenggunya tampak sia-sia, tetapi itu bukanlah niat sebenarnya Alice berusaha untuk membuat makhluk raksasa setinggi delapan meter itu terkunci dengan sia-sia.
Lalu begitu Meetus itu meluapkan gelombang suara yang sangat nyaring. Sontak udara di sekitarnya pun bergetar hebat dan membuat Alice sedikit kewalahan.
Namun, dengan cepat Alice membuat beberapa pelindung di sekitarnya. Kembali menstabilkan kedua sayapnya, lalu mengeluarkan sebuah makhluk yang sama besarnya dengan sang Meetus tepat di hadapan makhluk raksasa itu sendiri.
Tak berbentuk pasti dengan gumpalan aura hitam yang menyelimutinya. Matanya yang merah menyala bersinar sekejap sebelum satu ayunan kuat dari sabitnya memotong kepala Meetus dalam sekali kedipan mata.
"Ini membosankan. Apa hanya seperti ini saja usahamu untuk membuatku puas?" tanyanya sambil menghela napas.
Namun, makhluk raksasa itu kembali bergerak. Kedua tangannya langsung memungut kepala yang terbelah dan memasangnya kembali seperti tidak terjadi apa-apa.
Melihat itu, Alice pun tertawa kecil. Makhluk panggilannya kembali mengayunkan sabit, tapi serangannya ditahan oleh
Meetus dengan sempurna. Memanfaatkan momentum itu, Alice memanggil makhluk lainnya dari belakang.
Kali ini makhluk yang ia panggil berupa Ortuos raksasa. Seluruh tubuhnya dilengkapi oleh zirah tulang dan dedaunan ungu yang busuk.
Ketika ia mencoba merangkak bersamaan dengan mulutnya yang terbuka sangat lebar. Sebuah plasma hitam legam keluar dengan daya kejut besar. Sayangnya sang Meetus tidak bisa bergerak karena ia sedang menahan serangan makhluk panggilan lainnya, alhasil bersama dengan makhluk itu sosoknya pun lenyap tak tersisa begitu plasma menghantamnya.
Alice pun kembali tersenyum dari balik sang Ortuos raksasa. Mendarat di punggung kanannya, setelah itu ia menguap.
"Lumayan juga. Apakah dengan ini semuanya telah selesai?"
Tidak lama setelah itu Lukas kembali menghubunginya melalui telepati dan meminta semua orang berkumpul di titik yang telah ditentukan jika misinya telah selesai.
Mengetahui itu Alice menjentikkan jarinya dan sang Ortuos raksasa langsung terkubur hidup-hidup jauh di dalam tanah. Sementara ia sendiri kembali mengepakkan sayapnya dan pergi meninggalkan tempat itu.