webnovel

Alta dan Allamanda

Philosophy Color Series 1 ## Bagi Lamanda, Alta adalah pembawa masalah dalam hidupnya. Tapi, bagi Alta, Lamanda adalah sebuah petaka, pembawa sial yang harus segera ia lenyapkan. Perjalanan cerita mereka penuh misteri, penuh dendam, dan.. luka. Hingga, pada akhirnya, salah satu dari mereka kalah telak dan merasakan beratnya penyesalan. Selamat membaca

yupitawdr · Teen
Not enough ratings
149 Chs

Bab 4 B | Hansel & Grettel

***

"Altaa!" panggil seseorang membuat Alta-yang hendak memasuki kantin bersama ketiga temannya-menghentikan langkahnya karena tangannya ditarik seseorang. Ia berbalik.

Melihat Liora dan dua temannya -Laudi dan Marsha-, Alta menghembuskan napas kesal kemudian memberi isyarat pada ketiga temannya untuk berjalan terlebih dahulu. Ia menatap Liora yang sedang tersenyum lebar di hadapannya. "Apa?" tanya Alta malas.

Liora tidak menjawab, ia menggamit lengan Alta memasuki kantin membuat seisi kantin mengarahkan pandangan dan menghentikan aktifitas sejenak.

Mereka tidak ingin melewatkan momen berharga ini. Ini akan menjadi trending topik yang tidak akan habis dibahas selama seminggu di sekolah.

Kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya.

Alta berhenti berjalan dan mengehempaskan tangan Liora dari lengannya. "Mau lo apa sih?"

"Gue mau makan sama lo."

"Gue nggak mau."

Alta berjalan meninggalkan Liora, namun belum genap empat langkah lagi-lagi Liora menahan lengannya.

"Apa salahnya sih makan sama gue? Oh atau lo takut sama cewek yang lo bilang pacar itu?"

Dengan paksa Alta menyingkirkan tangan Liora dan berbalik menghadap Liora.

"Berhenti gangguin gue deh, Ra. Gue risih."

"Itu karena gue cinta sama lo dan lo tahu itu."

"Tapi gue enggak," tegas Alta. Ia sudah tidak peduli jika dicap sebagai cowok tidak punya hati yang dipikirkannya adalah bagaimana menghentikan aksi-aksi bodoh Liora.

"Bilang gue kurang apa?" Liora mengatakannya dengan bergetar, "gue pintar, cantik, kaya, apa itu belum cukup? Gue lebih dari cewek kampungan itu."

Perkataan Liora sungguh menggelikan bagi Alta. Ia tidak habis pikir bagaimana Liora yang pintar itu bisa menjadi begitu bodoh hanya karena dirinya.

"Lo kurang berharga diri."

Mata Liora memanas mendengar ucapan Alta, "Gue nggak peduli. Be my boyfriend, please." Liora memohon untuk yang entah keberapa kalinya.

"Urat malu lo udah putus ya? Lo udah tahu kalau gue punya pacar dan lo masih ngejar-ngejar gue."

Kalimat Alta seakan bertanya dan mengatai Liora sekaligus. Liora dapat merasakan sakit di hatinya.

"Gue gak peduli lo mau ngomong apa. Gue cinta sama lo," tegas Liora.

"Kayanya lo kelebihan hormon testosteron. Lebih baik lo periksa ke dokter karena itu sangat menggangu."

Alta meninggalkan Liora yang wajahnya merah padam. Jelas Liora malu karena Alta mengatakannya di hadapan banyak murid dan sekarang sudah dapat dipastikan ia akan menjadi lelucon yang gak akan habis dibahas.

Dengan segenap rasa percaya dirinya, Liora mengangkat wajahnya, ia tidak peduli pada siapapun lagi. Ia hanya ingin Alta menjadi miliknya.

"Lo cuma boleh sama gue, Alta. Sampai kapapun!!" teriak Liora namun tidak ada tanggapan dari Alta.

Sudah cukup malu Liora hari ini maka ia meninggalkan kantin sebelum air mata sialan itu menetes. Laudi dan Marsha yang sejak tadi menahan tawanya melihat kebodohan Liora memilih melanjutkan niat mereka untuk ke kantin. Makan.

"Parah lo." tutur Keral ketika Alta duduk di sebelahnya.

Alta tidak menjawab, ia mengeluarkan ponsel di saku kemejanya dan mulai sibuk sendiri.

Satya yang memang suka ingin tahu jelas kepo tapi ia mengurungkan niatnya bertanya melihat Alta yang sepertinya badmood. Ia memilih memesankan makanan untuk ketiga temannya karena sekarang memang giliran Satya.

Setelah makanan datang, mereka langsung makan sambil membahas hal-hal absurd, misalnya..

"Lo tahu ukuran BH Laudi gak, Ral?" tanya Satya pada Keral sambil menyendokkan batagor ke mulutnya. Ia menyeringai saat melihat wajah Keral yang kesal.

"38D."

"Gede amat." Satya geleng-geleng kepala.

Alta melihat sekilas lalu kembali makan mie ayam dihadapannya. Ia benar-benar lapar. Ulangan fisika beberapa saat lalu benar-benar menguras tenaganya.

"Gue sama Laudi udah putus. Nggak usah bahas hal menjijikkan lagi." Keral mengibaskan tangannya acuh. Seakan ingin cepat mengakhiri bahasan masa lalunya yang menyebalkan.

"Gue cuma ngetes daya ingat lo. Kalau makanan favorit Laudi apa Ral?"

"Gue lupa."

Satya terkikik mendengar jawaban Keral. Ukuran BH ingat, makanan favorit lupa. Dasar. "Kalau celana dalam Laudi yang terakhir lo lihat warna apa?"

"Hitam."

Satya tertawa keras. Sekarang ia percaya tentang rumor kalau Laudi memang sudah nggak virgin.

Alta berdecih. "Giliran yang tabu-tabu lo ingat. Bangsat emang."

Keral mendengus sebal. "Artinya gue normal. Daripada lo." Keral melirik Alta.

"Kenapa gue?"

"Lo normal nggak sih?".

"Normal lah."

"Liora itu cantik tapi gak lo respon. Apa namanya kalau bukan abnormal?"

"She's not my type."

Keral berdecak. Liora itu cantik, kaya, seksi, kapten cheersleader dan anggota OSIS. Jadi, setinggi apa tipe Alta sehingga Liora tidak termasuk dalam tipenya.

Mata Keral tertuju pada Raskal yang diam tidak sedikitpun menyentuh nasi goreng kesukaannya. "Kenapa lo?" tanya Keral sambil menyenggol lengan Raskal. Membuat Raskal terlonjak kaget.

"Gue lagi banyak pikiran, pusing gue."

Keral memutar matanya "Sok banget lo."

"Gue lagi jatuh cinta nih." kata Raskal tiba-tiba.

"Playboy kayak lo itu cuma ngandelin nafsu bukan cinta. Lo aja gonta-ganti cewek kaya ganti daleman. Sehari bisa dua sampai tiga kali," cibir Satya.

Raskal mendengus mendengar ucapan Satya. Sok tahu banget jadi orang. "Tahu apa lo soal cinta?."

"Cinta itu cuma tentang dua soal. Jatuh hati dan patah hati. Kalau hati lo jatuh terus ada yang nangkep itu mah alhamdulillah. Masalahnya itu kalau nggak ada yang nangkep. Bisa patah tuh hati." Satya mengeluarkan hipotesa cerdasnya, sepertinya Satya sedang bermetamorfosa menjadi penyair, kata-katanya seniman banget.

Keral terkekeh mendengar jawaban Satya yang ada benarnya juga. Ia menatap Raskal yang masih mengerutkan alis tebalnya. "Cinta itu simple, Kal. Lo deg-deg an kalo dekat dia. Berarti lo jatuh cinta sama dia."

"Gue juga suka deg-degan kalau dekat Bu Ramti," kata Alta tiba-tiba. Sepertinya ia tertarik akan bahasan temannya, jadi ia ikut nimbrung.

"Itu karena lo takut Bu Ramti bakal ngebabat rambut lo sampai botak," ketus Keral karena Alta secara tidak sengaja mematahkan pendapatnya.

Alta hanya mengedikkan bahunya lalu makan kembali. Sepertinya ia sudah salah bicara tadi.

"Ck. Gue beneran lagi jatuh cinta." Raskal berdecak dan mengembalikan bahasan pada topik awal.

"Sama siapa lagi?" Keral bertanya tanpa minat. Pasalnya ia sudah bosan dengan cerita cinta Raskal yang playboy itu. Setiap hari Raskal hanya akan bercerita tentang si Karina, si Amanda, si Steffi, si Martha, dan banyak cewek lainnya dengan nama dan wujud yang berbeda, dan itu sangat membosankan.

"Sama dia, Ral," Raskal nampak serius. "Gue gak tahu sejak kapan." ia mulai senyum-senyum nggak jelas.

Satya mulai tidak sabaran dan greget melihat Raskal. "Dia siapa? Lo basa-basi."

"Sama Arsya," jawab Raskal singkat. Membuat salah satu temannya tersedak. "Kaget kan lo, Ral? Sampai keselek es batu, padahal gue cuma bohong. Mana mau gue sama model triplek kayak begituan."

Keral masih terbatuk. Ia meraih botol air mineral dan membukanya. Menegakknya setengah hingga batuknya reda.

"Gue tuh lagi jatuh cinta sama Ariana Grande. Apalagi pas dia lagi pakai lingerie." Raskal tersenyum lebar tanpa dosa.

Alta yang mendengar itu langsung menarik piring nasi goreng Raskal lalu memakannya dengan santai.

Raskal melotot dan menatap nanar nasi gorengngnya. "NASI GORENG GUUEEE!!" Teriakan Raskal menggema ke seantero kantin berbarengan dengan gelak tawa ketiga temannya.

"Daripada nggak lo makan dan mubadzir ya kan?"

***

Terimakasih sudah membaca sejauh ini:)