webnovel

ALPHA.

Menerima perjodohan hanya untuk balas dendam. Itulah yang di lakukan Alpha Shaqille Elvern kepada istrinya Aranka Demetria Carden, wanita yang ia nikahi lima tahun yang lalu. Istri yang tidak pernah ia sentuh bahkan sangat ia benci. Bukan tanpa alasan Alpha Shaqille Elvern membenci Aranka Demetria, kebencian Alpha Shaqille bermula dari satu kejadian pembunuhan yang terjadi hingga menewaskan Aldrich Casey Elvern, Ayah Alpha Shaqille. Dan pelaku pembunuhan sadis tersebut tidak lain adalah Ayah dari Aranka Demetria, yaitu Acheron Flavio Carden. Semua berawal dari cinta masa lalu dan obsesi juga ambisi demi merebut sebuah harta kekayaan yang di milikin oleh keluarga Elvern. Hingga balas dendam pun terjadi. Di mana Acheron Flavio Carden membuat satu kesalahan karena membiarkan Alpha Shaqille tetap hidup dan akhirnya menjadi bencana bagi keluarganya. Bagaimana Aranka Demetria menghadapi sikap dingin dan kebencian dari suaminya Alpha Shaqille Elvern. Suami yang sangat di cintainya, bagaimana Aranka melewati masa-masa sulit untuk kembali merebut hati suaminya yang juga di cintai oleh wanita lain. Dan bagaimana reaksi Aranka Demetria saat mengetahui rahasia besar yang di sembunyikan oleh Ayahnya selama ini. Dan bagaimana Alpha Shaqille melewati hari-harinya yang di penuhi oleh kebencian, melawati mimpi buruk, dan kerinduan kepada orang-orang yang sangat di cintainya.

Audrey_16 · Urban
Not enough ratings
284 Chs

Hilangnya Aranka Demetria.

HOSPITAL.

Aranka Demetria merapatkan pantatnya di pinggiran ranjang pansiennya. Tatapannya jauh menerawang keluar jendela kamarnya. Bayangan wanita yang sudah hampir di lupakan bagaimana raut wajahnya itu kembali terlintas dipikirannya, setelah sekian lama ia hampir melupakan kenangan indah yang pernah mereka lalui bersama, sosok yang selalu mengusap air matanya, mendengar semua keluh kesahnya, yang selalu ikut tertawa bersamanya.

Selama ini Aranka Demetria terlalu sibuk mencintai suaminya, sibuk menyakiti dirinya sendiri, dan menagis seorang diri. Menjalani rumah tangga yang bahkan sampai melupakan sosok yang telah membuatnya ingin menjalani semua penderitaan selama ini. Hanya agar bisa merasakan apa yang di rasakan oleh ibunya, juga keinginan sang Ayah yang saat itu selalu menyakinkannya akan ada kebahagian setelah pernikahan. Bahkan hal bodoh yang ia lakukan berakhir dengan dirinya yang hampir merenggang nyawa.

"Ibu,"

Gumam Aranka Demetria perlahan, menarik nafas dalam, mencoba memejam agar lebih mengingat lagi bagaimana rupa sang ibu yang sudah puluhan tahun ini meninggalkan dirinya sendirian.

'Apa ini belum cukup Bu? Selama ini Aku sudah menjalani hari hari seperti yang ibu jalani dulu, ternyata begini rasanya, perasaan inikah yang selalu ibu rasakan dulu? Mencintai Ayah yang tidak pernah mencintai ibu.'

Aranka Demetria menarik nafas dalam, senyum tipis tersungging di bibirnya yang masih nampak lebam akibat pukulan Ayahnya.

'Setidaknya anak ibu ini sudah merasakan apa yang ibu rasakan dulu, menjalani hari hari yang sulit sendirian. Ibu tidak perlu sedih sekarang, meskipun aku merasa sebagai wanita yang bodoh karena terus bertahan bersamanya. Tapi semuanya akan berakhir, aku akan mengakhirinya dan melakukan hal yang seperti ibu lakukan.'

Aranka Demetria merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, mencoba melepas lelah dan rasa sakitnya, berharap bisa terlelap hanya untuk malam ini saja dan melupakan semua hal yang membuatnya sesak.

'Bibi Brenda, terima kasih atas semuanya.. semoga hidup Bibi Brenda lebih bahagia lagi, saat terlepas dari semuanya, aku harap kehidupan Bibi selanjutnya akan jauh lebih tenang, tanpa ada beban yang membuat hidup Bibi menderita. Maafkan aku.. selama ini sudah banyak membuat Bibi khawatir. Aku menyayangimu Bi.'

Tatapan nanar Aranka Demetria tertuju pada sosok Brenda Marlleta yang sudah terlelap di atas sofa, nampak jelas terlihat wajah yang lelah di sana.

'Ibu.. apa Ibu baik-baik saja?'

Aranka Demetria memejam dengan perasaan kalutnya, masa di saat Ibunya yang selalu menghabiskan harinya dengan pertengkaran bersama ayahnya kembali hadir di dalam pikirannya, hingga kenangan masa dulu seolah membawanya kembali, dimana saat itu ia hanya bisa menangis di pojokan kamar tidurnya saat mendengar suara tangis dan teriakkan keras sang Ayah, tidak jarang juga ia mendengar suara barang barang yang di hancurkan Ayahnya hanya untuk meluapkan kemarahannya.

* FLASHBACK.

"Sudah sekian lama Eron, kenapa kamu masih belum bisa melupakan wanita itu, padahal sedikitpun dia tidak pernah mencintaimu." Ucap Larissa Lobelia Carden dengan tangisnya.

"TUTUP MULUTMU." Teriak Acheron Flavio geram.

"Aku sudah memberikanmu segalanya, kau meminta anak dariku pun sudah aku berikan, padahal kau tau, kondisiku saat itu tidak memungkinkan untuk memiliki seorang anak, perusahaan Ayah sudah jatuh di tanganmu, apalagi sekarang? Tidak bisakah kau hanya mencintaiku Eron? Mencintai kedua anak kita?" Tanya Larissa Lobelia dengan suara bergetar.

"Sayangnya aku tidak bisa mencintaimu, pernikahan kita bukan keinginanku, apa kau lupa? Bagaimana ayahmu sangat menginginkanmu untuk menikah denganku? Dan kau dengan bodohnya menyetujui pernikahan konyol ini dan membuatku kehilangan wanita yang aku cintai, setidaknya ayahmu cukup pengertian karena dengan senang hati ia menyerahkan CRDN KORP padaku."

"Cih.. Kau hanyalah seorang pria menyedihkan Eron, wanita itu meninggalkan mu karena dia mencintai pria lain."

"AKU BILANG TUTUP MULUTMU."

PLAAK.. PLAAK

Terdengar suara tamparan keras bersamaan dengan jeritan sang Ibu. Wanita yang di nikahi Ayahnya hanya karena Ibunya adalah anak tunggal dari keluarga Carden juga kakeknya yang memiliki perusahaan besar CRDN KORP yang berkembang sangat pesat di kota ini dan juga di beberapa kota lainnya. Meskipun ayahnya sudah berhasil menguasai perusahaan tersebut, sedikitpun ayahnya tidak pernah mencintai Ibunya yang sangat tulus mencintainya.

"Ibu.. "

Panggil Aranka Demetria perlahan saat ia menemukan Ibunya yang tengah duduk termenung di sebuah kursi di taman belakang rumahnya. Aranka Demetria merangkul tubuh ringkih Ibunya dan di peluknya erat, hingga air mata Aranka Demetria ikut menetes saat mendengar isakkan Ibunya saat itu.

"Jangan menangis Nak, cukup Ibu yang merasakan ini, anak Ibu cukup merasakan bahagia saja, Ibu tidak mau melihat anak Ibu menangis." Ucap Larissa Lobelia sembari mengusap rambut panjang Aranka Demetria yang masih memeluknya erat.

"Maafkan aku Ibu, karena aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Ibu."

"Jangan minta maaf sayang, masalah Ibu saat ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan anak Ibu, dan dengan berada di sisi Ibu sambil memeluk Ibu seperti sekarang ini sudah sangat membuat Ibu bahagia."

"Ibu.. Apa sesakit itu?" Tanya Aranka Demetria perlahan.

"Sayang.. Ibu baik-baik saja."

"Tidak, Ibu sudah cukup banyak menderita. Ibu sudah banyak menangis, kenapa Ibu masih tetap bertahan?"

"Ibu bertahan karena Ibu masih punya kamu dan Zev,"

"Tidak, Ibu bertahan dan rela melakukan semuanya karena Ibu terlalu bergantung pada Ayah, Apakah Ibu sangat mencintai Ayah?"

"Iya, Ibu sangat mencintai Ayahmu."

"Tapi kenapa Bu? Kenapa tetap bertahan di sisi Ayah? Meskipun Ibu selalu menderita? Meski Ibu selalu menangis? Dan meskipun Ayah tidak.... "

"Tidak mencintai Ibu, Ibu tau.. Suatu saat nanti, disaat kau sudah mulai mencintai seseorang, kau akan mendapatkan jawaban atas pertanyaanmu sekarang,"

"Ibu... aku sangat menyayangi Ibu, aku ingin merasakan apa yang Ibu rasakan saat ini." Ucap Aranka Demetria yang semakin erat memeluk sang Ibu.

"Tidak Nak, jangan.. Ibu tidak ingin kau merasakan hal yang sama, menikahlah dengan pria yang mencintaimu, bukan pria yang kau cintai, sebab jika pria itu mencintaimu, dia tidak akan pernah menyakitimu, ataupun meninggalkan mu, apa kau mengerti Nak?"

"Ibu... "

"Ibu ingin kau selalu menyayangi Ayahmu, dengarkan apa kata katanya, Menurut lah pada Ayahmu, biar bagaimanapun dia adalah Ayahmu, seperti adikmu yang selalu menurut dengan apa yang di katakan Ayah."

"Tapi Ibu.. Aku bukan Zev."

"Ibu tau sayang, anggap saja ini permohonan Ibu, hanya kau yang bisa membantu ibu untuk merawat Ayahmu."

"Ibu.. "

"Berjanjilah sayang."

"Aku janji Ibu."

"Terimakasih sayang."

Dengan sangat erat Aranka Demetria memeluk tubuh Ibunya yang tengah mengusap punggungnya pelan, usapan yang sangat lembut dan mampu membuatnya tenang.

"Ibu.. "

Aranka Demetria bergumam, hingga ia tiba-tiba tersentak dan tersadar dari lamunan panjangnya. Kenangan masa lalu bersama Ibunya kembali di ingatnya dengan sangat jelas.

'Ibu di mana? aku sangat merindukan Ibu, apa Ibu baik baik saja sekarang? aku ingin mencari Ibu, bisakah Ibu menungguku sebentar lagi?'

Aranka Demetria memejamkan matanya, mengusap air matanya dan langsung menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

* * * * *

"Lee.."

Sapa Dokter Aldrich Alexe sembari menyentuh pundak Alpha Shaqille yang tengah duduk termenung di sebuah sofa lobi rumah sakit seorang diri, hanya ada dua bodyguard yang tengah berdiri di sampingnya.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya Dokter Aldrich Alexe sembari mendudukkan dirinya di sofa.

"Tidak ada,"

"Aku mengenal mu sudah sangat lama Lee, tidak mungkin kau terus duduk termenung di sini tanpa memikirkan apapun, apa mungkin semua ini ada hubungannya dengan gadis itu?" Tanya Dokter Aldrich Alexe yang sebenarnya sudah mengetahui apa yang ada di dalam pikiran Alpha Shaqille saat ini.

"Hm,"

"Ada apa dengan gadis itu?"

"Aku sangat menghawatirkan gadis itu Drich, aku selalu memikirkannya, apa dia akan baik-baik saja," Ucap Alpha Shaqille yang terlihat sangat khawatir.

"Lee.. Sebelum aku melanjutkan perkataanku, aku angin bertanya sesuatu padamu," Balas Dokter Aldrich Alexe dengan tatapan serius yang di balas anggukan oleh Alpha Shaqille.

"Pertanyaan Apa?"

"Apa kau menyukai gadis itu?" Tanya Dokter Aldrich Alexe yang membuat Alpha Shaqille bungkam untuk beberapa menit, seolah sedang mencari cari jawaban untuk pertanyaan Sahabatnya itu dan juga untuk menanyakan kepada dirinya sendiri, apa benar ia menyukai gadis itu. Gadis yang pernah menyelamatkan nyawanya, yang bahkan tidak butuh waktu lama sudah menarik perhatiannya, malah sekarang sudah membuatnya merasakan takut akan kehilangan gadis itu. Namun ia sendiri belum mengerti dengan perasaan yang di rasakannya saat ini.

"Iya, aku menyukainya, tapi.. "

"Tapi?"

"Aku ingin melindunginya, tapi bukan untuk memilikinya." Jawab Alpha Shaqille.

"Aku mengerti sekarang."

"Apa? Apakah itu sesuatu hal yang aneh?" Tanya Alpha Shaqille mengernyit.

"Tidak sama sekali."

"Lalu apa yang salah denganku, perasaan apa ini, aku bahkan sangat sedih bila melihat gadis itu sekarang, aku ketakutan, aku tidak ingin dia di sakiti atau di sentuh oleh siapapun, kata Ev aku sudah jatuh cinta pada gadis itu, tapi.. Aku rasa tidak seperti itu, jantungku tidak pernah berdebar saat bersama gadis itu seperti apa yang di katakan Ev dan buku bodohnya itu." Balas Alpha Shaqille yang membuat Dokter Aldrich Alexe menyunggingkan bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman kecil saat mendengarkan ucapan polos dari sang presdir ASEA CORPORATION yang terkenal itu.

"Kau menyayangi gadis itu sebagai seorang adik, bukan sebagai seorang wanita." Terang Dokter Aldrich Alexe yang semakin membuat Alpha Shaqille bingung.

"Adik?" Tanya Alpha Shaqille sedikit memiringkan kepalanya dengan alis yang menyatu.

"Iyaa.. Apa aku salah? Coba kau pikirkan lagi, perasaanmu bukan seperti seorang pria yang menyayangi seorang wanita, tapi seperti seorang kakak yang menyayangi adiknya." Timpal Dokter Aldrich Alexe yang membuat Alpha Shaqille akhirnya mengangguk, seolah membenarkan perkataan Dokter Aldrich Alexe

"Kau benar Drich, adik. Yah selama ini aku selalu ingin melindunginya."

"Yang membuatku bingung sekarang, siapa gadis itu, gadis yang bisa membuatmu jadi seperti ini? Selain dia yang kebetulan pernah menyelamatkan hidupmu, bukankah tidak ada hubungan apa apa lagi di antara kalian?" Tanya Dokter Aldrich Alexe yang masih merasa ada yang aneh dengan perasaan Alpha Shaqille.

"Yah kau benar, itulah yang tidak aku mengerti sampai saat ini Drich, dia hanyalah seorang gadis biasa yang pernah menolongku, bahkan bertemu dengannya hanya sekali, tapi perasaanku... "

"Yah, itu memang terlalu sukar jika harus di jelaskan, tapi aku bisa memahami perasaanmu sekarang."

"tapi kenapa aku justru merasa takut sekarang." Balas Alpha Shaqille yang kembali terlihat murung.

"Apa yang kau takutkan?" Tanya Dokter Aldrich Alexe perlahan.

"Acheron."

"Aku mengerti, pria itu tidak akan berhenti sampai keinginannya terwujud." Balas Dokter Aldrich Alexe paham.

"Aku akan mengikuti semua permainan yang di mainkan oleh manusia biadap itu, tapi.. "

"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Dokter Aldrich Alexe.

"Bantu aku melindunginya Drich, nyawanya akan terancam jika ia terus berada di sampingku," Jawab Alpha Shaqille dengan segala kecemasannya.

"Lalu apa rencanamu?"

"Lindungi dia untukku Drich, jika dia sadar dan terbangun dari komanya, maukah kau membawanya ke tempat yang jauh? Aku akan menghancurkan manusia biadab itu."

"Baiklah, aku akan membantumu Lee, tapi apa gadis itu benar-benar tidak punya keluarga lagi?" Tanya Dokter Aldrich Alexe .

"Dia mempunyai seorang Ibu, tapi sejak gadis itu terbaring di rumah sakit, Ibunya tiba-tiba menghilang, aku sudah memerintah kan semua orang ku untuk mencarinya, tapi belum ada kabar sampai saat ini. Aku hanya khawatir akan satu hal,"

"Apa kau pernah bertemu dengan Ibunya?"

"Tidak sekalipun, yang aku tau Ibunya menderita PTSD sejak lama."

"Lalu bagaimana caramu untuk mencarinya?"

"Aku hanya mengandalkan informasi yang sedikit dari gadis itu, bahkan orang-orang ku sudah mencarinya ke Thailand."

"Thailand?"

"Hm, asal gadis itu dari Thailand."

"Lalu?" Tanya Dokter Aldrich Alexe .

"Nihil.. Mereka belum menemukannya."

"Memang sulit untuk  menemukan seseorang dengan data yang kurang lengkap Lee."

"Hal ini yang membuatku khawatir."

"Apa kau mencurigai seseorang?" Tanya Dokter Aldrich Alexe.

"Yah.. Kau tau sendiri kan, hanya dia yang bisa melakukan hal seperti itu." Jawab Alpha Shaqille menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa sambil memejam.

"Lalu bagaimana dengan istrimu?" Tanya dokter Aldrich Alexe perlahan yang sontak merubah ekspresi wajah Alpha Shaqille menjadi terlihat sinis.

"Tsk, istri? Kau jangan membuat moodku rusak Drich dengan menyebutkan nama istri di hadapanku,"

"Maaf, tapi biar bagaimanapun dia adalah istrimu, sebesar apapun kebencianmu padanya, itu tidak akan merubah status kalian sebagai sepasang suami istri Lee,"

"Yah aku tau, dan sebentar lagi aku akan membuatnya menyerah dan pergi menjauh dari hidupku, meski penderitanya selama 5 tahun ini belum cukup untuk membayar dosa dosa ayahnya."

"Lee, dia tidak tahu menahu soal dendam dan masa lalu di antara keluargamu dan ayahnya. Bukankah kau terlalu kejam?" Ucap Dokter Aldrich Alexe yang berusaha untuk menenangkan hati Alpha Shaqille, mencoba mencairkan es yang sudah lama membeku di dalam hati Alpha Shaqille.

"Kejam? Dia pantas mendapatkan itu Drich, pada saat itu aku juga tidak tahu menahu soal masalah Ayah dan bajingan itu, tapi lihat, aku juga turut menderita atas perbuatan ayahnya. Bukankah itu adil?"

"Hah.."

"Aku tau dengan apa yang aku lakukan Drich, kau cukup membantuku untuk menjauhkan gadis itu dari jangkauan Acheron." Lanjut Alpha Shaqille.

"Iya, kita tunggu gadis itu sadar dulu."

"Baiklah, terimakasih Drich,"

"Hm," Jawab Dokter Aldrich Alexe seraya menepuk-nepuk pundak Alpha Shaqille. Ia sangat mengerti dengan kondisi sahabatnya saat ini sebab sedikit banyak Dokter Aldrich Alexe juga mengetahui masalah yang tengah mereka hadapi saat ini.

"Dokter Drich, Tuan Muda, maaf.. Gadis itu.." Seru Azio Devian yang tiba-tiba mengejutkan mereka.

"Ada apa/apa yang terjadi?" Jawab Alpha Shaqille dan Dokter Aldrich Alexe secara bersamaan.

"Gadis itu akhirnya sadar." Ucap Azio Devian.

"Apa?/baiklah." Balas Alpha Shaqille dan Dokter Aldrich Alexe yang langsung beranjak dari duduk mereka dan langsung melangkah meninggalkan lobby menuju ke lift lantai 10 ruang VVIP.

Dengan langkah yang semakin di percepat, Dokter Aldrich Alexe berjalan memasuki ruangan Azura Aubrey yang masih di jaga ketat oleh beberapa bodyguard Alpha Shaqille. Sedang Alpha Shaqille tiba-tiba menghentikan langkahnya tepat di depan ruang inap Aranka Demetria saat netranya melihat sosok Brenda Marlleta yang tengah terisak di dalam sana. kening pria itu nampak mengeryit, sebab ia paham jika telah terjadi sesuatu di sana. Alpha Shaqille hanya memasang senyum smirknya dan melanjutkan langkahnya menuju kamar Brenda Marlleta, namun belum jauh Alpha Shaqille melangkahkan kakinya, tiba-tiba ia mendengar suara Brenda Marlleta yang memanggilnya. Hingga membuat langkah kakinya terhenti.

"Tuan Besar.. "

Panggil Brenda Marlleta sekali lagi sambil berlari kecil dengan tangisnya menghampiri Alpha Shaqille yang masih berdiri membelakangi Brenda Marlleta, bahkan tidak memalingkan tubuhnya sedikitpun meskipun hanya untuk sekedar melihat Brenda Marlleta yang sudah berdiri tepat di belakangnya.

"Ada apa?" Tanya Alpha Shaqille yang masih dalam posisinya.

"Nyonya.. "

Kalimat Brenda Marlleta terhenti, dan kembali melangkah mendekati Alpha Shaqille yang masih berdiri dengan kedua tangan yang berada di dalam saku celana slimfitnya.

"Nyonya menghilangkan Tuan," Lanjut Brenda Marlleta yang sudah berdiri tepat di hadapan Alpha Shaqille yang masih dengan ekspresi datarnya. Tidak ada respon sedikitpun dari Alpha Shaqille, bahkan ekspresi wajahnya tidak berubah, masih tetap datar dengan sorotan mata tajam, hingga akhirnya terlihat ia menaikan sudut bibirnya keatas.

"Bukankah sudah seharusnya dia menghilang?" Balas Alpha Shaqille dengan nada rendah dan langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Brenda Marlleta.

"Tu-tuan.. " Panggil Brenda Marlleta yang sama sekali tidak di pedulikan oleh Alpha Shaqille yang terus melangkah memasuki ruangan Azura Aubrey dengan langkah lebarnya.

Wanita itu hanya pasrah sambil melihat punggung Alpha Shaqille yang hanya dalam hitungan detik sudah menghilang di balik pintu.

* * * * *

Bersambung...