Happy Reading.
°
Kuoleskan parfum pada leherku untuk menyempurnakan penampilanku. Mengamati bayanganku yang terpantul dari kaca. Senyum tipis ku terbit melihat riasan tipis ku. Sempurna, yah aku memang tidak biasa menggunakan riasan tebal, lagi pula ini sejenis garden party dan akan tidak baik jika terlalu mencolok, apalagi dengan kata-kata Bagas yang sudah memperingati aku tadi.
"Jangan berdandan mencolok, lipstik tidak boleh merah dan gaunmu tidak boleh diatas lutut, pastikan bahumu tertutup, dan semua bagian untimu tertutup!" Bagas benar-benar Crewet dan aku kesal sendiri.
Sepertinya aku harus mengecap dia sebagai laki-laki bermulut wanita, hah sudahlah. Mood-ku akan hancur jika terus membahas kengkangan Bagas. Lebih baik aku bangkit, tapi sebelum aku bangkit senyumku kembali terbit melihat Bagas keluar dari kamar mandi dengan jas yang kusiapkan. Tampan, dia sangat tampan.
Bagas duduk di kursi kecil samping kamar mandi dan menatapku. "Jadi?" Senyumku masih terbit dan berbalik menatapnya. Mendekati Bagas yang masih duduk, aku menunduk membenarkan dasinya yang sedikit kendur.
"Kita bisa berangkat sekarang. Aku sudah selesai" Bagas meraih jemariku yang membenarkan dasinya, mengecupnya berulang-ulang dan itu sukses membuat aku malu, lebih tepatnya merona karena tindakan manisnya. Sial bagaimana mungkin dia masih saja menyempatkan untuk melakukan hal ini.
"Baik!" Bagas bangkit dan merangkul pinggangku, membawaku keluar dari kamar dan turun kebawah. Kami berjalan beriringan dengan lengan Bagas yang melingkupi tubuhku. Rasanya hangat dan sumpah kenapa aku tidak bisa mengontrol jantungku. Ya Tuhan aku masih mau hidup tenang, tolong jangan biarkan Bagas mendengarnya. Aku malu, jantungku berdegup kencang merasakan tangannya yang semakin mengeratkan pelukan kami.
"Spesial untukmu yang menuruti syarat ku!" Aku tersipu saat Bagas membukakan aku pintu mobil. Masuk begitu saja dan Bagas menuju kursi kemudi.
"Apa jauh?" Tanyaku sambil memasang Selt Beth.
"Tidak terlalu, sekitar 20 menit" aku ber oh ria dan Bagas menjalankan mobilnya. Suara lagu klasik menemani perjalanan kami. Aku diam dan memperhatikan pemandangan luar.
"Raihan juga akan ikut!" Kutolehkan kepalaku pada Bagas. Kak Raihan?
"Teman kalian?" Bagas Mengangguk dan meraih jemariku dan menautkanya, tentu dengan meremasnya. Aku diam, ini hangat.
"Hem. Dia teman kami!" Aku tau jika Bagas teman kakak keduaku, hanya saja aku tidak pernah tau Bagas. Bagas tidak pernah bermain kerumah atau sekedar berkunjung. Kak Raihan bilang jika mereka pernah satu sekolah saat Junior High School dan setelahnya Bagas pergi ke New Zealand untuk melanjutkan sekolahnya. Menetap disana selama 6 tahun dan kembali ke Korea. Aku juga tidak pernah bertanya mengenai teman Kak Raihan. bagiku itu tidak penting, dan malah sekarang aku menikah dengan temannya. Kejutan bukan?
Saat berita pernikahan ku dan Bagas ditetapkan, Kak Raihan datang dan mengatakan jika Bagas adalah temannya. Aku yang saat itu emosi tidak mendengarkan ucapannya sama sekali. Aku justru mengusirnya dan sempat melempar dia dengan sepatuku. Setelah itu Kak Raihan kapok dan tidak mau membahas Bagas didepanku lagi. Mereka bertemu saat pernikahan kami dan itu juga pertemuanku yang pertama dengan Bagas.
"Kufikir kau lupa dengan temanmu" Bagas memajukan bibirnya lucu dan itu berhasil membuatku terkekeh. Aku baru tau jika dia punya kebiasaan memajukan bibirnya sebelum menjawab pertanyaan.
"Tidak semua kuingat juga. Hanya yang dekat-dekat saja" aku diam mendengar suaranya. Membiarkan jemariku terus diremasnya. Terserahlah, yang penting dia tidak menyakiti jariku.
"Seina?"
"Hem?"
"Puncak dadamu tidak sakit?" Pertanyaan Bagas berhasil membuatku kesal. Mengingat kejadian tadi sore aku jadi kesal dan hampir saja memukul kepala kecil Bagas. Ya Tuhan suamiku seperti orang kesetanan tadi.
Aku membiarkan Bagas terus menyusu, padahal jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Terhitung 1.5 jam Bagas tidak melepaskan puncak dadaku. Agak nyeri karena Bagas terus menyesapnya, tapi rasanya sungguh gila. Mendengar dia menyesap dan memainkannya seperti bayi membuatku membiarkan dia bermain. Lidahnya terus berputar-putar dan bibir tebalnya tidak berhenti bersuara.
"Bagas keram!" Aku meringis saat rasa keram mulai menjalar pada dadaku, Bagas bekerja dengan aktif. Mulut dan jari terus saja menyiksa dadaku, rasanya sungguh! Bagas sialan.
"Sakit?" Bibir Bagas berhenti menyesap dan mendongak menatap ku. Aku mengangguk tanpa bersuara, kami masih ada dimeja makan dan aku duduk dipangkuan Bagas.
"Ini sudah lebih dari 1 jam. Rasanya sakit!" Aku melihat kondisi puncak dadaku yang sudah berubah menjadi sedikit kemerahan. Jelas ini karena sesapan Bagas, puncak dadaku berwarna kecoklatan. Bagas menghela nafas dan menyisir rambutnya kebelakang. Yah kebiasaan Bagas jika sedang kesal.
"Tapi aku belum puas!" Aku menunduk dan terus melihat kondisi puncak dadaku. Agak ngeri mendengar ucapan Bagas.
"Ini tidak ada rasanya dan tidak ada apa-apa. Apa yang kau nikmati?" Bagas menarik pinggangku agar lebih merapat dan mencondongkan wajah kami.
"Kau tidak tau. Rasanya manis!" Aku hanya diam dan membiarkan Bagas mengecup bibirku beberapa kali. Melumatnya pelan dan melepaskannya. "Tapi sakit. Ini mulai keram dan bagaimana jika putus!"
"Tidak mungkin! Aku tidak mengigitnya" Bagas memang tidak menggigitnya, hanya sesapan lembut dan terus menerus. Tapi aku juga tidak tahan jika seperti ini.
"Boleh aku menawarkan hal lain untuk kusesap?" Tawaran lain? Sejauh aku mengenal Bagas pasti tawaran itu akan sangat menguntungkan Bagas dan merugikan aku! Tidak Seina, kau tidak boleh mengiyakan itu.
"Tidak. Penawaran mu pasti akan sangat merugikan aku. Tidak seperti pagi tadi, aku tidak memasak kau justru mengajakku bermain diatas ranjang dan itupun sampai jam 10, belum lagi sebelum ini saat dikamar mandi" tolakku ketus dan Bagas tertawa. Mengusap pipiku lembut.
"Kau tau saja!"
"Memangnya tawaranmu itu apa? Mau apa lagi yang kau sesap hah?"
"Lubang kecilmu. Rumah adikku!" Dan aku memekik mendengar jawaban sialan Bagas. Dia gila hah?
"Dasar Sialan" Bagas tertawa lepas dan membawaku dalam gendongannya. Langkahnya menuju kamar kami, entahlah apa lagi yang akan pria mesum ini lakukan.
"Baik-baik aku tidak akan melakukannya. Lagi pula aku juga baru mengobatinya tadi masa kurusak lagi" aku mendengus saat Bagas membaringkan tubuhku diatas ranjang. Menindih tubuhku dan memainkan wajahku.
"Bagaimana dengan hidung? Bibir?" Kuteloyor kepala Bagas saat mendengar pertanyaan vulgarnya. Kapan dia berhenti.
"Bagaimana jika aku yang menawarkan ini. Aku akan menyesap dan mengigit Nipple mu sampai putus. Bagaimana hah?" Tawarku sadis. Dia harus tau rasanya, sakit bodoh.
"Boleh. Asal nanti adikku boleh mengunjungi rumahnya. Bagaimana? Semalaman? Dia harus berada dalam sarangnya? Bolehkan?"
"Bagas Arkana!" Bagas tertawa dan menelusupkan wajahnya keceruk leher ku. Ya Tuhan pria ini benar tau caranya membuat mainan baru.
"Aku pilih ini saja" akhirnya Bagas kembali dengan kegiatan-kegiatannya. Menciumbui tubuhku, dan sekarang sasarannya adalah leher. Dia sialan!
"Sudahlah!" Bagas mengerti dengan ekspresi ku. Tentu saja kesal, aku selalu dijadikan mainannya dari tadi pagi.
"Tidak ada jatah selama 1 Bulan! Tidak ada adik-adikan dan tidak ada sesap-sesapaan. Kau tidur diluar" sentakku kesal tapi justru Bagas tertawa.
"Benarkah? Jangan-jangan nanti pulang dari pesta minta ditiduri? Minta dimasuki, minta dicumbu" mendengar ucapannya itu semakin ngawur akhirnya tanganku bekerja, jelas Bagas harus menahannya.
"Seina sakit akhh" kucubit perut Bagas dengan keras dan kasar. Biar dia tau rasa sakitnya.
"Seina akhj sakit!"
•
Pestanya meriah dan benar ada Kak Raihan dan Kak Lisa disini. Keduanya hadir dan kami tengah berkumpul bersama. Bagas tidak bergabung bersama kami, dia menyapa temannya dan aku tidak ikut. "Jadi bagaimana?" Pertanyaan
Kak Raihan hanya kujawab delikan bahu acuh.
"Hais pernikahan kalian seperti apa?" Tekan Kak Raihan. Dia memang agak cerewet jika menyangkut aku.
"Kami menjalankannya tentu saja. Lagi pula ini pernikahan" kulihat Kak Raihan tersenyum dan mengangguk. Sepertinya dia senang dengan jawaban ku.
"Ah sepertinya kalian membicarakan hal yang menarik?" Bagas datang begitu saja dan merangkul pinggangku. Memeluknya posesif dan aku hanya tersenyum tipis.
"Hais kau langsung saja serobot" Bagas terkekeh dan dengan berani mengecup pipiku didepan kedua orang ini. Keduanya jelas melongo dan aku juga. Apa-apaan Bagas?
"Yakh" Bagas tertawa dan mengeratkan pelukannya.
"Mana yang salah? Kau kan istriku! Benarkan Raihan?" Kulihat Kak Raihan Mengangguk kaku dan aku hanya menggeleng. Bagas menyebalkan.
"Lagi pula~~~"
"Bagas!" Ucapan Bagas tersela karena ada seorang perempuan yang datang dan tiba-tiba merangkul Bagas. Apa-apaan dia?
"Lama tidak bertemu! Bagaimana kabarmu Bi? Kau baik-baik saja kan? Oh ada Raihan juga? Bagaimana kabarmu Raihan?" Aku jijik mendengar pertanyaan wanita itu. Suaranya menggelikan, dan lagi dia juga mengenal Kak Raihan? Mereka teman.
Tunggu dulu, Bi? Kenapa dia memanggil Bagas seperti itu? Apa mereka begitu dekat!
"Aku merindukanmu Bi!"
Chuu! Kami melongo melihat wanita itu dengan berani mencium pipi Bagas. Rasanya emosi mulai menyulut ku. Dengan kasar kulepaskan tangan Bagas dan menarik kasar tangan wanita yang menggenggam tangan Bagas.
Tanganku terayun menampar pipi mulusnya, dia kaget dan begitupun 3 orang ini. Aku tidak peduli, Dia berani mencium pipi suamiku? Sialan.
"Jaga tingkahmu jalang. Dia suamiku!" Aku berteriak tepat didepannya, emosiku sudah sampai ubun-ubun.
"Sialan!" Aku menghempaskan tangan Bagas yang menahanku dan berlalu begitu saja. Aku benci ada disini, apalagi ada penggoda itu. Sialan!
"Seina tunggu!" Aku mendengar Bagas memanggilku tapi percuma, aku sudah emosi sendiri.
Pesta sialan!
Tbc.