webnovel

2. Stupid Girl

Happy Reading.

Dihadapan dengan berbagai jenis bahan makanan membuat Seina mati kutu, tanganya bergetar saat akan menyentuh pisau. Belum lagi tatapan mata Bagas yang memperhatikannya.

Keduanya memang memutuskan untuk tinggal terpisah dengan orang tua, hidup sendiri di Rumah Kecil yang Bagas beli. Tidak menggunakan jasa Pembantu atau yang lainya. Bagas ingin Seina mengurus rumah sambil kuliah. Itu mutlak sebagai syarat jika Seina ingin kuliah lagi.

Pagi setelah mandi dan menyegarkan tubuhnya, Bagas menyuruh Seina masak. Jelas Seina gelagapan. Menginjak dapur dirumahnya saja tidak pernah dan ini harus memasak.

Mustahil!

°

Demi Tuhan situasi apa ini? Bagaimana bisa aku memasak jika menyentuh pisau saja aku tidak pernah. Dan demi Tuhan kenapa juga Bagas ada disini? Itu akan semakin mempersulit ku.

Sialan! Kenapa aku tidak belajar tentang dapur dari dulu. Lihatlah sekarang? Aku jadi orang bodoh didepan suamiku yang ingin makan masakanku. Masak ramen saja aku tidak bisa. Aku gila.

"Jadi?" Suara Bagas pelan tapi cukup menganggu. Aku tau dia mengunggu tapi apa juga yang ditunggu. Aku saja tidak bisa melakukan apapun.

"Aku tidak bisa masak!" Malu, mengatakan itu sama saja menjatuhkan harga diriku, tapi ini memang kenyataannya. Aku tidak bisa memasak.

"Belajar. Kau harus bisa menyiapkan makanku. Entah itu sarapan, makan siang dan makan malam. Semua makanan ku harus kau yang memasak dan dengan tanganmu sendiri. Itu mutlak"

Kepalaku pusing mendengar ucapan Bagas, itu hanya kata-kata sederhana tapi sudah membuatku pusing. Rasanya ribuan balok menimpuk kepalaku. Sialan.

Hanya karena makanan aku jadi orang bodoh didepannya. Stupid Girl. "Akan ku coba!" Aku hanya bisa mengatakan itu. Aku tidak mungkin melakukan pembelaan apapun, karena pada dasarnya aku memang tidak bisa. Aku tidak bisa masak.

"Hari ini kutoleransi. Tapi tidak untuk besok, ganti bajumu. Kita keluar mencari makan. Rasanya cacing diperutku tidak akan berhenti berteriak jika tidak diisi" aku mengangguk samar dan berlari kearah kamar. Aku tidak mau semakin mempermalukan diri didepan Bagas. Hari ini cukup.

"Bodoh kau Seina!"

°

Hanya makanan sederhana dicafe pinggir kota, makanan sederhana yang mengisi perut kami. Bagas bilang ini sarapan sehat, tapi sepertinya Bagas harus meralat Ucapannya. Ini bukan sarapan lagi, tapi makan siang. Ini bahkan sudah pukul 12 siang. Salah Bagas sendiri terlalu lama dikamar tadi.

Kami hanya makan, tidak berbicara juga tidak saling menatap. Aku sibuk dengan fikiranku dan Bagas sibuk dengan makanannya. Aku agak terbebani dengan kata-kata Bagas mengenai makanan tadi.

Bagaimana bisa aku melakukan itu, ini mustahil. "Berhenti memikirkan itu. Kau seperti orang bodoh!"

Dan aku hanya diam. Ucapan Bagas sungguh membuatku tertohok, tidak bisa membalas karena itu kenyataannya.

"Baca ini!" Bagas memberikan sebuah brosur dan berada tepat disamping makananku. Tulisannya membuat aku sedikit tertarik.

Kursus memasak? Apa mungkin? Tapi tidak salah dicoba.

"Akan kucoba" lirihku dan memakan salad. Bagas tipikal orang yang sehat. Terbukti dengan makanan yang kami pesan. Semuanya kebanyakan sayur.

Yang jelas aku harus berusaha keras kali ini. Ini benar-benar menyulitkan.

"Hei Bagas?" Kami menoleh saat ada yang memanggil nama Bagas. Seorang wanita cantik dan dia berpakaian minim. Cih memalukan.

"Lama tidak bertemu!" Aku menoleh menatap Bagas. Wajahnya datar dan tidak berekspresi. Apa dia teman Bagas.

"Kau makan dengan siapa? Hei apa kau adik Bagas?" Wanita itu dengan berani duduk disebelah Bagas dan lagi apa dia bilang? Aku adik Bagas? Yang benar saja. Yang benar aku adalah istrinya.

"Kau baik?" Apa-apaan wanita itu, Kenapa dia bertanya seperti akan menggoda. Nada suaranya dibuat-buat. Sialan.

"Seperti yang kau lihat!" Demi Tuhan aku ingin tertawa mendengar jawaban datar dan dingin Bagas. Tidak ada intonasi tertarik sama sekali, justru memilih sibuk dengan makanannya. Dan wanita genit disampingnya mendengus dan mengeram. Sepertinya dia marah.

"Hai adik ke~~~"

"Dia istriku" aku tidak percaya Bagas menyela ucapan wanita itu. Heol dia mengatakan jika aku istrinya? Kejutan.

"Istri? Kau sudah menikah?" Bagas tidak menjawabnya, justru meraih gelas berisikan air putih dan meminumnya. Mengusap bibirnya dengan tisu lalu berdiri.

"Senang bertemu denganmu Fani Joe. Permisi" rasanya hari ini begitu banyak kejutan. Bagas mengakui pernikahan kami dan dia juga ikut menariknya menjauh dari wanita yang sepertinya kaget mendengar ucapan Bagas. Bagas penuh kejutan.

"Bagas"

°

Rasanya mustahil, Bagas memintaku langsung memasak setelah kami pulang dari Cafe dan dia juga terus mengawasi sambil duduk dimeja makan. Kemeja yang sama, lengan digulung sampai siku dan dengan bersendekap dada.

"Aku tidak bisa!"

"Tidak ada yang tidak bisa. Kau saja yang terlalu malas!" Ucapanya sedikit tapi sungguh tajam. Dia benar-benar menyebalkan, dia pria atau wanita sih?

"Berhenti mengumpat ku. Sekarang perhatikan Video itu baik-baik dan masak" aku mengeram dan menarik kasar pisau dari tempatnya. Mengambil wortel dan siap merajangnya.

"Apa kau juga berniat memotong jarimu juga?" Aku tidak tau apa yang akan kulakukan. Semua yang kulakukan salah dan slalu berbahaya, aku bisa-bisa gila karena tuntutan memasak ini.

"Stupid Girl" Bagas mendekat, meraih kasar celemek dimeja dan memakainya. Menggeser sedikit posisiku dan mengambil satu pisau dari tempatnya. Mengambil beberapa sayur dan mengupasnya, Bagas bahkan memotongnya dengan rapi. Itupun dengan waktu yang singkat.

Kaget.

Cengoh.

Melongo.

Heol dia bahkan lebih pandai dari pada aku. Kejutan.

"Lanjutkan" Pisau itu terulur kearah ku dan aku meraihnya dengan tangan bergetar. Mencoba memotong wortel yang dari tadi masih berada ditangan ku. Rasanya kaku dan aku mencobanya. Ini harus berhasil.

"Tekan tanganmu lebih kuat lagi" instruksi Bagas kudengarkan dengan baik dan akhirnya wortel itu jadi dua.

"Akhirnya!"

"Jangan senang dulu. Itu masih belum cukup"

"Hah?" Bagas berlagak seperti instruktur memasak sungguhan. Mengatakan ini itu dan menyuruhku terus memotong sayur hingga bentuknya rapi, tidak catat dan bersih. Jika Bagas sudah bisa mengajariku kenapa juga harus menyuruhku pergi ke les memasak? Tidak penting.

Entah berapa jam yang kami habiskan untuk bereksperimen dengan sayur-sayuran itu. Mulai dari bentuknya yang aneh juga rapi, dapur juga terlihat bercecer sayur yang tidak sengaja jatuh. Tapi waktu ini sepertinya kurang untukku belajar memasak.

"Hari ini cukup. Kau bereskan kekacauan ini, dan bersihkan tubuhmu. Besok lanjutkan lagi dan besok kau harus sudah bisa membuat makanan" hanya anggukan yang kuberikan. Aku terlalu lelah menjawab ucapan Bagas. Percuma, dia tidak akan bisa dibantah.

"Sialan!"

°

Rasanya lebih segar dari pada sebelumnya, badanku lengket karena belajar memasak yang tidak selesai-selesai. Dan lagi aku harus membersihkan dapur, baru kali ini aku melakukan itu.

Mandi dengan berendam dan keramas membuat fikiranku lebih tenang. Keluar hanya menggunakan Bathrobe sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Aku lupa membawa baju ganti.

"Seina?" Suara Bagas membuat aku menoleh, dia sudah menggunakan Piama dan sedang membaca buku diatas ranjang. Bodoh seharusnya aku tidak melupakan jika mulai sekarang ada laki-laki dikamarku.

"Ya?"

"Kemari" aku tidak membantah, membuang handukku kedalam keranjang pakaian kotor dan mendekati Bagas. Duduk dipinggir ranjang dan Bagas mendekat ke arahku.

"Dengarkan aku baik-baik" suaranya pelan tapi membuatku takut. Sepertinya ini sesuatu hal yang penting.

"Aku tidak tau apa ini kau dengarkan dengan baik atau tidak tapi aku akan tetap mengatakannya. Aku menuntut istri yang sempurna, cantik, menarik dan bisa melakukan apapun. Entah itu urusan rumah atau luar rumah. Dan kau pasti tau itu meliputi apa saja. Untuk kategori cantik mungkin kau sudah memenuhi dan yang harus kau garis bawahi adalah urusan rumah. Entah kenapa aku merasa kau benar-benar bodoh dalam hal itu. Kau tidak melakukan pekerjaan rumah dengan benar dan bisa dibilang kau nol besar. Aku tidak mau tau bagaimana caranya kau harus melengkapi kekurangan itu. Aku menuntut kau belajar dengan waktu singkat dan aku menunggu kesempurnaan itu. Tidak ada kata tidak bisa dan tidak mau. Kau harus mau karena itu kewajiban"

Ini terlalu banyak sungguh.

"Aku tidak mau mendengar kata-kata jika kau tidak mengurus aku dengan baik. Aku butuh seorang yang sempurna disisiku dan kau harus mewujudkan itu. Tidak ada penolakan"

Kepalaku pusing, sungguh! Ini sulit.

"Hmm tidaklah itu terlalu banyak?" Mencoba menawar tapi justru kata-kata Bagas membuatku bungkam.

"Apa kau mau dicap sebagai istri yang buruk? Atau disebut Stupid Girl?"

"Aku tau"

"Bagus. Pakai bajumu cepat dan istirahat. Besok kau harus bangun pagi dan menyiapkan sarapan untukku"

"Ya!"

Ini menjengkelkan, sepertinya tidak ada hari yang tenang setelah aku dinyatakan sebagai nyonya Muda Bagas Arkana. Yang ada hidupku jadi susah dan tidak tenang, itupun karena si Bagas sialan itu.

Dia menyetujui aku kuliah tapi memberikan banyak syarat. Cih menyedihkan!

"Letakkan Piama itu!" Kali ini apa lagi? Dia ingin aku memakai baju dan sekarang melarangku menggunakan Piama. Dia sinting.

"Bawa sisir itu dan kemari!" Kuletakkan Piamaku dengan kasar kesofa, meraih sisir di meja rias dan mendekati Bagas.

"Apa lagi?"

Aku jengkel sungguh. Dia membuatku bingung dengan keinginan dan permintaan aneh-anehnya.

"Duduk disini?" Aku melongo saat Bagas menepuk pahanya. Mengisyaratkan agar aku duduk dipangkuanya. Dia gila.

"Aku bukan orang yang suka mengulang perintah Seina. Duduk disini!" Dengan perasaan jengkel aku akhirnya duduk dipangkuan Bagas. Suaranya semakin menyebalkan jika tidak dituruti.

"Kemarikan sisirnya" aku menyerahkan sisirnya dan Bagas meraih rambutku yang basah dan menggerakkan sisir itu kerambutku. Jadi dia memintaku duduk dipangkuanya hanya untuk menyisir rambutku? Dia stres!

"Lain kali gunakan Aroma mawar! Aku suka aroma itu!"

"Oh ya?" Aku menyaut kata-kata Bagas dengan nada malas. Kenapa dia justru mendekteku dengan sesuatu yang dia sukai? Aku bukan robot.

"Aku hanya ingin istriku tau apa yang kusukai saat dia dekat denganku"

"Dan aku tidak tertarik" Bagas diam dan tidak mengyaut, masih saja menyisir rambutku. Gerakannya pelan dan lembut. Jika aku mencintai dia pasti aku akan keranjingan dan berdebar tapi justru aku kesal karena dianggap boneka yang harus menuruti keinginannya.

"Waktunya kau melayani aku!" Kuremas sprei dengan kuat saat mendengar kata-kata Bagas yang seperti bisikan sensual. Dia minta dilayani? Sekarang? Lagi?

Ituku masih sakit.

"Aku janji tidak akan kasar!" Dan aku hanya pasrah saat tangan Bagas menarik bahuku kebelakang. Membaringkan tubuhku dengan lembut diranjang dan Bagas sempurna menindihku.

Wajahku panas dan kuyakin pipiku merah. Bagas benar-benar frontal saat ingin hak-nya.

"Pastikan tenagamu cukup. Aku tidak mau ditinggal tidur atau sejenisnya"

Pasrah dan menyerah, aku membiarkan Bagas mengambil haknya pada tubuhku. Melayaninya dengan kemampuan yang kubisa. Entahlah aku tidak tau apa yang akan terjadi. Aku hanya mengikuti alur dan lagi aku tidak mau disebut Stupid Girl karena tidak bisa melayani suaminya. Apalagi dalam urusan ranjang. Aku tidak akan pernah mau.

Tbc.

Next chapter