"Oke, kami akan berikan yang terbaik untukmu, maafkan kami telah banyak merepotkanmu" ucap Airen sambil berkaca-kaca.
"Tidak, aku senang membantu yang lemah" Bara memberikan senyumannya.
Beberapa hari telah berlalu, semakin dekat saja dengan waktu yang ditetapkan oleh musuh. Gir berlatih dengan lebih giat, dia hanya habiskan hari-harinya dengan berlatih mengendalikan angin, meditasi dan istirahat. Dia tahu bahwa semua bergantung padanya, untuk hal ini, dia sebagai Pangeran dan calon Pemimpin Kerajaan merasa perlu menjajal kebijaksanaannya dalam melindungi rakyat, meskipun bukan rakyatnya.
Sore itu, lokasi base camp kedatangan tamu besar yang memang sudah dinantikan oleh Kapten Darren, yaitu rombongan Jenderal Helburg Simpson. Sesuai niatnya, ingin menemui prajurit yang telah menyelamatkan jiwanya, hendak memberi penghargaan dan hadiah spesial untuknya.
Semua pengunjung menaruh hormat kepada pak Helburg. Kapten Darren memeluk beliau dan sangat menaruh hormat, tak terkecuali Airen atau Narez juga membungkuk dihadapan beliau. Pak Helburg menyuruh prajuritnya yang juga ia ajak sebagai bodyguard dan supirnya untuk mengambil beberapa bingkisan untuk diserahkan kepada Kapten agar dibagikan ke penghuni base camp dan ada sebuah kotak kado untuk Airen yang ia serahkan sendiri pada Airen.
"Terima kasih sekali, kau telah menyelamatkan banyak nyawa dan memiliki strategi yang jitu," ucapnya dengan berwibawa.
"Saya hanya melakukan tugas, dan Pak Jenderal berterima kasihlah kepada Tuhan, Dia yang memberi kesempatan hidup untuk anda dan yang lain," Airen membungkukkan kepala sambil menerima kado itu untuknya.
"Terima kasih hadiahnya pak," balas Airen.
"Nanti kalau situasi sudah membaik, kau akan mendapat penghargaan secara symbolis, akan diadakan acara besar di khalayak umum, tapi belum tahu kapan," tawar sang Jenderal.
"Tidak usah berlebihan, Pak," jawab Airen.
"Tidak, memang agar menjadi contoh untuk
yang lain, dedikasimu itu luar biasa," sahut Pak Helburg.
Mereka semua masuk ke dalam dan membicarakan banyak hal, terutama tentang situasi ke depan yang berhubungan dengan serangan susulan dan persiapannya untuk Negara yang sudah lebur ini, Airen merasa sedikit dongkol karena Kapten Darren tidak membahas tentang Girleon sama sekali, padahal jenderal ini adalah orang yang sangat berpengaruh, siapa tahu bisa kerja sama dengan Gir untuk menghadapi serangan susulan itu.
Sementara di lahan lapang yang dikitari oleh pepohonan, sebagian masih kokoh dan sebagian sudah roboh itu Gir masih sama, bersemangat untuk latihan sendirian, karena waktu sudah sore hari, Airen berpamitan kepada semua orang untuk mengantarkan makanan kepada Gir, karena tadi Gir meminta seperti itu. Dia berpamitan sebentar untuk keluar dari perbincangan dengan pak Jenderal tadi.
Terlihat pak Jenderal mengarahkan pandangan kepada Airen dan meliriknya, lalu entah kenapa Pak jenderal Helburg itu turut berpamitan keluar sebentar dan mengejar Airen.
"Saya mengantar makanan dulu untuk Pahlawan kami, Pak." Sengaja Airen menyebutkan topik tentang Girleon agar didengar keberadaan Gir dalam misi penyelamatan Negara ini.
"Pahlawan siapa?" tanya Pak Jenderal mengerutkan dahi. Airen menunjuk dengan jari telunjuknya.
"Dia Pak, orang yang berjasa memberi ketenangan Negeri ini dalam beberapa hari kemarin sampai saat ini, dia bisa mengundang badai," cerita Airen.
"Waow, terdengar lucu sih, tapi baguslah kalau dia bisa bantu," balas Jenderal ini seperti meremehkan membuat Airen merasa makin dongkol terhadapnya.
Sebenarnya Gir juga memperhatikan Airen dari tadi karena menunggunya lama untuk datang menghampirinya.
"Siapa Pria itu? Dia serius sekali berbicara dengan Airen," ucap hati Gir. Ada rasa tak enak hati karena dia juga melihat tangan Airen yang berulang kali dipegang dan ditarik pria itu, meskipun pada saat kedekatan berbisik dan gerakan Airen tidak luput pula dari pandangan Gir, jadi Gir memutuskan untuk menghampiri Airen saja daripada menunggunya untuk mencari tahu.
Seperti biasa, seperti seorang superhero Flash dia seketika sudah berdiri di sebelah Airen tanpa mereka berdua sadari. Hanya tubrukan angin kencang yang tiba-tiba menghampiri mereka.
"Siapa dia?" Tanya Gir yang Airen lihat ada rasa memendam amarah.
"Ehm, Gir, beliau Pak Jenderal yang pernah jadi korban perang, beliau kami selamatkan waktu itu. jadi beliau kemari untuk menyampaikan terima kasih," terang Airen.
Airen berbicara sangat cepat dan dengan gugup, karena kaget juga salah tingkah di hadapan Gir. Bagaimana kalau Jenderal itu mengatakan soal rahasia itu? sungguh Airen sangat takut dan pastinya akan malu.
"Pak jenderal, dia Pahlawan yang aku ceritakan. Namanya Gir, dia menguasai Badai." keduanya pun bersalaman, Gir yang memang melihat tatapan Bapak separuh baya ini sedikit curiga dan aneh. menyalaminya dengan kuat dan sedikit meremas tangan orang itu dengan tatapan tajam. Dia sungguh tak suka Airen dipegang-pegang orang lain, apalagi Bapak-bapak bau tanah ini.
"Ayo kita lanjutkan lagi latihannya," ajak Airen buru-buru segera ingin meninggalkan Pak Jenderal ini, pikirnya tidak mau berlama-lama.
"Prajurit Airen yang cantik, kita belum selesai. Soal ciumanmu itu ... Aku akan mendatangimu lagi," teriaknya dengan kencang.
"Mati aku, Gie pasti mendengarkannya, semoga ia tak berkata apa-apa, karena aku akan bingung mengucapkan apa untuk soalan itu." Hati Airen berbisik sendiri.
"Ciuman? dia bilang apa?!"
"Oh ... Dia bilang 'siuman' Gir, kamu pasti sudah lapar ya? Ayo cepat kita kesana! Kalau tidak, aku harus segera kembali. Ada banyak pasien yang siap diangkut ambulance hari ini untuk dipindahkan ke rumah sakit, atau aku tak bisa menemanimu," tutur Airen mengalihkan apa yang di dengar Gir tadi.
"Fiuuu ... hh, selamat," batin Airen sambil menggandeng tangan Gir karena untuk merayunya melupakan yang tadi.
Memendar warna langit ke-orange-an, menyemburkan kedamaian dan kesejukan pagi dengan ritmisnya disebabkan menyingsingnya hawa malam. Sinaran sang surya yang masih mengintip tersipu malu menyapu dengan lembut semesta, beserta isinya menyemburkan alunan kedamaian di setiap partikel-partikel yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa. Berbanding terbalik dengan kesuraman suasana Negara ini yang sebentar lagi akan diguncang riwayat sejarah yang mengenaskan.
Sesosok "tajam" sedari dini hari bersiaga berjaga-jaga seorang diri. Dia memantau keadaan sekitar untuk mewaspadai pergerakan serangan lawan, dia tidak menginginkan akibat sedikit kelengahan menjadikan kefatalan yang tak termaafkan. Bara berdiri dengan gagahnya memakai jubah kebangsaannya dan kebanggaan Kerajaan Negeri-nya. Jubah itu berkibar-kibar menantang tegas bersiap menghukum para pecundang kedamaian, ia digerakkan oleh angin. Ketampanannya tertutup oleh kebengisan niatan menghancurkan kedzaliman di muka bumi ini. Lahan luas yang sedikit gersang dihiasi rerumputan kering ia jadikan kekuatan pijakan kedua kaki berototnya. Gersang ... tandus ... dan hampir tak ada lagi terlihat tanda-tanda kehidupan, semua takut dan bersembunyi, semua pergi dan mengungsi. Dirinya dikelilingi reruntuhan bangunan-bangunan megah yang harusnya menjulang tinggi namun sudah kehilangan bentuknya, runtuh ... luluh .. hancur berantakan menjadi saksi sebuah kekejaman berapa dekade ini, atas ambisi seseorang yang menjadi pemimpin Negara-negara Adidaya yang sudah hilang simpati dan perikemanusiaan di dalam sanubari.