1 Ancient Prophecy

Di malam hari yang kelam

Sepasang suami-istri masuk ke dalam sebuah rumah yang gelap, kusam dan terlihat tak terawat sama sekali. Terlihat kecemasan di wajah perempuan berusia dua puluh tahun itu. Hati kecil seolah menolak dan ingin segera mundur dari sana.

"Apakah yang kita lakukan ini sudah benar, Sayang?" tanya sang istri ragu.

Si suami menggangguk. Pria bertubuh tinggi dengan janggut dan cambang lebat itu tak ingin pergi dari sana, karena apa yang dilakukan adalah hal yang sudah sewajarnya terjadi. Tubuh si wanita yang membuncit di bagian perut itu, kini merapatkan mantel dengan erat, seolah menggigil dengan suasana malam yang belum terlalu larut.

"Kita harus tahu, bagaimana keadaan anak di dalam kandunganmu, Sayang. Setiap orang di sini juga melakukan hal yang sama dan kita bukanlah yang pertama. Do not worry, everything is gonna be alright," jawab sang suami menenangkan.

Wanita yang tengah mengandung buah cinta pernikahan mereka itu, tengah menggenggam erat jemari sang suami. Hati dan pikiran resah, seolah takut mendengar sesuatu yang mengubah hidup mereka selamanya.

Keduanya kini masuk ke dalam sebuah ruangan yang hanya ada cahaya lampu minyak di mana-mana. Pria bertubuh tegap itu agak ragu, hanya saja, karena telah terlanjur membuat janji, maka mau tak mau ke sana.

Seingatku, kami harus berjalan lurus terus, kemudian di sana ada pintu dan nanti akan ada pintu lagi. Semoga apa yang kulakukan benar, karena tak ingin di masa depan keluarga mendapatkan celaka nanti, pikir pria yang memiliki mata berwarna emerald.

"Sayang, pegang tanganku. Jangan takut, karena aku ada di sini." Pria tersebut berkata dengan lembut, untuk menenangkan istrinya yang gelisah.

"Ya, Sayang," sahut wanita muda itu.

Ia menggenggam tangan kiri suami tercinta, akan tetapi di dalam hati merasa was-was dan tak enak, seolah ada sesuatu yang tak menyenangkan akan mereka temui tak lama lagi.

Mereka pun berjalan dengan langkah sedang. Wanita yang tengah hamil tua, sekitar dua puluh tiga minggu itu merasakan perutnya bergolak. Janin di dalam kandungan, menendang dengan kuat, seperti mengetahui perasaan sang ibu yang tengah gundah.

Akhirnya, di depan mereka terdapat sebuah pintu. Sang pria mengetuk beberapa kali, supaya orang yang berada di dalam ruangan mengetahui kedatangan keduanya.

Pintu tiba-tiba terbuka dengan keras, sehingga suami-istri itu terlonjak karena terkejut. Nuansa mistis, mulai terasa. Bau asap kemenyan membumbung tinggi, seolah berada di dunia lain. Dunia yang tak terjangkau: alam para dewa.

"Duduklah." Terdengar suara mistis berat.

Ternyata, suara itu adalah milik seorang wanita tua, usia sekitar enam puluhan, berambut panjang berwarna perak, wajahnya tampak berkerut di sana sini, dan dandanan nyentrik. Tak ada senyum di sana dan hanya menatap dingin tamu-tamu yang datang pada malam itu. Dari ciri-ciri fisik, terlihat bagaikan peramal nasib.

"Baik," sahut si pria.

Keduanya duduk di kursi yang telah diletakkan di depan wanita tua tersebut. Tak ada yang berbicara satu sama lain, sehingga terjadi keheningan yang mencekam. Waktu serasa berhenti berputar, sinar bulan pun terlihat dari jendela yang terbuka di sana. Terdapat sebuah bola kristal yang berada di meja kecil yang memisahkan antara mereka bertiga.

"Apa yang ingin kalian tanyakan?" tanya wanita tua itu.

"Istri saya tengah mengandung, Madame. Kami ingin mengetahui, bagaimana dengan masa depan anak kami," jawab pria tersebut, tanpa keraguan.

Tak ada jawaban sama sekali. Mulut Madame komat-kamit membaca mantra. Suami-istri itu hanya bisa terdiam, karena mereka tak tahu harus berkata dan berbuat apa.

"Anak yang ada di dalam kandungan Anda, akan menjadi penyihir paling hebat, Dark Witch terkuat sepanjang sejarah, namun akan memakan korban jiwa sangat banyak. Dia akan terkenal dengan kecantikan, kecerdasan dan banyak akal. Ciri-cirinya: rambut coklat chestnut dan memiliki sepasang mata indah berwarna hazel." Suara itu terdengar sangat berat, seolah berganti roh.

Isi ramalan itu begitu mengejutkan hati sepasang suami-istri, Lavena Isolda Keira dan Tristian Varden Writh. Keduanya tak menyangka, bahwa kutukan yang terkenal di seantero negeri, Zlatav, terjadi pada mereka.

Wajah Lavena pucat pasi. Ia tak sanggup berkata-kata, karena apa yang didengar bagaikan mimpi buruk yang menjadi nyata. Sang suami. Tristian, sudah hampir menangis, karena mereka sudah menikah selama tiga tahun dan bayi yang di dalam rahim sangat ditunggu, namun berakhir dengan kekecewaan.

Ya, Dewi Asiles, apa salah kami? Mengapa saat meminta blessing, serta meminta Madame Lizhard untuk membacakan masa depan anak kami, malah mendapatkan berita yang sungguh membuat hati ini sakit! lirih Lavena.

"Apakah ... apakah ini benar?" tanya Tristian tersendat-sendat.

Peramal itu mengangguk. Sepasang suami-istri itu menjadi lemas, lemah dan tak berdaya. Mereka mengetahui, kalau Madame Lizhard, Peramal Agung, mengatakan sesuatu, pasti hal tersebut akan terjadi.

"Kalian boleh memilih: membunuh anak itu saat dia lahir atau membuangnya. Terserah mau dibuang di mana. Kelak, saat gadis itu lahir, kekuatan tersembunyi akan bangkit dan tidak bisa dicegah lagi. She is defenitly would be the strongest Dark Witch in this era!" Madame Lizhard menjawab, sekaligus memperingatkan dengan sungguh-sungguh.

Keduanya saling menatap satu sama lain. Bagaimana bisa tega untuk membunuh si kecil yang berada di dalam kandungan, sedangkan anak itu adalah yang pertama dan sudah ditunggu sekian lama?

"Tak adakah cara lain? Kami sudah menunggu lama untuk memiliki anak dan tidak tega membunuh darah daging sendiri," ujar Lavena.

"Semua terserah pada kalian. Aku hanya memberitahu dan lebih cepat kalian singkirkan anak itu, lebih baik," nasihat sang peramal yang sedang kerasukan tersebut.

Suami-istri itu tak bisa menjawab. Keduanya tampak ketakutan dan sangat stres. Sebagai orang tua, tentu merasa berat dengan apa yang baru saja mereka terima: legenda tentang datangnya seorang gadis, utusan Dewi Ilmu Sihir yang membunuh tanpa ampun, Dewi Magia.

Air mata meleleh dari pelupuk mata Lavena. Tangan kanan mengusap perut dengan penuh sayang dan tak mau kehilangan anak yang dikandung. Tristian pun merasakan hal yang sama: tak tega untuk melenyapkan darah daging yang dicinta.

"Te ... terima kasih ...." Tristian berkata dengan terbata-bata.

Madame Lizhard terlihat menunduk. Lavena dan Tristian tak berani membangunkan, karena takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Di dalam kantung baju pria, terdapat sekantung uang emas.

"Sayang?" tanya Lavena kepada suami.

Wanita yang tengah hamil itu seolah bertanya, apa yang seharusnya mereka lakukan? Tristian yang melihat hal tersebut, hanya membalas dengan isyarat menggelengkan kepala. Lavena pun mengerti dan tidak melakukan tindakan apa pun.

Tak lama kemudian, sang peramal bangun. Raut Madame kembali seperti semula, sehingga keduanya berasumsi, kalau kalau keadaan sudah kembali seperti biasa dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Bagaimana? Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Madame dengan nada datar.

Suami-istri tersebut tampak ragu, karena memang sebagai orang tua tak ingin berbuat hal keji, akan tetapi tak bisa berkata apa-apa. Tangan kiri Lavena mengusap perut, karena merasa tak sanggup bila harus sampai berpisah dengan darah daging sendiri. Sang suami pun merasakan hal yang sama, hatinya bergejolak, seolah menentang apa yang dikatakan oleh Madame Lizhard.

Malam pun kian larut. Keheningan melanda di dalam ruangan, sehingga suasana yang terasa semakin mencekam tak dapat terelakkan.

***

avataravatar
Next chapter