webnovel

1. Nikahi Aleshaa

"Ibu tidak keberatan dengan siapapun kamu akan menikah, tapi Ibu tidak akan ikhlas kalau kamu menikah dengan Mira!" Kata wanita paruh baya itu yang jelas tidak sabar ingin mengusir putranya.

Sang putra hanya hanya bisa membujuk pelan si Ibu, khawatir akan mempengaruhi kesehatan si Ibu jika ia turut berkeras hati.

"Kenapa dengan Mira, Ibu? Dia..."

'Kan sesuai kriteria ibu'.

Belum sempat selesai kalimatnya, wanita paruh baya itu justru memotong ucapan putranya.

"Sudahlah Adnan. Jika kamu ingin berbakti setidak nya turuti lah Ibu. Ibu tidak minta banyak padamu, selama ini Ibu kabulkan keinginan mu. Toh, umur Ibu tidak lama lagi. Setelah Ibu mati, terserah kamu mau menikah dengan siapa!" walau dalam suara pelan dan lirih karena kondisi kesehatannya, siapapun dapat dengan jelas mendengar kemarahan wanita ini.

"Apa yang Ibu katakan? Ibu kan sehat. Adnan janji akan buat Ibu bisa lari lagi. Sekalian biar Ibu bisa senam poco-poco lagi sama Bu RT." Adnan setengah berguyon untuk memperbaiki suasana hati Ibunya, namun sepertinya itu tak menggubris hati Ibunya sedikitpun.

Ajeng Trisniarty, atau lebih sering dipanggil Ibu Narty ini,walau umurnya telah menginjak kepala lima, energinya untuk merutuki putra semata wayangnya itu tak pernah surut. Apalagi sejak sang putra memiliki hubungan khusus dengan gadis bernama Shamira Calista sejak 6 tahun terakhir. Meski energi itu tak sebesar dulu dikarenakan kesehatannya yang bermasalah. Penyakit yang sering kambuh sering kali membuatnya keluar masuk rumah sakit, tak jarang mengharuskan ia dirawat seperti hari ini.

Melihat amarah yg tak kunjung reda diwajah sang Ibu, Adnan tak lagi membahas Mira. Ia berusaha mengalihkan topik, khawatir Ibunya cemas.

"Ibu jangan bicara seperti itu lagi ya, Ibukan tahu Adnan tidak suka kalau Ibu terus berkata mati ... Adnan yang akan mati lebih dulu kalau sesuatu terjadi pada Ibu" suara Adnan sedikit bergetar saat mengatakannya, jelas bahwa yg ia katakan adalah benar. Tidak ada wanita yang lebih ia cintai dibanding Ibunya ini.

Adnan mengambilkan segelas air untuk Ibunya, meskipun hati Narty sudah sedikit mencair mendengar ucapan putranya itu, namun ia tetap gengsi menerima air dari putranya tersebut.

"Aleesha, ambilkan Ibu air. Ibu haus." Narty berkata tanpa menatap putranya, bertingkah seolah-olah ia tak melihat air yg dipegang Adnan.

Aleesha, gadis yang dari tadi hanya diam disudut mengamati pertengkaran Ibu dan anak ini, setelah namanya disebut barulah ia bergerak dari tempatnya. Bahkan Adnan sempat lupa bahwa ada orang lain diruangan ini tadi, selain dia dan Ibunya.

Adnan menatap Aleesha, memberi isyarat untuk mendekat. Adnan tahu gadis itu jelas bingung harus bereaksi seperti apa.

"Aleesha, tolong ambilkan Ibu minum, nak" melihat Aleesha yang tak kunjung mendekat Narty kembali memanggilnya. Narty jelas tahu anak itu merasa canggung. Narty berpikir salah dirinya kenapa selalu melibatkan anak ini dalam pertengkaran nya dengan putra bod*h nya ini.

Aleesha tak menunggu sampai tiga kali dipanggil, ia mendekat kearah kasur rumah sakit kelas satu itu dengan segera. Sebelum mengambil gelas dari tangan Adnan, Aleesha mengamati Adnan khawatir ia merasa tak enak. Adnan jelas tahu arti tatapan Aleesha padanya, dengan tersenyum ringan ia mengisyaratkan dia tidak apa-apa.

"Ibu, tidak baik kalau ibu terus berwajah masam seperti ini. Manakah senyum menggoda nyonya Narty ini?" Aleesha duduk disamping ranjang, menyerahkan gelas berisi air itu sambil menggoda bos nya itu. Narty hanya tersenyum sambil menerima gelas itu. Tak luput tangan Aleesha membantunya saat minum.

"Sudah waktunya minum obat Bu, saya bukakan ya?" Tanpa meminta persetujuan, Aleesha membuka obat dan menyuapinya pada Narty. Satu keajaiban yang tak bisa dilakukan Adnan pada Ibunya. Terkadang Adnan berpikir sebenarnya siapa yang anak ibunya. Tak sekalipun Narty protes terhadap apa yang dilakukan Aleesha padanya. Adnan hanya diam mengamati interaksi dua wanita didepannya ini. Sesekali ia tersenyum, tak jelas membayangkan dan memikirkan apa.

"Ibu harus rajin minum obat, saya sudah rindu nyanyian Ibu di rumah." Aleesha terus berceloteh ringan, namun hal itu yang berhasil membuat ketegangan Narty menghilang.

"Gadis nakal, berhentilah berceloteh. Kamu sudah makan belum?" Narty menarik hidung gadis pelarian yang ia temukan satu tahun yang lalu itu.

"Alhamdulillah, sudah Bu. Saya sudah habiskan semua stok makanan kita" Aleesha mengedipkan matanya menggoda sang ibu.

Ditengah-tengah hangat dan asyiknya perbincangan dua wanita ini, tiba-tiba saja terhenti karena suara dering ponsel seseorang. Yang tak lain ponsel milik Adnan. Sekilas Narty melihat siapa pemilik panggilan tersebut, tertulis "Sayang" diatasnya. Jelas Narty dapat membaca siapa yang dimaksud sayang itu. Seketika suasana hatinya kembali memburuk.

"Nikahi Aleesha, ibu akan setuju untuk dioperasi" Narty berkata seolah memberi ultimatum pada putranya.