webnovel

Kecemburuan yang Menghancurkan

"Jung Sora, apa yang kau rencanakan?"

"Menurutmu aku akan menyerah begitu saja?"

Shou mengernyit. Sora mendengkus.

"Kita pasangan yang sangat serasi. Aku cantik, dirimu tampan. Semua orang suka dongeng putri yang teraniaya ditolong oleh pangeran yang tampan. Jadi, aku berencana untuk menjadi putri itu dan mendapat perhatianmu." Sora berbisik hanya agar didengar Shou.

"Lagipula, orang-orang lebih suka melihat kita membuat skandal. Tak ada yang tertarik dengan istrimu yang biasa-biasa saja itu," imbuhnya lagi.

"Jung Sora!"

"Sstt ..., pelankan suaramu, Sayang. Tak baik membuat orang mengira kita sedang bertengkar." Jemari lentik Sora menelusuri garis rahang Shou. Mata jelitanya bersinar hangat. "Jika kunyatakan aku mencintaimu, apakah kau menerimaku?"

***

Syuting tak berjalan lancar. Hee Young mendesah, mengamati dari pojok koridor. Seharusnya adegan 15 bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari setengah jam. Namun, mereka sudah berada di sini hampir satu jam dan sutradara terus meneriakkan pengulangan.

"Aku tak sanggup lagi jika harus retake," keluh seorang kru. "Anakku opname dan Ta Mi tak bisa menjaganya."

"Istrimu lembur lagi?"

Hee Young melihat kru bertopi kupluk itu mengangguk. Perkataan selanjutnya membuat perempuan itu meringis.

"Shou dan Sora seharusnya jadi pasangan suami-istri, tapi sejak adegan dimulai mereka seperti musuh bebuyutan."

"Hanya Shou saja kukira," kata temannya. "Lelaki itu seperti singa sedang mengamuk. Apa sih, yang membuat suasana hatinya seburuk itu?"

Hee Young perlahan beringsut pergi. Keluhan-keluhan mulai tertangkap telinganya, tapi dia enggan nimbrung. Diliriknya Shou yang tengah berusaha keras menggendong Sora. Adegan itu seharusnya penuh aura romansa.

Adegan Sora adalah terluka karena jatuh dari tangga, dan butuh pertolongan di masa bulan madu mereka. Shou sebagai suami yang baik bersedia melakukan apa pun untuk memberi kenyamanan pada istrinya. Itu yang tertera di panel storyboard.

Realitanya? Shou justru terlihat ingin melempar Sora sejauh mungkin. Bukan tatapan penuh kasih ala budak cinta yang muncul, tapi sorot kejam penuh amarah yang justru memancar dari netra keemasannya.

Hee Young bergidik. Suhu di luar mulai dingin pertanda musim gugur sebentar lagi berakhir. Seharusnya hari ini mereka bisa menyelesaikan banyak adegan. Namun, persoalan emosi Shou yang tak terkendali membuat syuting molor parah.

"Kau di sini?"

Hee Young mendongak. Yong Jin mengulurkan segelas kopi panas. Perempuan itu mengangguk tanda terima kasih, lalu menurunkan penutup wajahnya.

"Kenapa kau baru cerita jika bergabung dengan drama ini?" tanya Hee Young.

Yong Jin memutar-mutar gelas kertasnya yang hanya terisi separuh cairan hitam pekat. "Agenku juga baru memberitahu seminggu lalu."

Hening. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hee Young teringat pembicaraan mereka di rumah kaca Prunos pagi tadi.

Yong Jin memberitahu bahwa dirinya resmi bergabung dalam drama yang dibintangi Shou dan Sora. Itu menjelaskan mengapa keduanya bisa datang bersamaan ke Prunos. Aktris cantik itu bahkan dengan rendah hati menawarkan diri membantu Yong Jin berlatih akting.

Itu jika dia tak sedang sibuk mengganggu suamiku. Gerutu Hee Young teringat agresifnya Sora pada Shou.

"Kedatanganku ke tempat syuting kemarin sekaligus ingin memberitahumu hal ini." Yong Jin mengusap tengkuk. "Tapi terlupakan karena berita pernikahanmu."

Hee Young mengangguk paham. Bahkan dirinya juga masih terkejut dengan perubahan status yang sangat drastis. Menjadi istri seorang figur publik tak melulu membahagiakan.

"Aku tak tahu harus senang atau berdukacita untuk aktor yang kugantikan." Lelaki itu menyelonjorkan kaki di lantai koridor yang dingin. "Jika dia tak cedera, aku pasti tak bisa mendapatkan peran ini."

"Jadi, kau masuk menggantikan Le Lim yang cedera kaki itu?" Hee Young ikut-ikutan selonjor. Dia bergidik merasakan lantai yang dingin. "Untung saja belum banyak adegan Le Lim yang diambil. Kudengar penulis naskah cukup kerepotan mengatur pergantian pemain."

"Begitulah. Aktor Le Lim memang baru syuting beberapa adegan, tapi perannya cukup penting. Hei, apa kita bisa minum-minum setelah syuting? Aku berencana mengajak beberapa kru ke rumah minum."

"Apa itu tak apa-apa?" Hee Young sangsi. "Sutradara tampaknya tidak dalam suasana hati yang bagus. Dia senewen sejak tadi."

"Minum akan mengembalikan keceriaannya." Yong Jin optimis. "Mau ikut? Kuantar kau pulang."

Hee Young terdiam sangat lama hingga Yong Jin tak sabar. "Apa suamimu melarang minum-minum sepulang kerja?"

"Tidak, tidak, bukan begitu." Hee Young melambaikan tangan cepat. "Aku hanya tak berselera minum-minum."

Tawa Yong Jin pecah. "Kau masih tetap sama. Kukira pernikahan akan mengubahmu."

"Sama bagaimana?"

"Akui saja, kau menolak ajakanku karena tak nyaman dengan kerumunan orang banyak, kan?"

Hee Young mengangguk pelan. Lelaki di sampingnya tertawa lagi. "Ada aku, Hee Young. Kru di sini juga baik-baik. Tak ada yang harus kau takutkan."

Perempuan itu termenung. Di sini tak ada yang mengenalnya sebagai istri Kim Shou, kecuali segelintir orang saja. Selebihnya mengenal Hee Young sebagai penata gaya pribadi sang aktor.

Itu artinya prospek dilecehkan akan sangat besar, batin Hee Young. Bulu kuduknya meremang teringat kenangan buruk di masa silam.

Mulutnya terbuka hendak mengomentari ucapan sahabatnya. Namun, tepat saat itu, pandangan Hee Young bersirobok dengan adegan syuting beberapa meter di depannya. Jantungnya serasa dipelintir tangan tak kasat mata.

"Yong Jin, aku harus pergi." Perempuan itu bangkit. "Terima kasih untuk kopinya."

"Kau pulang ke rumahmu sendiri?"

Hee Young melirik pergelangannya yang dipegang Yong Jin. Lelaki itu memandang penasaran. Mendadak dia dibanjiri ingatan tentang tato baru Yong Jin.

"Kuharap bisa," jawab Hee Young tak pasti. Perempuan itu membuang muka. Suaranya sedikit bergetar. "Aku ... aku kembali lagi ke dalam."

"Kau masih benci dingin, ya?" gerutu Yong Jin. "Musim dingin tahun ini sepertinya datang lebih cepat."

Hee Young mengangguk tanpa mendengarkan seksama. Dia bergegas pergi. Jemarinya gemetar saat mengangkat penutup muka. Di belokan, dia membuang gelas kertas bekas kopi. Namun, langkah Hee Young tak menuju ke lokasi syuting. Alih-alih berbelok ke kanan, Hee Young justru menuju arah kiri dan tiba di deretan pintu-pintu dengan pemandangan taman bergaya Zen.

Merasa sudah aman dari penglihatan orang-orang, Hee Young merepet ke dinding. Telapaknya otomatis terangkat ke depan dada. Debaran jantungnya bertalu kencang.

"Astaga, ada apa denganku? Tadi itu hanya adegan ciuman biasa." Hee Young mengelus-ngelus dada. Dia melongok lagi ke lokasi syuting. Fragmen itu masih tersaji dan kian panas.

"Improvisasi yang sangat bagus, Jung Sora," pujinya tak tulus. "Seharusnya ciumanmu itu tak ada di naskah cerita. Kenapa kau nekat melakukannya?"

Dari tempatnya bersembunyi, Hee Young termangu menonton pameran kemesraan dua pemain bintang. Siapa pun bisa melihat hubungan antar dua artis itu lebih dari sekedar hubungan profesional. Ingin rasanya dia berteriak, merenggut Shou dari dekapan erat Sora, dan mengklaim lelaki itu hanya miliknya.

Sayangnya dia tak bisa melakukan itu. Gimmick terkadang diperlukan untuk mempromosikan drama. Penonton lebih suka melihat hubungan antara dua tokoh utama dibanding mengulik kehidupan pribadi masing-masing pemain. Tak peduli jika sang aktor telah beristri atau si aktris punya pasangan tetap.

"Sadar, Kim Hee Young!" Hee Young menampar pipi. "Shou bukan suami sejatimu. Dia hanya pelindungmu. Kau tak boleh protes untuk tiap adegan mesranya!"

Mata Hee Young terpejam. Dia mengatur napas dalam-dalam, mereka kembali hubungannya dengan Shou. Mereka telah melewati malam dan pagi yang menggairahkan. Tekadnya sudah bulat untuk mempercayai Shou.

Jadi, apa salahnya melihat itu berakting mesra dengan wanita lain?

***

Shou terus-terusan merengut. Pria itu melirik Hee Young dan Yong Jin yang tampak akrab minum kopi di koridor hotel. Lagi-lagi perempuannya berani membuka penutup wajah hanya saat bersama bocah ingusan itu.

Hanya saat bersama Park Yong Jin. Shou mendecih jengkel. Paginya yang semula sempurna jadi rusak total sejak kedatangan dua pengganggu itu ke Prunos. Makin hancur lagi setelah manajernya memberi kabar tak lucu.

Si bocah ingusan bakal jadi pengganti Le Lim yang sedang cedera. Itu artinya, dalam beberapa minggu ke depan dia harus bertemu dengan lelaki tengil urakan itu di lokasi syuting.

"Haruskah aku mengucapkan terima kasihku padamu?"

Shou kembali memfokuskan diri pada sosok Sora di pelukan. Dialognya yang sempat terlupa, telah kembali dengan sempurna.

"Tentu. Kau bisa berterimakasih di tempat tidur." Shou mengulas senyum tak sampai ke mata.

"Boleh kucicil di sini?"

"Apa?" Shou kebingungan.

Dialog itu tak ada di naskah. Mendadak tubuhnya sekaku papan. Sora mendaratkan ciuman basah ke bibirnya. Dahinya berkerut dalam.

Ini tak ada dalam naskah. Mereka hanya punya tiga adegan ciuman. Satu sudah dilakukan di altar saat babak pernikahan. Dua lainnya masih menunggu mereka pindah lokasi ke perkebunan strawberry.

Mata Shou melebar menyadari improvisasi aneh Sora. Ciumannya lebih panas daripada yang disangkanya. Shou membeku, tak berniat membalas tambahan adegan lawan mainnya. Namun, satu sudut otaknya menderingkan alarm peringatan. Tingkahnya hari ini sudah cukup buruk hingga menunda separuh lebih jadwal syuting.

Siku Shou dengan cepat menekuk. Telapak tangannya menekan punggung Sora, mendorong perempuan itu merapat padanya. Mulut Shou terbuka. Benaknya mengirimkan bayangan Hee Young sebagai pengganti lawan main yang tengah diciumnya.

Saat itu, bagai digerakkan tali tak kasat mata, Shou melirik satu arah lain. Jantungnya mencelus. Meski ditutupi topi bucket, tapi dia tahu sepasang mata yang memelototinya tajam.

Hee Young cemburu dengan ciuman Sora!

***

Shou membanting tas ke ranjang. Napasnya naik-turun tak karuan. Kerut di keningnya muncul sangat dalam. Siapapun tahu, lebih baik mereka jaga jarak dalam radius aman jika pria itu sudah dalam mode penuh amarah seperti sekarang.

"Bocah sialan!" makinya keras. "Apa dia tak tahu Hee Young sudah punya suami?"

"Dia tahu, tapi dia tak peduli." Taehyung muncul tiba-tiba dari balkon kamar. Tanpa kesulitan dia membuka jendela yang sempat terkunci. Sayap peraknya kembali terlipat rapi begitu memasuki ruang pribadi sepupunya.

"Jangan membesar-besarkan persoalan sepele, Shou," tegur Taehyung.

"Sepele katamu, Angae?" Shou memanggil manajernya dengan nama asli. "Dia membawa Hee Young pergi minum!"

"Seluruh kru juga pergi," sanggah Taehyung santai. "Itu bukan ajakan pribadi."

"Menurutmu begitu?" sinis Shou. "Dia ingin merebut Hee Young dariku!"

Taehyung mengamati sepupunya. Jenderal besar yang menggantikan kakaknya di Dunia Atas—dan sangat disegani—kini tampak seperti pemuda pubertas yang tengah merajuk. Pria itu mengulum senyum.

"Kenapa kau tak ikut pergi?"

"Ada Jung Sora." Shou melengos.

"Ah, jadi kau pilih jadi pengecut," komentar Taehyung sarkastis.

Shou meninju dinding. Lubang besar menganga hasil perbuatannya. Taehyung menaikkan alis, tak terkesan dengan ulah sang sepupu. Mata emasnya bersirobok dengan netra yang sama milik Shou.

"Aku tak mau dekat-dekat perempuan itu," gerutu Shou. "Hee Young suka bersedih melihat tingkah Sora."

"Mengingat adegan ciuman panasmu tadi, pasti banyak yang menyangsikan kau tak suka dekat-dekat wanita cantik itu." Taehyung meneliti ujung-ujung kukunya. Lalu pandangannya menghunjam tajam ke arah Shou. "Apa yang kau rencanakan, Shou? Improvisasi tadi sedikit berlebihan."

Shou tak menjawab. Mana mungkin dia berkata terus-terusan bahwa niatannya adalah membuat Hee Young cemburu?

Manajer tampan yang duduk anggun di sofa menanti jawaban Shou. Saat dia tak memperolehnya, Taehyung berkata jahil.

"Jadi ini karena Hee Young?" gumamnya pelan. "Kau tak suka istrimu didekati pria lain, tapi kau membuka diri pada wanita lain."

"Tak seperti itu, Angae," sergah Shou. Dia siap menjelaskan, tapi pilih mengurungkan. "Ah, sudahlah. Kau tak mengerti perasaanku."

Taehyung tersenyum-senyum. "Apakah aku harus mengerti? Atau Hee Young yang harus mengerti?"

Shou terdiam. Sepupunya menepuk bahu Shou pelan. "Aku pergi dulu. Lebih baik kau latih aktingmu lagi. Sutradara protes karena hari ini jadwal berantakan."

Pria itu memandang kepergian sepupunya yang terbang melewati jendela balkon. Hembusan angin dingin mulai membekukan tulang. Namun, Shou terlalu panas untuk ditaklukkan oleh kekuatan angin. Disambarnya naskah drama dan mengekor ke balkon. Berusaha keras mengembalikan konsentrasi, Shou membaca beberapa dialog. Menit kesepuluh akhirnya dia menyerah.

Otaknya tak berada di deretan huruf naskah. Sebaliknya, dia justru mengembara ke acara minum-minum yang tak dihadirinya.

Yong Jin berinisiatif mengundang orang-orang di lokasi syuting untuk menghabiskan waktu dengan beberapa botol soju—yang langsung disambut antusias oleh semuanya. Awalnya Shou berniat ikut. Namun, kala melihat bayangan Sora dan asistennya, pria itu langsung menuju mobil dan tancap gas pulang.

"Sial!" Shou mengumpat lagi. Di saat seperti ini dia ingin bercerita pada Seok Jung. Hanya saja, pria itu pasti sedang asyik bermesraan dengan istrinya yang tengah hamil tua. Apa enaknya mengganggu orang sedang pacaran?

Shou berdiri. Terjangan hawa dingin sedikit mengusiknya. Dia butuh relaksasi otak dan hati. Jemarinya meloloskan kancing kemeja. Dalam sekejap, dada dan perut berotot terpampang jelas dalam ketelanjangan Shou. Mata emasnya memindai keadaan di bawah. Pedestrian sudah sepi karena jam mulai menunjukkan waktu dini hari. Cukup aman untuk terbang tanpa tabir pelindung.

Sayap seputih salju Shou terkembang. Matanya terpejam. Telinganya menajam mendengar deru angin. Kakinya mulai mengambil ancang-ancang terbang. Tinggal satu langkah lagi hingga suara merdu menghancurkan konsentrasi Shou.

"Shou, kau bersayap?"