webnovel

Tanda-Tanda Tertutup Matahati

 

Mengenai masalah ini, Maulana Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan di dalam Kalam Hikmah beliau yang ke-5 sebagai berikut:

"Kegiatan anda pada menghasilkan sesuatu yang telah terjamin untuk anda, di samping itu anda meninggalkan sesuatu di mana anda telah dituntut (diperintahkan pada mengerjakannya) adalah menunjukkan atas (telah) butanya (tertutup) matahati anda."

Sebelum kita menerangkan keterangan yang dimaksud di dalam Kalam Hikmah ini, maka lebih dulu hendaknya kita ketahui beberapa perkataan yang tertera di dalamnya.

[a] Perkataan "Ijtihad" maksudnya di sini ialah bersungguh-sungguh atau giat tanpa kenal letih dan lelah, di mana seluruh kekuatan kita diarahkan untuk memperoleh sesuatu yang tertuju. Jadi tidak dimaksudkan dengan ijtihad di sini seperti yang umum dipakai dalam ilmu hukum Islam (Al-Fiqhul Islami).

[b] Perkataan "Taqshir" maksudnya ialah meninggalkan sesuatu yang dimaksud disebabkan kelalaian dan kurang perhatian, atau tidak mengerjakan sesuatu dengan sempurna sesuai seperti apa yang dikehendaki tentangnya, tegasnya mengerjakan sesuatu setengah-setengah tanpa perhatian yang bulat. Perkataan "Al-Bashiirah" dan bagaimana perbedaannya dengan perkataan "Al-Bashar" Syaikhul Islam Syeikh Abdullah Syarqawy berkata tentang definisinya sebagai berikut:

"Al-Bashiirah" (matahati) ialah: Sesuatu yang disebut dengan mata di dalam hati yang dapat menangkap segala sesuatu yang sifat nya maknawiyah (yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera yang lima atau sebagainya), sebagaimana bahwasanya Al-Bashar mata jasmaniah dapat menangkap (dengan penglihatan) segala sesuatu yang bersifat Hissy (ditangkap oleh pancaindera). :Syarhul Hikam oleh Syeikh Syarqawy, halaman 7 pada pinggir Syarhul Hikam oleh Ibnu

'Ibaad Ar-Randy.

Dari keterangan ini dapat kita fahami bahwa apabila mata kita dapat melihat segala sesuatu yang mungkin dilihat, maka matahati kita melihat segala sesuatu yang tidak mungkin dilihat oleh penglihatan mata kepala sendiri. lnilah perbedaan antara Al-Bashiirah dengan Al-Bashar.

Kalam Hikmah ini memberikan pengertian kepada kita agar kip jangan begitu mementingkan diri dalam mencari rezeki yang telah dijamin oleh Allah s.w.t.

Kita boleh berusaha, bahkan seterusnya berusaha mencari rezeki yang halal, tetapi kita dianjurkan agar jangan sampai lupa diri, sehingga seluruh perhatian kita, kita tumpahkan untuk hidup duniawi ini saja. Karena apabila seluruh kekuatan kita, perhatian dan perasaan kita semuanya untuk ini, maka pasti akan mengakibatkan kurang kesungguhan kita dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban kita terhadap ajaran agama.

Betapa tidak. Allah s.w.t. dengan kurniaNya dan kebaikanNya telah menjamin rezeki hamba-hambaNya. Karena itu Allah s.w.t. telah berfirman

dalam Al-Quran:

"Dan berapa banyaknya binatang yang sendiri, Tuhan yang memberinya makan dan (juga) memberi kamu, dan Dia Maha Mendengar dan Maha Tahu." (Al-Ankabut: 60)

Allah berfirman lagi:

"Dan suruhlah pengikutmu bersembahyang dan tetap mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, (hanya) Kami yang memberi kam11 rezeki dan akibat (yang baik) adalah untuk (orang yang) memelihara diri dari kejahatan." (Thaha: 132)

Dua ayat ini memberikan pengertian kepada kita bahwa dalam masalah rezeki, kita tidak boleh susah. Sebab sudah ada dalam jaminan Allah s.w.t., asal saja kita berusaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari tingkatan-tingkatan keadaan kita, masing-masing seperti telah diterangkan dalam Kalam Hikmah sebelumnya. Apabila masalah rezeki sudah terang persoalannya, maka imbalan daripada itu ialah Allah s.w.t. menuntut kita untuk melaksanakan amal ibadah berupa kewajiban-kewajiban kita terhadap Allah s.w.t. dan mengerjakan amal-amal kebajikan lain-lain seperti yang telah digariskan oleh ajaran-ajaran agama kita. Dengan amal ibadah kita dapat sampai kepada kebahagiaan di akhirat yang kekal — baqa'. Dan dengan amal ibadah pula kita dapat dekati kepada Allah s.w.t. Berfirman Allah s.w.t. dalam Al-Quran:

"Tidak Aku ciptakan Jin dan manusia selain supaya mereka itu berta'abbud (mengerjakan ibadah) kepadaKu." (Adz-Dzaariyat: 56)

Kemudian dalam surat yang sama Allah s.w.t. mdanjutkan firmanNya:

"Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia adalah Maha Pemberi rezeki, Yang Mempunyai Kekuatan yang teguh (luar biasa)." (Adz-Dzaariyat: 57-58)

Dari ayat-ayat ini jelaslah bagi kita, bahwa Allah tidak meminta kepada kita sesuatu seperti yang kita perlukan di dalam hidup dan kehidupan kita. Tetapi Allah menjadikan kita manusia pada khususnya dengan hikmah supaya kita berterima kasih kepadaNya dengan jalan beribadah, tegasnya mematuhi segala perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganN ya.

Perlu kita ketahui tanda-tanda orang yang tenggelam dalam berusaha pada apa yang telah dijamin oleh Allah, tanda-tandanya ialah: 

[a] Atta'assufu 'Alai Ghaa'ibi.

Yakni timbul penyesalan, apabila sesuatu yang telah diberikan oleh Tuhan dicabut kembali olehNya, apakah dengan jalan hilang dicuri orang, dibinasakan dengan datangnya kebanjiran, atau musnah ditelan api dan lain-lain sebagainya.

[b] Faqdut-Taqwaa Fit-Tahshiili.

Yakni tidak ada taqwa dalam hati dan tindak-tanduk pada menghasilkan rezeki yang dicari. Pendeknya asal uang masuk, haram dan halal ditelan semua.

[c] Alghajlatu 'Anil Huquuqil Muta'akkidati Fis-Sababi.

Yakni lalai dari kewajiban yang menjadi hak kita yang tak dapat tidak pada sebabnya ada rezeki itu. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa saking asyiknya ia dengan perusahaannya atau pekerjaannya sehingga lupa sembahyang dan puasa dan lain-lain sebagainya. 

Kemudian tanda-tanda bagi hamba-hamba Allah yang tidak pusing dan tidak tenggelam dalam pekerjaannya, tetapi biasa saja, sehingga meskipun ia berusaha namun ada batas-batasnya; maka tanda-tandanya ialah 3 pula:

[a] Ar-Ridhaa Bil-Waaqi'i.

Yakni ridha pada apa yang terjadi. Apabila ia mendapat untung besar, maka ia bersyukur kepada Allah s.w.t. dan apabila ia mendapat cubaan dari Tuhan sehingga ia jatuh rugi misalnya, maka ia bersabar dan menyerahkan dirinya kepada Allah s.w.t.

[b] At-Taqu:aa Fith-Thalabi.

Yakni selalu taqwa kepada Allah dalam usaha mencari rezeki yang halal.

[c] Hifzhul Adaabi Fil-Asbaabi.

Yakni selalu memelihara cara-cara yang baik, tindak-tanduk yang bagus, tidak memfitnah orang, tidak sentimen dan sakit hati, tidak aniaya kepada orang lain (dan lain sebagainya) di dalam pekerjaannya dalam berusaha demi mencari rezeki yang halal.

Maka dengan ini semua, teranglah bagi kita siapakah orang-orangnya yang dalam usaha-usahanya dalam menghasilkan rezeki, ia diridhai oleh Allah atau kebalikannya.

Kesimpulan:

Kalam Hikmah di atas dalam pengertiannya menyuruh kita supaya kita tetap memelihara hati kita, agar selalu mendapat limpahan-limpahan petunjuk dan tuntutan Allah dalam seluruh persoalan hidup yang kita hadapi. Karena itu meskipun kita di dalam hidup ini berusaha mengatasi hidup dan kehidupan dengan mencapai rezeki yang halal, maka janganlah kita lupa pada Allah dengan persoalan yang kita hadapi dengan jalan mematuhi ajaran-ajaran agamaNya. 

Dan apabila kebalikannya, maka ini adalah dalil, bahwa hati kita telah buta dan tertutup, sehingga kebenaran dan keadilan dalam arti yang luas, gelap dan tidak kelihatan. Akhirnya kebahagiaan yang kekal abadi yang menjadi cita-cita para hambaNya yang saleh akan sirna dan lenyap sama sekali. Na'udzubillahi min dzalik.