webnovel

Akui no Me Rei / Zero

"Korera no jaakuna menomaede, ningen to akuma no subete no akutoku ga bakuro sa remasu. (Di depan mata jahat ini, segala keburukan manusia dan iblis akan terungkap.)—" Demon Eyed Zero. Jalan hidup seseorang tidak ada yang mengetahui. Manusia bersembunyi di balik kenyamanan mereka, tanpa mengenal bahaya yang bersembunyi di balik gelapnya malam. Mata adalah jendela dunia, dan dengan matanya, dia dapat mengetahui apa yang tidak diketahui manusia biasa.

darrenlynn_frost · Horror
Not enough ratings
10 Chs

Kyoto, 08 Maret 2001

Pagi yang cerah akhirnya mendatangi komplek kediaman klan Reira yang terletak di distrik Gion, Kyoto. Satu persatu anggota klan itu perlahan terbangun karena terpaan sinar hangat matahari di musim semi itu, tak terkecuali sepasang suami istri yang berasal dari bangsa yang berbeda.

Sang istri yang bernama Reira Mitsuki terbangun lebih dahulu daripada suaminya. Wanita itu lalu mendudukkan tubuhnya, lalu tersenyum geli saat melihat suaminya tertidur dalam posisi aneh. Wanita itu lalu mengusap-usap perutnya yang sedikit membesar, tanda bahwa ia tengah mengandung.

Melihat suaminya masih tertidur lelap di futon (Kasur lipat) miliknya membuat Mitsuki tak tega untuk membangunkan pria itu. Wanita berusia 20 tahun itu lalu menoleh ke sebuah meja kecil di sudut, tepatnya kearah jam weker yang menunjukkan pukul setengah 6 pagi.

"Watashi wa tada Reza o nemurasenakereba narimasen, kare wa sakuya osoku hataraita nochi ni tsukarete iru ni chigai arimasen, (Sebaiknya kubiarkan saja Reza tidur, dia pasti lelah setelah bekerja lembur semalam,)" gumam Mitsuki seraya membereskan futon yang ia pakai dan bergegas ke dapur.

Perasaan aneh sedikit menerpa indera peraba milik Mitsuki tatkala ia menyusuri rumah itu sendirian. Rumah bergaya tradisional Jepang ini sebenarnya adalah rumah milik keluarga Mitsuki, hanya saja, rumah ini terlalu besar untuk ditinggali oleh satu keluarga kecil yang bahkan belum dikaruniai anak. Banyak orang berspekulasi tentang keberadaan makhluk-makhluk tak kasat mata mengenai rumah ini, membuat Mitsuki merasa merinding saat mengingatnya.

Akan tetapi, perasaan itu berhasil dienyahkan dari kepala Mitsuki saat ia akhirnya mencapai dapur dan mencuci muka di wastafel. Rumah yang ia tinggali memang cukup tradisional karena masih menggunakan Hikido (pintu geser) dari kayu, namun peralatan yang dimiliki rumah itu selengkap peralatan di rumah modern di Jepang. Semua peralatan, baik peralatan elektronik maupun peralatan masak tersedia secara lengkap di rumah itu.

Mitsuki memutuskan untuk mengecek bahan-bahan makanan di kulkas, lalu ia pun menemukan beberapa butir telur dan daging ayam. "Tabun watashi wa chōshoku ni Oyakodon o tsukurubekidesu, watashi wa kinō ichiba de kaimono o suru no owasureshimashita, (Mungkin aku harus membuat Oyakodon untuk sarapan, aku lupa pergi ke pasar kemarin,)" keluh wanita itu seraya mengikat rambutnya dengan gaya kuncir kuda.

Mitsuki memulai acara masaknya pagi ini dengan menanak nasi, membuatnya harus mengambil sedikit beras dari gudang beras yang terletak di ruangan dibawah dapur. Ruangan itu begitu gelap dan mencekam. Meski Mitsuki sudah menyalakan lampu sekalipun, suasananya tetap saja mencekam. Wanita itu sedikit bergidik ngeri, lalu mengambil beras secukupnya dan meninggalkan ruangan itu untuk memasak nasi.

Mitsuki mencuci beras yang ia ambil tadi sebanyak tiga kali, lalu menakar air untuk dimasukkan ke baskom beras dan memasukkannya ke dalam rice cooker. Setelah memastikan bahwa tombol rice cooker itu dalam posisi cooking, barulah ia mengambil bahan-bahan untuk membuat Oyakodon, yaitu bawang bombai, daging ayam, beberapa telur, dan Toriniku Dashi (kaldu ayam).

Mitsuki lalu dengan sigap mengambil sebuah bawang bombai dan membelahnya menjadi dua sebelum mengiris sebagian dari bawang itu tipis-tipis. Selain itu, Mitsuki juga mengiris daun bawang dan memotong daging ayamnya seukuran dadu sebelum ia beri sedikit garam dan lada. Wanita itu lalu menyalakan kompor untuk memanaskan minyak di panci penggorengan, lalu menumis irisan bawang diikuti ayam yang ia potong-potong tadi.

Setelah itu, Mitsuki membumbui masakannya dengan Shoyu (kecap asin), Mirin (cooking rice wine), dan sedikit tambahan lada bubuk. Setelah bumbu-bumbu tadi sedikit terserap, barulah Mitsuki menambahkan sedikit kaldu ayam dan menutup panci penggorengan itu agar bumbunya meresap ke dalam masakannya.

Sementara menunggu masakannya yang satu selesai, Mitsuki memutuskan untuk membuat sup miso yang di dalamnya ditambahkan tofu, wortel, dan jamur yang sudah diiris tipis-tipis. Mitsuki lalu memecahkan 4 butir telur ke mangkok dan mengocok telur-telur itu, lalu dituangkan ke dalam panci penggorengan yang tadi untuk melapisi ayam dan bawang yang ia masak tadi. Akhirnya oyakodon itu matang bersamaan dengan nasi putih yang ia masak sebelumnya.

Setelah semuanya dirasa siap, Mitsuki pun menyiapkan makanan-makanan yang ia masak tadi ke meja makan. Dimulai dari menyiapkan nasi ke dalam mangkuk nasi, lalu menuangkan oyakodon yang ia masak keatas nasi. Selain itu, ia juga menuangkan sup miso tadi ke mangkuk-mangkuk yang lebih kecil. Setelah semua dirasa siap, wanita itu menata makanan-makanan itu ke meja dan duduk tenang menanti suaminya datang.

"Ī nioi ga suru.... (Baunya enak sekali...)" Gumam sebuah suara serak khas orang bangun tidur. Mitsuki menoleh saat ia mendengar suara itu, lantas berkata, "Ohayō gozaimasu, Danna-sama, yoku nemuremashita ka? (Selamat pagi, suamiku, apa tidurmu nyenyak?)"

"Ohayō, Mitsuki-san, suimin ni mondai arimasen, sakuya wa yoku nemuremashita, (Selamat pagi, Mitsuki-san, aku baik-baik saja, semalam tidurku nyenyak kok,)" jawab Reza seraya tersenyum, meski wajahnya masih khas orang bangun tidur. "Danna-sama, chōshoku mae ni kao o arau hou ga ī, desho? (Suamiku, bukankah lebih baik mencuci muka dulu sebelum sarapan?)" Tanya Mitsuki saat Reza sudah duduk di meja makan.

"Atode kao o araimasu, watashi no i wa totemo kūfukudesu, (Nanti saja aku cuci muka, perutku sudah lapar sekali,)" ucap Reza dengan wajah lesu karena lapar. "Sore wa shikataganai, anata ga me o samasu toki anata wa itsumo kūfukudesu, (Yah, mau bagaimana lagi, kamu memang selalu lapar setiap bangun tidur,)" cibir Mitsuki mengomentari kebiasaan suaminya. Keduanya lalu mengangkat tangan dan menyatukan kedua telapak tangan mereka di depan dada.

"'Ittadakimasu, (selamat makan,)'" ucap keduanya sebelum mengangkat sumpit dan mulai makan. Sarapan mereka kali ini memang tergolong sederhana karena mudah dibuat, dan Mitsuki makan seraya sesekali menatap suaminya dengan takut. Hatinya harap-harap cemas karena ia merasa kurang mampu membuat sarapan yang lebih enak bagi suaminya.

Untunglah, Reza bukanlah tipe orang yang suka protes soal makanan. Bahkan, Reza sampai menghabiskan 2 porsi sarapan karena saking laparnya. "Gochisousama deshita, (terima kasih atas hidangannya,)" ujar Reza dengan raut wajah berseri setelah makan. "Gochisousama deshita," ucap Mitsuki mengikuti Reza, lalu membereskan peralatan makan yang mereka gunakan tadi dan meletakkannya di bak cuci piring.

"Aa.... Kyō wa taikin o kasegu mitai de, isoide rāmen-ya no kaiten, (Ah, sepertinya aku akan untung besar hari ini, aku harus cepat-cepat pergi membuka kedai ramen itu,)" gumam Reza seraya meminum segelas teh. "Hontō? Naze sō omou no? (Benarkah? Bagaimana kamu bisa berpikir begitu?)" Tanya Mitsuki penasaran.

"Kyō wa un no megami ga watashi ni hohoende iru yōna ki ga shimasu, (Firasatku bilang kalau dewi keberuntungan sedang tersenyum padaku hari ini,)" jawab Reza seraya tertawa terbahak-bahak. "Otoko, anata wa itsumo jōdan desu, (Dasar, kamu ini hanya bisa bercanda terus,)" tegur Mitsuki setelah selesai mencuci piring dan duduk didepan Reza.

"Gomen gomen, tokorode, hanashitai koto wa arimasu ka? (Maaf maaf, ngomong-ngomong, apakah ada yang ingin kamu bicarakan?)" Reza bertanya dengan nada setengah bercanda. Mitsuki menggigit bibirnya saat Reza bertanya, lalu meraih tangan suaminya itu.

"Jissai na... Sonzai shimashita..... (Sebenarnya... Ada.....)" Jawab Mitsuki seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Jitsuwa.....tonari no ie ya tonari no roji o tōrisugiru to....kowaku narimashita, (Sebenarnya, aku takut saat melewati rumah tetangga kita dan gang di samping rumah,)" ujar Mitsuki pelan, matanya menyiratkan perasaan takut yang mendalam.

"Sonoda-san no ie tte dōiu imi? (Apa yang kamu maksud itu rumah Pak Sonoda?)" Reza kembali bertanya, meski sekarang dengan raut wajah serius. "Ha'i.....watashi ga iitai no wa Sonoda-san no ie to kare no ie no tonari no rojidesu, (Iya, yang kumaksud adalah rumah Pak Sonoda dan gang di samping rumahnya,)" jawab Mitsuki dengan nada bergetar.

"Nani ga haitteru no? Nankahen'na mono o mimashita ka? (Memang ada apa disana? Apa kamu melihat sesuatu yang aneh?)" Reza bertanya lagi, dan pertanyaannya kali ini ia melihat Mitsuki gemetar ketakutan. "Mienaimono, akuryō..... (Sesuatu yang tidak bisa kamu lihat, sebuah roh jahat....)" Suara Mitsuki bergetar saat mengatakannya, membuat Reza bergerak dan memeluk istrinya itu.

Mitsuki mendadak menangis terisak-isak, tubuhnya bergetar hebat karena mengalami rasa takut yang amat sangat. "Kore wa anata no Otou-san ga mago no sōzoku zaisan to shite imi shita mono desuka? (Apa ini yang dimaksud ayahmu sebagai warisan untuk cucunya?)" Gumam Reza setelah menyadari sesuatu.

"Dōiu imidesu ka, Danna-sama? (Apa maksudmu, suamiku?)" Mitsuki bertanya seraya menatap mata suaminya. Tatapan itu membuat Reza merasa terenyuh dan tak bisa lagi menyembunyikan apa yang ayah mertuanya katakan padanya tempo hari.

"Anata no Otou-san wa kare no chikara o kare no mago no nan'ninka ni hikitsugu to iimashita, (Ayahmu bilang bahwa dia akan mewariskan kekuatannya pada beberapa cucunya,)" jawab Reza pelan seraya memejamkan matanya.

Syok, itulah yang Mitsuki rasakan saat mendengar jawaban suaminya. Sungguh, batinnya terguncang karena jawaban mencengangkan Reza, yang mungkin akan membawa petaka bagi anak-anaknya atau anak-anak dari saudara-saudarinya kelak.

"Watashitachi wa ima, Otou-san no ie ni ikanakereba narimasen! Chichi ni sono jaakuna me o darenimo mi sase rarenai! (Kita harus ke rumah ayah sekarang! Aku tidak bisa membiarkan ayah mewariskan mata jahat itu pada siapapun!)" Bentak Mitsuki pada Reza, membuat sang suami terkejut saat melihat pancaran kemarahan di mata istrinya.

つづく

Chapter kali ini berisi tentang kehidupan ayah dan ibu Rei, sang tokoh utama, sebelum kelahiran Rei dan adik kembarnya. Untuk kali ini saya menggunakan bahasa Jepang (versi romaji) agar mudah dibaca dan berikut terjemahannya. Kenapa demikian? Karena itu merupakan tuntutan jalan cerita ini, tapi, jangan risau, di chapter depan saya akan menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan antar tokoh.

darrenlynn_frostcreators' thoughts