32 Penjelasan

Lita panik, dia bergegas pulang setelah melewatkan jam istirahatnya. Atas izin Angel yang memperbolehkanya pulang dijam yang terlalu awal untuk bisa disebut pulang cepat.

Bahkan Lita pulang lebih dulu sebelum staff pagi pulang. Semua staff yang ada di toko pastinya heran dan bertanya-tanya ada apa gerangan dengan atasan mereka yang terkenal selalu profesional itu?

Hati Lita berdebar saking gelisahnya, fikiran dan hatinya hanya tertuju pada satu tujuan yang belum pasti.

Lita meraih ponsel dari tas selempang kecil yang berwarna hitam, mengetik nama yang tidak pernah ia hubungi sebelumnya lewat ponsel itu.

'Halo' jawab lugas suara lelaki diseberang telepon itu.

"Pak Alex, kamu dimana?" Tanya Lita tanpa menyapa.

'Aku sedang di toko Senayan, ada apa?' Sambung Alex.

"Katakan apa saja yang bapak lihat dirumah sakit kemarin? Bagaimana ciri-ciri perempuan itu?" To thepoint Lita menodong penjelasan dari pria yang sudah memaparkan gosip ke atasannya.

'Ka Angel sudah cerita padamu?!'

"Iya, kenapa bapak gak bilang langsung pada saya kemarin? Padahal saya juga ada disana" Suara Lita terdengar memburu dan tidak sabar.

'kamu dimana sekarang?' Alex peka mendengar suara Lita yang diselingi suara kendaraan dari luar.

"Pak Alex jawab dulu pertanyaan saya, bagaimana penampilan perempuan itu? Seberapa yakin kalau orang yang bapak lihat adalah suami saya!" tegas Lita emosi.

'Kamu dimana sekarang?' Tanya Alex lagi, tidak mau kalah tegas. Alex bisa merasakan bagaimana perasaan Lita saat ini walau hanya dari mendengar suara perempuan itu yang antusias ingin tahu tentang kebenaran ceritanya.

"Saya sedang dijalan pulang" terang Lita, suaranya merendah setelah mendengar nada tinggi Alex diseberang sana.

'Turun di halte bundaran Sudirman, tunggu aku disana' Alex mengintrupsi.

"Heem" jawab Lita singkat, tau apa yang dimaksud Alex, kemudian Lita menutup teleponnya di detik selanjutnya.

Lita menghentikan ojek onlinenya di tempat yang dimaksud Alex, merubah destinasi tujuannya.

"Maaf ya pak saya ganti alamat tiba-tiba" ucap Lita pada driver ojek saat turun dan menyerahkan helm kepada pak ojek.

"Iya gapapa bu, biasa ini mah" jawab lelaki setengah baya itu seraya meraih helm dari tangan Lita.

Selanjutnya pak ojek pergi setelah menerima ongkos dari Lita.

Belum sampai Lita menjatuhkan bokongnya di sebagian bangku halte, mobil Alex sudah sampai berjalan lambat mendekat kemudian berhenti didekat halte.

Mata Lita awas mengenali mobil sport hitam yang didalamnya bertengger wajah yang familiar. Lita berjalan lugas dan kemudian masuk.

Alex segera melajukan mobilnya lagi setelah wanita yang sengaja dijemputnya sudah duduk manis dijok sampingnya dan mengenakan safetybelt.

"Kenapa pak Alex gak bilang dan kasih tahu saya pada saat itu?" Sekali lagi Lita to the point bertanya seolah tidak ada waktu lagi untuk mendengar jawaban yang diinginkannya.

Alex membuang nafas kasar "kalau aku kasih tahu kamu saat itu apa kamu kuat lihat suami kamu yang digandeng perempuan lain?" Terang Alex.

"Setidaknya saya bisa tahu itu suami saya atau bukan" Lita menoleh ke arah Alex dengan suara yang masih di balut rasa was-was.

"Kalau memang benar itu suami kamu, kamu mau apa?"

"Setidaknya saya bisa lihat perempuan itu orang yang saya kenal atau bukan"

"Apa ada orang yang kamu curigai sampai membuatmu penasaran begini?"

"Bukan urusan bapak, sekarang lebih baik pak Alex jelaskan kejadian itu, dan bagaimana ciri perempuan itu" mana mungkin Lita katakan yang sebenarnya pasti dia akan merasa malu menjelaskan pada Alex, jika orang yang dia curigai adalah orang yang dimintanya untuk tinggal satu rumah dengannya.

"Rambutnya panjang, kulitnya putih, kelihatannya lebih pendek darimu, waktu dirumah sakit perempuan itu pakai dres warna coklat" terang Alex sambil sesekali melirik ke arah Lita masih sambil fokus menyetir.

Degh! Jantung Lita seolah terhujam benda besar yang tak nampak didalam sana, fikiran Lita menerawang, ingat betul baju yang di pakai Indah pagi itu.

"Apa benar suamiku mengelus perut perempuan itu?" Suara Lita dalam dan sedikit bergetar seolah menahan tangis. Wajahnya menghadap jendela samping mobil menerawang jalanan yang membuat hatinya semakin jatuh dalam emosi.

"Hem" sahut Alex tanpa penjelasan menoleh sejenak ke arah wanita yang kini diyakininya sedang terluka.

Alex mana sanggup mengatakan kejadian pagi ini yang lebih intim lagi antara suaminya dan wanita selingkuhannya. Mengatakan kejadian yang kemarin saja sudah membuatnya rapuh begini.

"Turunkan saya didepan" suara Lita melemah, bahkan wajahnya kini semakin layu seolah tak berminat hidup.

"Aku akan mengantarmu sampai rumah, ketik alamatnya disana" sambung Alex dengan suara tenang, tangannya menunjuk ke arah car navi, GPS navigasi.

Lita menoleh ke arah Alex, menatapnya sayu tanpa minat, namun enggan berdebat untuk menolak tawaran Alex yang ingin mengantarnya sampai rumah, akhirnya Lita mengetik malas alamat rumahnya.

Lita semakin frustasi sendiri dalam fikirannya. Dia hanya berfikir untuk segera sampai rumah, dan memantapkan hati untuk menerima penjelasan suaminya nanti.

***

"Itu mereka pak" ucap pria yang duduk dikursi kemudi sambil menatap dua pasangan yang baru saja menepikan motor di teras rumah, Leo dan Indah.

"Ikut saya" intrupsi pria yang ada dijok belakang, setelah sekali lagi menatap jam tangannya yang kini menunjukkan jam 6.45, waktu yang lebih cepat dari perkiraan.

"Baik pak" si pria dikursi kemudi mengangguk seraya membuka pintu mobil. Setelah keluar pria kemeja hitam brajalan ke depan pintu belakang mobil dan membukanya.

Pria bertubuh tinggi tegap dengan kulit sawo matang turun dari pintu yang baru saja dibuka oleh supirnya.

Mata elangnya awas menatap Indah yang ingin menutup pagar sambil menarik lembut jas hitamnya agar rapih.

Si supir yang melihat nyonya majikannya hampir selesai menutup pagar segera lari mendekat "bu Indah!" Pekiknya menyesuaikan suara agar tidak terlalu keras, mengentikan gerakan Indah.

Si empunya nama yang di sebut langsung menatap orang yang baru saja memanggilnya.

Mata Indah membola ketika tahu siapa si lelaki yang kini sudah berhenti dihadapannya setelah lari.

"Asep!" Pekik Indah tertahan.

Asep melengos ganti menatap pria yang di panggilnya pak tadi berjalan menghampirinya dan Indah, otomatis mata Indah ikut menatap apa yang di lihat Asep.

Mata Indah sukses membola lebih besar lagi melihat si pria kulit sawo matang itu hampir sampai didekatnya. Suaranya seolah hilang tanpa sanggup menyebut nama sang pria.

Si pria sawo matang tunjukkan smirk miringnya "kamu terkejut!" Serunya begitu sampai sejajar dengan Indah.

Saliva Indah kasar tenggelam melewati tenggorokannya.

"Kamu... mau apa kesini?" Tantang Indah gugup.

Tanpa membalas ucapan Indah, si pria sawo matang menoleh ke arah Leo yang berdiri diam disamping motor sambil menatap juga kearahnya "jadi dia orang yang sudah sukses menanam benih dirahimmu?" Cemooh si sawo matang setelah melepas smirk merendahkannya.

Leo yang tak bergeming di posisinya sadar betul siapa yang ada didekat Indah, yah pria sawo matang itu adalah Dimas (suami Indah).

Dimas melangkah ingin mendekat ke pria yang sedari tadi mematung diam mengamatinya.

"stop Dimas! jangan buat keributan di rumah orang" tangan Indah sigap menahan Dimas.

Dimas menoleh kearah Indah "siapa yang mau buat ribut disini, aku cuma mau menyapa pria yang sudah sukses membuatmu hamil" sindirnya "bukankah kita harus selesaikan masalah ini dengan baik-baik" terangnya dingin.

"Indah, biarkan dia masuk" Leo membuka suaranya, setelah mendengar ucapan Dimas.

Leo membalikkan badan jalan ke arah pintu membuka pintu, dan menoleh kearah Indah dan para tamunya, menggerakkan tangannya sambil menganggukkan kepalanya mempersilahkan Dimas masuk tanpa kata-kata.

Dimas yang mengerti gerakan Leo, segera berjalan mendekat setelah Indah melepas genggaman tangan padanya.

Leo kemudian masuk mendahului Dimas, menuntun Dimas menuju ke ruang tamu. Idah dan Asep mengikuti dibelakang.

Sesampainya didalam Dimas segera disambut suara Putri yang kegirangan melihatnya saat sedang menonton TV.

"Papa! Papa!" Pekik Putri senang sambil berdiri dan lompat-lompat kecil di sofa yang tadinya ia duduki.

Ibu melati kaget bukan kepalang menatap menantunya yang sudah ada didalam rumah pelariannya. Bibir bawahnya reflex tergigit tanpa aba-aba.

"Malam ibu mertua" sapa Dimas dengan suara lembut "Putri sayang !papa kangen!" Kini sapaan Dimas mengarah ke Putri dengan nada yang dibuatnya sedemikian manis sambil merentangkan tangan berjalan setengah berlari memeluk Putri.

"Papa emana aja? (Papa kemana aja?)" Tanya Putri polos.

"Papa kan kerja, Putri kangen ya sama papa?" Terang Dimas sambil mencubit pucuk hidung Putri.

"He-em angen (kangen)" balas Putri dengan anggukan antusias.

Leo, Indah dan ibu Melati tentunya tak bisa menenagkan hatinya sedetikpun meskipun lelaki yang dihadapannya kini berubah sikap menjadi begitu manis dan hangat ketika melihat Putri.

Tanpa ada kata mereka membiarkan dua orang berbeda usia yang sedang meluapkan rindu itu bersenda gurau.

Setelah puas meluapkan Rindunya Dimas memberikan Putri kegendongan ibu Melati "tolong bawa Putri masuk dulu bu" ucapnya dengan nada yang berubah dingin.

"Putri cantik! Anak pintar harus segera bobo jam segini ya, Putri masuk kedalam ya nanti Papa jemput Putri kedalam" ucap Dimas lagi dengan nada yang manis dan hangat kepada Putri.

"He-em uti bobo" balas putri sabil mengangguk. Dan detik berikutnya ibu Melati jalan menuju kamar.

Dimas menarik nafas dalam "oke! Ayo kita selesaikan semuanya secara baik-baik" tegas Dimas kembali dengan nada suara mengintimidasi dan langsung menjatuhkan bokongnya ke sofa, bersandar dan menyilangkan kakinya, bersikap arogan di hadapan kedua insan yang masih syok dengan kehadirannya.

Indah dan Leo ikut duduk di sofa lain di seberang Dimas.

Dimas menoleh ke arah Asep yang ada disofa sampingnya, menggerakkan sedikit dagunya, mengisyaratkan Asep untuk mengeluarkan berkas dari dalam tas kulit yang di bawanya.

Asep manggut tanda mengerti, dikeluarkannya map dari tas kulit hitam itu dan kemudian diletakkan ke sisi meja depan Indah persis.

"Tanda tangani surat cerai itu" Dimas to the point mengawali.

Indah menatap kearah kertas yang ada di ujung meja depannya, segera diraih dan dibaca surat itu.

"Apa ini?! Hak asuh anak ada padamu?" Tukas Indah kesal setelah membaca isi dalam kertas yang digenggamnya.

"Iya, Putri akan tinggal bersama denganku" Dimas menaikkan alisnya, menegaskan ucapannya.

"Padahal kau sendiri yang menolak mengakuinya!" Sanggah Indah melotot.

"Bagaimanapun dia adalah keponakanku satu-satunya sayang, Putri tetap sedarah denganku bukan?" Ucap Dimas enteng.

Leo mengerutkan alisnya menoleh ke arah Indah, bingung sejenak mendengar perbincangan barusan, walaupun Leo tentunya bukan orang yang Naif untuk tidak mengerti dengan maksud dari perbincangan barusan.

"Cepat tanda tangan disana, aku tidak punya waktu banyak untuk menunggu" titah Dimas tegas.

"Aku tidak mau tanda tangan surat hak asuh anak" tolak Indah.

"Kalau begitu, tetap akan aku bawa secara paksa" ancam Dimas, tatapannya berkilat.

Dimas menoleh kearah Asep, memberi perintah dengan isyarat dagunya. Asep seolah tau akan perintah tanpa kata itu, segera Asep balas dengan anggukan dan bangkit dari duduknya berjalan menuju arah kamar yang terakhir dimasuki ibu Melati.

Indah yang melihat awas geraka Asep "ibu kunci pintunya!" Pekik Indah sekencang-kencangnya saat Asep sudah meraih gagang pintu.

Terlambat, ibu Melati tidak sempat mengunci pintu, bahkan ibu Melati masih rebah dikasur melantunkan nyanyian tidur untuk Putri sebelum akhirnya pintu itu sukses terbuka lebar.

Ibu Melati kaget menatap Asep yang kini berjalan menghampirinya kemudian meraih Putri yang tertidur.

"Asep! Putri sedang tidur mau dibawa kemana?!" Ucap lantang Ibu Melati sambil menahan tangan kekar Asep yang sudah sukses menggendong Putri.

Tanpa menjawab Asep dengan mudah tepiskan tangan Ibu Melati, kemudian berjalan gagah melewati pintu.

"Dimas! Tolong jangan bawa Putri, tolong.. aku mohon, aku sudah tanda tangan surat perceraian, tapi jangan ambil Putri" Indah menangis mengiba, tahu bahwa takkan mampu ia merebut Putri dari gendongan pria kekar penuh otot dihadapannya.

Dimas tak menggubris airmata dan permohonan Indah, dan sekali lagi Dimas memberi isyarat dagunya untuk membawa Putri keluar.

"Mas Leo! tolong bantu aku mas, jangan biarin mereka bawa Putri" longlongan iba Indah kembali berseru di depan Leo sambil menarik tangan Leo untuk bergerak menghadang Asep.

***

Lita dan Alex akhirnya tiba dirumah yang didalamnya sedang terjadi pertikaian.

Lita melangkah gontai menuju pintu depan ketika Alex mengantarnya sampai disana.

"Masuklah, aku ingin pastikan kau sampai kedalam" ucap Alex tenang.

Lita menarik nafas dalam, menenangka hatinya yang masih gelisah sampai saat ini, mencari ketenangan yang enggan bertemu.

"Oke terimakas-" ucapan Lita tertahan setelah mendengar suara tangis samar dari dalam.

"Dimas! Tolong jangan bawa Putri, tolong aku mohon, aku sudah tanda tangan surat perceraian, tapi jangan ambil Putri" suara pekikan yang samar terdengar dari dalam rumah.

Lita mengerutkan alisnya, menatap heran kearah Alex sambil memastikan apa yang didengarnya.

Alex tak kalah heran juga menatap Lita sambil kerutkan kedua alis tebalnya.

Lita segera buka pintu dengan cepat berlari kecil masuk kedalam rumahnya, disusul Alex yang juga khawatir jika harus pulang meninggalkan Lita.

"Mas Leo tolong bantu aku mas, jangan biarin mereka bawa Putri" longlongan iba Indah kembali berseru di depan Leo sambil menarik tangan Leo untuk bergerak menghadang Asep.

Lita menatap Indah yang sedang mengiba mengait tangan suaminya.

"Ada apa ini?!" Suara Lita menghentikan lagkah Asep yang ada dihadapannya.

Membuat semua mata tertuju pada Lita yang kini sudah bergabung didalam.

avataravatar
Next chapter