webnovel

flash back (Perjodohan)

Indah dan Angga semakin dekat dan mereka pun akhirnya berpacaran menjalin kisah kasih asmara.

Tentu saja Dimas yang masih memendam cinta untuk sang gadis pujaan hatinya tak pernah tahu dengan hubungan yang terjalin antara Indah dan kakaknya.

Akhirnya Indah dan Dimas mengakhiri masa kuliahnya, mereka Lulus dengan nilai terbaik.

Dimas mendapat pekerjaan di perusahaan besar tempat ia magang dulu, meskipun ayahnya punya perusahaan sendiri, ia tak pernah mau bekerja menjadi bayang-bayang orang tuanya dan tentunya pewaris paling utama yang selalu dibanggakan ayahnya adalah Angga kakaknya.

Indah mendapat pekerjaan diperusahaan lain, ia memilih untuk tidak satu perusahaan dengan Angga, karena ia tak mau ada rumor tidak sedap jika harus satu perusahaan dengan sang kekasih.

Angga dan Indah semakin tenggelam dalam asmara bergairah mereka, asmara masa muda dua sejoli yang dimabuk kesenangan duniawi, karena Angga memang bukan seorang playboy seperti adiknya, tentu saja kehadiran Indah menjadi satu-satunya dalam hatinya.

Bahkan Angga sudah membeli apartemen untuk dihuninya bersama dengan Indah dan tentu saja bersama dengan ibu dari sang kekasih hati.

Semua imajinasi Angga untuk mempersunting Indah dan hidup bahagia sudah terancang secara apik dalam angannya, walaupun terselip rasa khawatir dihati Angga, dia akan berusaha meyakinkan kedua orang tuanya mengenai sang kekasih hati.

Selama satu tahun lebih mereka berpacaran memang Angga tidak pernah sekalipun membawa Indah berkunjung kerumah untuk diperkenalkan kepada kedua orang tuanya, karena saat itu Indah masih kuliah dan belum bekerja, Angga hanya tidak ingin Ayahnya memandang rendah Indah.

Maka dari itu kali ini Angga bertekad untuk memperkenalkan Indah dengan orang tuanya karena Indah sudah bekerja diperusahaan yang terbilang besar, pasti Ayahnya akan dengan senang hati menyambut calon menantu yang sudah mandiri.

***

Hati Angga berdebar gugup saat ini, berada diruang makan yang padahal hanya ada ayah, ibu dan adik semata wayangnya membuatnya gemetar setengah mati.

Bukan tanpa alasan, selama ini keluarganya tidak pernah tau jika ia punya kekasih hati, bahkan terdengar dekat dengan wanitapun tidak, tapi hari ini ia akan memulai pembicaraan mengenai wanita pujaannya yang sudah ia dambakan untuk menjadi pendamping hidupnya kelak.

"Ayah.. aku mau bicara sesuatu" ucap Angga mengawali ketika melihat ayahnya baru saja menyeka mulutnya dengan tisu menandakan beliau sudah selesai makan.

"Tunggu dulu nak.. ayah juga mau memberi kabar gembira untuk kita semua" sambung lelaki paruh baya yang duduk begitu berwibawa dibangkunya, Farhan (ayah Angga dan Dimas).

Tentu saja Angga, Dimas dan Diana (ibu Angga dan Dimas) tertegun dengan apa yang diucapkan sang pemimpin keluarga.

"Kabar gembira? Mengenai apa suamiku?" Tanya wanita paruh baya yang terlihat anggun duduk disamping sang suami.

Farhan tersenyum penuh sambil menatap bergantian kearah istri dan kedua anaknya "perusahaan kita akan  bekerja sama dengan perusahaan sahabat ayah, dan product perusahaan kita bisa go international jika besekutu dengan mereka" jelas Farhan antusias.

"Bernarkah sayang! Itu kabar yang sangat membahagiakan" balas Diana tak kalah senang dengan raut wajah suaminya.

"Baguslah, akhirnya perusahaan ayah makin berkembang, sesuai keinginan ayah kan" timbrung Dimas cuek sambil mengunyah apel yang baru saja digigit olehnya.

"Ayah gak bilang apa-apa sebelumnya, aku juga belum bertemu dengan perwakilan dari perusahaan sahabat ayah" ucap Angga heran, sebagai wakil direktur tentu saja kabar ini begitu mengejutkan, karena ia tak tahu menahu dengan kerjasama baru ini.

"Iya, memang belum ada perwakilan dari mereka untuk meeting dengan kita, tapi ayah dan sahabat ayah tentu sudah berbincang panjang ketika bertemu secara pribadi" jelas Farhan lagi.

"Kenapa harus berbincang secara pribadi? Bukankah ini menyangkut perusahaan, ayah terlalu menyepelekan urusan bisnis" Angga mengomentari sikap ayahnya.

"Benar sekali ini memang bisnis, ayah tidak menyepelekan nya nak, tapi ini akan menjadi hubungan bisnis terbaik kita, dan untuk mempereratnya ayah dan sahabat ayah sudah sepakat akan menjodohkan salah satu anak kami" sahut Farhan menjelaskan dengan tenang komentar anaknya.

Mendengar ucapan sang pemimpin rumah tangga dihadapan mereka, tentu saja membuat sebagian yang mendengarnya tertegun, raut sang ibunda tentu sumringah mendengar kabar membahagiakan ini, beda halnya dengan raut wajah dua pemuda yang mendengar kalimat akhir dari sang ayah, ucapan itu menjadi sayatan tajam di jantung mereka.

Angga ketar ketir, jantungnya mulai lemas salivanya los tertelan dirongga sempitnya, tentu saja tanpa ditanya pun ia tahu siapa yang akan menjadi tumbal dari perjodohan ini.

Dimas fokus menatap wajah sumringan sang ayah yang dengan lugas mengatakan kalimat mengerikan dalam hidupnya.

'Perjodohan, omong kosong' batinnya kesal, ia tak begitu panik karena ia tahu siapa yang akan jadi korban yang disuguhkan sang ayah untuk sahabat bisnisnya.

Siapa lagi jika bukan kakaknya sang buah hati kebanggaan si kepala rumah tangga, anak yang selalu menurut dengan segala ucapan dan perintah sang ayah.

Dimas menatap pilu kearah sang kakak yang terlihat pucat setelah mendengar kalimat sang ayah, dan kemudian berpaling menatap ke arah dua sejoli suami istri yang sedang tersenyum bahagia.

"Benarkah suamiku, akhirnya kita punya seorang menantu, aku sudah tidak sabar menyambut calon istri anak kita" ucap Diana penuh bahagia.

"Angga bersiaplah, akan ada pertemuan keluarga besok, mereka ingin bertemu kita semua ketika makan malam" sambung ayah dengan lugas mengatakan kalimat yang tentu saja tidak ada cela untuk menolak.

Mulut Angga kelu, bahkan suaranya tertahan untuk menjawab perintah sang ayah, jantungnya berdebar tak beraturan, padahal saat ini ia ingin mengatakan hal yang sempat membuatnya melayang dalam kebahagiaannya sendiri, tak bisa dihindari saat ini ia malah terasa seperti baru saja terjatuh dari tebing curam yang ada dihadapannya.

Tak ada sanggahan atau penolakan yang mampu diucapkan, menatap kedua orang tua didepan matanya sedang tersenyum penuh binar kebahagiaan menciutkan hatinya untuk merusak suasana bahagia ini.

"Ayah.. kenapa ayah selalu saja memaksakan ego ayah begitu sih, harusnya ayah tanya Kak Angga dulu lah, dia mau atau enggak untuk dijodohkan begitu" ketus Dimas membela Angga, begitulah Dimas, ia anak yang memang selalu membangkang dan penuh kebebasan sampai dengan santainya bicara nyolot didepan sang ayah.

"Angga itu bukan kamu, tentu saja kakak mu mau dijodohkan dengan wanita pilihan ayah, dia itu bukan pembangkang sepertimu" tegas Farhan mentap kesal kearah Dimas

"iya kan Angga! Ingat ini mengenai bisnis kita, kamu enggak mungkin menghancurkan bisnis kita dan mempermalukan ayah bukan?!" Sambung Farhan menatap lembut ke arah Angga.

Angga mengangguk dengan kikuk membalas harapan sang ayah yang begitu dihormatinya.

"Hadeeuuuh... ucapan ayah mengintimidasi kak Angga, gimana bisa nolak coba kalau ayah bicaranya begitu" ucap Dimas sambil bangkit dari duduknya.

"Dimas..!" Seru Diana dengan nada lembut yang padahal kesal dengan sikap anak bungsunya.

Dimas menatap sang ibu yang berusaha menghentikan tindakannya yang selalu melawan sang ayah "ya..ya.. ini benar-benar kabar gembira, kalau begitu aku kekamar dulu mau tidur, udah kenyang" celoteh nyolot Dimas sambil melenggang pergi meninggalkan ruang makan dan keluarganya.

***

Angga menatap foto-foto ia dan Indah di gallery ponselnya, hatinya remuk saat ini, bagaimana impian dan niat baiknya hancur lebur dalam beberapa menit tadi.

Ia tak tahu harus menjelaskan apa kepada Indah jika ia harus memutuskannya, bahkan sudah terlalu jauh hubungannya dengan Indah untuk diakhiri, apa yang sudah ia lakukan dengan gadis polos itu.

Kepalanya serasa pening, ia tak punya pilihan lain, ia tak mungkin melawan perintah ayahnya, bahkan mempermalukan sang ayah apalagi menghancurkan perusahaannya sendiri.

***

"Sayang! Gimana kamu udah bilang ke orang tua mu tentang hubungan kita?" Tanya Indah sambil mengaduk kopi dicangkir untuk disuguhkan kepada sang kekasih.

"B-belum" jawab Angga singkat tengah duduk disofa apartemen yang baru tiga bulan ini ia beli. Tempatnya bercinta bersama sang wanita yang kini tengah berjalan membawa cangkir kopi ditangannya.

"Kenapa belum? Kamu bilang mau bilang kemarin, kita kan punya niat baik, dan kamu juga bilang kalau-" ucap Indah setelah meletakkan cangkir kopi dan duduk disamping sang kekasih.

"Indah... tolong jangan bahas hal itu dulu" potong Angga setelah bertarung dalam fikirannya sendiri, memikirkan hal apa yang harus ia katakan kalau impian dan harapan yang selama ini dirajut mereka harus kandas karena perjodohan yang dilakukan ayahnya.

Indah menatap heran kearah Angga, tidak biasanya lelaki pujaaannya ini bersikap dingin padanya, bahkan hari ini wajah Angga terlihat begitu tak bersemangat dan penuh beban fikiran.

'Apa orang tuanya marah ketika ia bilang punya kekasih?' Batin Indah menerka apa yang ada difikiran lelaki dihadapannya.

"Maaf.. kalau aku terlalu memaksamu untuk bilang kepada orang tuamu" balas Indah lesu, hatinya menjadi sedikit remuk jika memang orang tua Angga sungguh tidak menyukainya.

"Sayang.. sedang ada masalah diperusahaan, jadi aku belum siap bilang ke ayah" balas Angga berbohong.

"Sore ini aku eggak bisa jemput kamu pulang, aku ada urusan penting, kamu bisa kan pulang sendiri" sambung Angga seraya bangkit dari duduknya.

"Iya, nanti aku pulang sendiri" balas Indah mengalah, ia tak ingin memaksakan pertanyaan lain kepada Angga yang terlihat penuh beban dimatanya saat ini "yaudah jam makan siangku sudah mau selesai, yuk kita balik kantor" jelas Indah.

Angga sengaja membeli Apartemen yang dekat dengan kantor mereka berdua, karena biasanya saat jam makan siang mereka akan bertemu diapartemen atau diresto dekat dengan kantor.

Atau ketika pulang kantor mereka bisa menghabiskan waktu bercinta sebelum akhirnya pulang kerumah masing-masing.

Bahkan dalam rencana sesungguhnya apartemen ini akan menjadi rumah mereka saat sudah menikah nanti. Namun hanya Indah yang masih belum tahu jika impiannya hidup bersama sang kekasih tak akan pernah terwujud.

***

Next chapter