webnovel

adikku sakit

"Dek, udah matang buburnya makan dulu ya? Kamu duduk biar kakak yang suapin.."

Ku bantu adikku duduk dikasur sambil bersandar di dinding papan, lalu ku suapi adikku perlahan-lahan sambil ku tiupin dulu sebelum masuk ke mulutnya. Sambil menelannya Nita terus menatapku lalu tersenyum.

"Bahagianya Nita mempunyai kakak seperti kak Rama, seandainya suami Nita kelak seperti kak Rama, pasti Nita akan bahagia."

"Kakak juga mengharapkan kamu selalu bahagia dek, kakak akan berusaha mengubah nasib agar jangan seperti sekarang ini, membahagiakan orang tua juga kamu" kataku kepada adikku Nita.

Dirumah, aku tak merawat adikku saja. Tapi memasak nasi juga lauk pauknya, merapihkan isi rumah beres-beres agar ibu nanti datang tidak merasa terbebani setelah kerja memungut sampah diluar.

Sore pun ayah dan ibu datang, lalu ku sediakan untuk mereka teh manis hangat dan ku taruh diteras depan yang terbuat dari bilik bambu setinggi 1 meter diatas tanah.

Ayah ibu sangat senang atas perhatianku kepadanya, ibu pun terlihat senang melihat isi rumah rapih bersih juga makanan yang sudah tersedia.

"Rama, gimana adik kamu sudah mendingan sayang?" Kata ibu.

"Alhamdulillah Bu panasnya sudah mulai turun, tapi sudah aku suapin bubur untuk Nita"

"Wah-wah! Ibu bangga sekali perhatian kamu sama adik kamu begitu besar nak, kalau bukan kamu yang jagain siapa lagi? Ayah ibu sibuk diluar" kata ibu.

"Iya Bu, tentu Rama akan menjaga dan merawat Nita. Ayah ibu jangan khawatir."

Malam pun hampir tiba, sesuai janjiku pada nita, aku pun akan menemani Nita tidur sekasur dengannya.

Anita

Perlahan matahari mulai tenggelam, cahaya lampu pijar mulai menerangi rumah masing- masing. Tapi tetap bau sampah masih terus bergerak mengikuti arah angin, masuk kerumah, ke lobang hidung dan kemana pun angin membawanya, aroma sampah busuk akan mengikutinya.

Sayup-sayup terdengar suara azan dari kejauhan, terus menggema di masjid-masjid. Keluarga kami memang keluarga miskin, tapi bukan berarti jauh dari agama, kedua orang tuaku terlihat sangat religius rajin beribadah. Aku kadang sembahyang kadang tidak, ter digantung moodnya.

Ayah ibu sangat baik kepadaku juga kepada Nita, ku lihat ibu masih sembahyang Maghrib dan ayah kulihat sedang merenung diluar, dengan sebatang rokok kretek yang dijepit diantara jarinya. Lalu aku hampiri ayahku dengan membawakan segelas kopi pahit kesukaannya.

"Ayah, ini kopinya. Ngerokok rasanya kurang pas kalau tak ada kopi yah.." kataku kepada ayah, sambil meletakkan kopi panas yang masih mengepul uapnya.

"Makasih nak, pantesan ayah merasa ada yang kurang. Kamu memang putra ayah yang pandai menyenangkan hati orang tua nak, ngomong-ngomong bagaimana Nita sudah baikan?"

"Alhamdulillah sudah mendingan yah, malah sudah bisa duduk sendiri dikasur"

"Jaga adik kamu ya Rama? Adik kamu itu pemalu jarang bermain dengan anak sebayanya. Dia lebih dekat dengan kamu daripada ayah dan ibu, nita-nita! Udah gede masih manja sama kakaknya"

"Mungkin memang sedari kecil yah, saya dan Nita selalu bersama. Jadi sekarang tak mau ditinggal sendirian."

"Iya bapak juga tahu itu, bapak akui memang jarang memperhatikan kalian. Tapi mau bagaimana lagi, kehidupan kita ditakdirkan

bagaimana lagi, kehidupan kita ditakdirkan hidup susah, bapak harus terus bekerja untuk keluarga. Bapak harap kamu bisa melampaui ayah kelak nak, juga bapak titip adik kamu ya?"

"Baik pak, Rama juga berharap bisa merubah nasib. Kalau begitu Rama ke kamar dulu pak, takut Nita kenaра-пара.."

Lalu aku pun masuk kedalam rumah, berpapasan dengan ibu yang baru saja keluar dari kamar Nita. "Rama, Nita adik kamu manggil-manggil kamu tuh! Padahal baru ditinggal sebentar apalagi kalau ditinggal pergi jauh." Kata ibu.

"Maklum Bu, adik satu-satunya. Jadi agak manja hehee.."

Kataku kepada ibu sambil menutup pintu kamar, langsung menemui Nita.

"Kak Rama kemana aja sih?! Aku tungguin dari tadi.." kata adikku cemberut.

'Iya bener kata ayah ibu, Nita sebenarnya sudah gede, daranya sudah tumbuh mengkal, bokongnya juga bulat padat. Eit! Tunggu?! Payu*ara? Bener juga kenapa aku jadi panas begini lihat payu*ara adikku. Masa aku nafsu sama adikku sendiri?! Penisku pun tiba-tiba tegang!' gumamku dalam hati.

"liihh! kakak ditanya malah bengong, tadi siang kakak udah janji lho mau tidur bareng"

"Maafin kakak dek, tadi abis ngobrol sama ayah sebentar. Jangan marah nanti cantiknya ilang lho..!"

"Iyaaa iyaa Nita maafin, sini kak ke kasur" kata nita adikku sambil menggeser tubuhnya (kasurnya dilantai tanpa ranjang, dirumah ini memang kasurnya tebal tapi semua tak ada ranjangnya).

Akupun naik ke kasurnya masih dalam keadaan duduk.

"Bantalnya sebantal berdua ya? Biar kakak dekat sama kamu.."

"Hmmm.. ywdh gpp asal kakak jangan gigit Nita aja hehee

"Kalau kakak gigit Nita, Nita bakal marah sama kakak?"

"Kayaknya sih gak bakalan bisa marah sama kakak, soalnya Nita sayang kak Rama..." Adikku tersenyum.

Sekilas pikiran kotor itu muncul lagi, pen*sku jadi semakin keras!.

"Ada apa dengan diriku ini? Mana mungkin aku menyetubuhi adik kandungku sendiri? Tapi penisku tidak mau mendengarkan kata hatiku, dia tetap bersikukuh malah semakin mengeras ingin merasakan tubuh hangat adikku"

Akhirnya aku pun tiduran dengan adikku sekasur sebantal berdua. "Kakak boleh meluk kamu dek?" "Boleh kak.."

Lalu ku peluk tubuh adikku dengan tanganku berada diperutnya, tangan adikku menindih tangan kiriku.

Pen*sku dengan pantatnya masih berjauhan, aku takut mengenai belahan pant*tnya dan adikku takut menyadari bahwa aku bernafsu kepadanya.

Sambil ku peluk adikku, memang terasa hangat sekali tubuhnya.

"Dek, gak apa-apa kakak peluk kamu?"

"Nggak kok, malah Nita seneng dipeluk kakak"

"Iyaa sama dek, kakak juga kayaknya bakalan betah dan akan terus-terusan tidur sambil meluk kamu. Gak apa-apa kan?"

"He'emm boleh kak gpp"

kata Nita mengangguk. Semakin aku ngobrol dengan adikku, pen*sku jadi rada sulit ku kontrol. Posisi Nita tubuhnya meringkuk kayak udang, tentunya pantatnya seakan diberikan secara cuma-cuma untukaku tempelkan.

Ingin sekali aku melihat vag*na sama pantat Nita dari bawah, sebenarnya tinggal ku angkat saja dasternya lalu ku lepaskan celana dalamnya. Dengan posisi Nita yang meringkuk seperti udang, mudah saja sebenarnya. Tapi aku tetap bersabar dan berusaha bertahan, meskipun aku ingin sekali menghentakkan penisku menyundul vag*nanya.

Nita pun akhirnya tidur juga, terdegar suara hembusan nafasnya yang sudah seperti terlelap. Aku pun tidak mau terburu-buru mengajak adikku untuk bersetubuh, ku peluk adikku, ku rapatkan pantatnya dengan selangkanganku, sehingga lututku menempel dibelakang lututnya yang ditekuk.

Segini pun aku sudah merasa bersyukur, untungnya aku dan Nita sama-sama memakai celana dalam, jika saja tidak, mungkin pen*sku sudah keluar masuk dari lobang sucinya. Setelah ku paksakan, akhirnya aku bisa tidur

juga sambil memeluk Nita dari belakang.

Hingga udara dingin pun masuk ke kamar, perlahan ku membuka mata, ternyata adikku sedang memeluk tubuhku. Biarlah untuk malam pertama ini, aku memeluk atau dipeluk. Pagi pun tiba aku masih memeluk adikku, perlahan aku lepaskan pelukanku, lalu berusaha menggerakkan badanku untuk bangkit. Ku raba pen*sku sudah mengerut lagi.

'Maaf tong! Bersabarlah dulu. Suatu saat nanti kamu akan aku masukkan kedalam vag*na adikku, sabar ya?!! Gumamku dalam hati sambil mengusap pen*sku.

Ketika aku keluar kamar, ayah ibu sudah tidak ada dirumah. Mereka mungkin sudah berangkat pergi memunguti sampah di TPA, tapi aku sudah di titip pesan oleh ayah agar aku jangan dulu memunguti sampah, sambil merawat Nita aku disuruh menyortir sampah plastik, botol dan besi lalu masukkannya kedalam karung yang berbeda.

Setelah mandi lalu memasak bubur buat nita, ketika sedang mengaduk-aduk Nita sudah bangun dari tidurnya. Dengan handuknya yang dililitkan ke tubuhnya, nita memelukku dari belakang.

"Kakak kok gak bangunin Nita sih.."

"Gak tega kakak bangunin kamu dek, udah baikan emang?"

Kataku menoleh ke Nita sambil mengaduk bub

ur.

"Udah sembuh kayaknya kak, berkat kakak juga yang merawat Nita sampai sembuh, makasih ya kak udah merawat Nita