Di restoran
"Bisa bersama dengan mu seperti ini seperti mimpi untukku" sanjung Fika membuat Reo tersenyum bangga
Ah pria itu semakin tersanjung saja. Belum pernah dia merasa dicintai sedalam ini. Bahkan wanita yang dinikahi pun belum pernah membuatnya merasa bangga dan tersanjung seperti saat ini
"ah aku lupa. Aku harus menjemput Ailee di airport" Reo menepuk jidatnya. Ailee merubah moodnya seketika. Fika hanya tersenyum tipis melihat tingkah Reo yang enggan berpisah darinya
"Aah anak itu masih saja manja" balas Fika
"Iya, dia masih saja bergantung pada kakaknya" jawab Reo
"Jam berapa kau janji menjemputnya" Reo melirik jam tangannya. Sepertinya terlalu mepet. Reo mengerutkan dahi, tak mungkin dia tiba di airport tepat waktu. Resto yang mereka pilih cukup jauh menjangkau airport. Mereka memilih pinggir kota untuk makan malam romantis ini. Pasti memakan waktu yang cukup lama untuk mencapai airport. Reo mengendurkan kerutan jidatnya. Fika tersenyum melihat wajah risau kekasihnya
"Tiga atau empat jam perjalanan. Sepertinya tak akan terkejar" terang Reo
"Sebaiknya kau meneleponnya dahulu" Reo mengangguk mendengar saran Fika. Reo merogoh sakunya. Dia tak mendapati ponsel bersama dengannya. Pria itu menyadari jika ponselnya tertinggal di kamar Fika
"Ada apa?" tanya Fika mendapati wajah bingung Reo. Pria itu tertawa kecil.
"Ponselku tertinggal di apartemen mu" ujar Reo dibalas senyuman Fika.
"Apa itu artinya kau harus kembali ke rumahku" Reo tertawa mendengar kalimat Fika. Keduanya menyuap makanan dengan wajah sumringah. Tentu saja. Malam ini mereka akan menghabiskan waktu bersama lagi. Keduanya larut dalam suasana indah cahaya remang cafe hotel dengan alunan musik mendayu romantis.
"Sayang besok kau ikut ke kota B ya. Ada proyek iklan disana. Aku memasukkan mu ke proyek itu" ujar Reo kemudian. Fika mengangguk cepat. Tentu saja dia akan menerimanya. Lepas dari agensi lama kini Fika independen dinaungi langsung oleh perusahaan periklanan raksasa
"Baik pak bos" gurau Fika membuat Reo semakin gemas.
"Kenapa kau menyimpan lilin itu?" Tanya Reo bingung mendapati gadisnya mengantongi salah satu lilin berbentuk daun di atas meja. Fika mengedipkan matanya. Wajahnya jelas sedang menggoda.
"Aku ingin menyalakan lilin ini saat kekasih ku sedang menatap tubuhku malam nanti" Ah pria itu sudah tak sabar menanti atraksi ranjang Fika selanjutnya yang penuh sensasi. Reo lupa ada seorang wanita yang menantinya sepanjang hari ini. Di kepala nya hanya ada Fika saja.
Mereka mengatur rencana bersama. Reo akan menginap lagi malam ini. Menghabiskan malam panas seperti sebelumnya bersama kekasihnya, Fika. Besok mereka akan terlibat pekerjaan bersama. Perdana untuk Reo membawa Fika ke area pekerjaan. Padahal dia sendiri sudah beberapa hari meninggalkan meja kerjanya. Dia kembali dengan seorang wanita yang akan selalu mendampinginya. Di kantor ataupun di ranjang. Kapanpun.
Mereka bersiap pergi meninggalkan makanan yang sebagian habis. Pasangan itu terus sumringah sepanjang langkah kaki, mereka sedang dimabuk asmara yang bisa membakar jiwa bagi penikmatnya. Reo sangat senang bisa bergandeng tangan dengan Fika, tentu saja gadis itu lebih senang lagi. Senang tak terkira mendapatkan cinta pertamanya. Fika terus tersenyum sepanjang jalan sambil menatap wajah kekasihnya dengan penuh cinta.
***
Di apartemen milik Reo. Bey melirik jam di dinding. Ailee mengaduk teh dan sesekali mendapati tatapan cemas Bey. Gadis itu menyodorkan segelas lainnya untuk sahabatnya sebelum ikut bergabung duduk di sofa. Ailee menyalakan televisi. Ailee bisa merasakan keresahan hati Bey
"Teh ini sangat baik untuk melegakan pikiran" ujar Ailee sambil melempar senyum tipis ke arah sahabatnya. Bey menatap minuman hangatnya dan menyeruput sedikit.
"Apa kau selalu menunggu seperti ini?" tanya Ailee. Bey tak menjawab tapi dari tatapan mata sendu itu Ailee bisa menerka sendiri jawabannya. Dada gadis itu bergetar. Sama halnya dengan Bey. Sebagai istri dia mencoba memperbaiki semuanya. Sebagai istri Bey sedang berusaha. Tapi Reo bahkan tak memberinya kesempatan.
Bey menarik nafas dalam diikuti Ailee. Keduanya terdiam. Hanya suara televisi yang meracau tak jelas. Ailee memutarkan jarinya di bibir gelas berkali-kali. Hatinya ingin berteriak dan mengupat kasar tapi dia menahannya dengan berusaha keras. Wajahnya sampai merah menahan emosi.
"Reo apa yang kau lakukan! kau bilang begitu menyukai Bey! kau tega melakukan semua ini!" batin Ailee berteriak kesal. Dia marah, kecewa dan ingin melampiaskannya dengan segera. Tapi sosok Reo tak muncul juga.
Bey meneguk isi gelasnya sekali lagi. Rasa manis dan aroma menenangkan dari daun teh tak membuat perasaan Bey membaik. Dia merasakan berdenyit di hatinya. Bey merasakan perasaan yang sangat buruk saat ini. Dia sendiri tak tahu. Setiap dia mengingat nama suaminya semuanya terasa sakit. Bey tak ingin mengeluh tapi rasa sakit di dadanya memang tak berperasaan. Rasa tiba-tiba itu begitu menyiksa. Bey tak kuasa menahannya. Perasaan buruk yang menyerangnya seakan semakin menjadi jadi.
Reo dan Fika mematikan lampu kamar dan membuka lembar demi lembar pakaian mereka.
Bey merasa hatinya tak sanggup lagi menahan semuanya. Ailee melirik Bey dan meletakkan gelasnya perlahan. Keduanya berpelukan. Menumpahkan semua resah yang mereka rasakan. Keduanya merasakan perasaan yang buruk seiring waktu menanti kepulangan Reo. Pria itu tak kunjung pulang.
Fika menyalakan korek dan menghidupkan nyala lilin sambil tertawa kecil. Reo merebahkan diri di ranjang dengan melipat kedua tangan di belakang kepala. Dengan hati-hati Fika membawa lilinnya hingga ke atas permukaan perut Reo. Keduanya tertawa penuh arti.
Bey tak sanggup menahan semua perasaan yang menyergapnya. Pelukan erat Ailee membuat gadis itu merasakan sedikit sandaran hidup. Bey menangis. Ailee pun begitu. Keduanya pecah dalam tangisan yang menyesakkan dada. Sakit, kecewa, tak bisa berontak. Semua menjadi satu membaur bersama sunyi nya malam.
"Bey.. Bey.. maafkan aku huhuhu.." Sela Ailee di antara tangis-an mereka. Gadis itu berusaha menyeka air mata sahabatnya meski air matanya sendiri terus deras turun. Bey menggeleng kan kepala dia pun ikut menyeka air mata Ailee. Keduanya meraih tisu dan sudah lembaran terakhir. Meski berusaha untuk berhenti keduanya masih terus menangis. Laju air mata sepertinya tak bisa dibendung lagi. Rasa sesak dan sakit seolah mencair di antara tangisan mereka.
"Terima kasih kau disini malam ini Ailee" Ailee mengangguk cepat. Dia merasakan kesedihan sahabatnya. Keduanya berusaha tegar mencoba menghentikan tangisan yang menyesakkan dada
"Reo harus menjelaskan semuanya. Dia sudah keterlaluan" gerutu batin Ailee emosi. Membayangkan wajah Reo membuatnya kian marah.
"Bey, aku akan menemui kakak besok. Ada pekerjaan yang harus kami selesaikan besok di luar kota. Kau jangan bersedih lagi" pinta Ailee dengan sorot mata memohon. Bey mengangguk.
"Ailee, Reo pasti sibuk dengan pekerjaannya. Jangan katakan hal yang buruk padanya. Aku mohon" Ailee menatap Bey beberapa saat. Dia menahan gejolak emosinya sendiri.
"Sibuk apa. Dia bahkan tak berangkat ke kantor!" dengus batin Ailee murka. Melihat wajah sendu Bey membuat Ailee menyimpan emosinya kembali. Dia mengangguk ragu.
"Ailee mungkin aku terlalu sensitif. Harusnya aku bisa memahami Reo. Aku merasa menjadi orang bodoh saat ini" Ailee menggeleng. Dia tak setuju dengan kalimat Bey.
"Tidak Bey. Kau bukan orang yang bodoh. Kau jangan bicara seperti itu"
"Aku merasa semua terasa dingin sekarang. Aku merasa tak berguna"
"Tidak Bey. Itu semua tak benar. Kau sangat baik, kau sangat cantik" Ailee berusaha menghibur sahabatnya yang kian hilang jati diri. Bey bangkit dari duduknya mondar mandir di hadapan Ailee. Tingkah panik Bey membuat Ailee kian miris. Sahabatnya yang tenang berubah kini. Bey yang tenang bisa jadi seperti ini. Ailee tak percaya. Reo membuat Bey seperti gadis yang tak berguna. Reo melukai harga diri istrinya. Reo sungguh keterlaluan.
"Bey.. Aku ada disini. Aku ada bersama mu. Kau tak sendirian. Kau cantik dan baik. Kau sangat pengertian dan penuh kasih. Kau tak bisa seperti ini. Kau harus bahagia" Ailee menangkap pundak Bey. Dia menyandarkan kepalanya. Bisikannya sedikit melegakan perasaan Bey. Pelukan hangat Ailee seolah bisa sedikit menurunkan berat beban di hatinya. Bey mengelus pelan rambut Ailee, air mata nya menetes lagi.