Seperti berlomba dengan waktu, Mario seolah enggan mengalihkan perhatiannya pada Bey.
"Apa kau merasakan sesuatu?" tanya Maro sambil memegang dahi Bey. Suhu tubuhnya normal, bahkan alat bantu pernafasan dan denyut jantung sudah dilepas, hanya selang infus saja yang masih terpasang. Bey masih belum lemas.
"Apa ada yang sakit?" wajah cemas Mario membuat Bey ingin tersenyum, hanya saja bibirnya terasa kaku, permukaan kulit bibir Bey bahkan mengelupas, mungkin karena terlalu lama tertutup.
Mario menarik kursi menawarkan makanan pada Bey.
"Apa kau mau makan?" tatapan mata itu, sungguh bisa melelehkan gunung es. Kenapa kau seperhatian ini Mario. Membuat mata yang baru terbuka itu berkaca kaca.
"Kenapa kau menangis.." lirih Mario segera meraih tisu, dia mengelap sudut mata Bey.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com