Lima belas jam lamanya, Krisnanda menempuh perjalanan dari Melbourne menuju Surabaya. Cukup melelahkan, padahal matanya hanya terpejam. Sempat terlintas beberapa mimpi, walau tidak dapat dia ingat dengan pasti. Teman lamanya telah menanti di bandara, menyambutnya dengan kertas yang cukup besar. Diangkatnya tinggi-tinggi, tertulis jelas nama Krisnanda di sana.
"Buat apa loe bawa kertas kaya gitu?" tanya Krisnanda.
"Iya, biar gue nggak salah orang," jawab temannya, "Tambah ganteng loe sekarang."
"Ada-ada aja loe," respon Krisnanda begitu dingin.
"Sini gue bantuin bawa barang-barang loe, banyak banget udah kaya cewek aja."
"Iya, terimakasih."
Semua barang-barang Krisnanda sudah dimasukkan ke dalam bagasi mobil, kemudian langsung menuju rumah temannya.
Seorang teman lama, Aditya Prayoga namanya. Mereka adalah teman baik ketika mereka bersekolah di SMP yang sama di Jakarta, hingga akhirnya mereka terpisah setelah mereka lulus. Krisnanda melanjutkan SMA nya di Bali, sedangkan Aditya melanjutkan SMA di Surabaya, pulang ke kampung halamannya. Sama-sama menyukai olahraga membuat mereka menjadi dekat. Baik Krisnanda ataupun Aditya, mereka sama-sama menyukai futsal dan basket. Bahkan mereka juga aktif di organisasi, khususnya OSIS.
Pembicaraan mereka seakan tidak berujung, terdapat banyak kenangan yang satu per satu muncul di ingatan, mengundang tawa terbahak hingga tangis haru. Tidak henti mengejek satu sama lain, mengungkit semua hal memalukan yang pernah dilakukan di masa lalu. Sepanjang perjalanan mereka tertawa, mentertawakan satu sama lain.
Sampai di rumah Aditya, dia disambut begitu ramah oleh Ibu Mirna, ibunya Aditya. Sedang ayahnya tidak di rumah karena pergi bekerja. Bertemu kembali setelah sekian lama, dahulu Krisnanda sering sekali bermain bahkan menginap di rumah Aditya. Mengeluarkan semua barang-barang, dia dibantu oleh temannya.
"Selamat siang, ibu apa kabar?" sapa Krisnanda.
"Selamat siang, selamat datang nak Krisnanda," salam ibu Mirna kembali, "Kabar ibu baik, nak. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ibu ketemu kamu. Sekarang kamu sudah besar, tambah ganteng juga," ucap ibu Mirna kemudian.
"Iya bu, sudah lama sekali," jawab Krinanda.
"Ya sudah. Ayo, masuk. Nanti lagi ngobrolnya di dalam saja," ajak ibu Mirna, "Adit, antar Krisnanda ke kamarnya ya," perintahnya.
"Iya, bu," jawab Aditya.
Sambil membantu Krisnanda membawa barangnya, Aditya mengantarnya ke kamar yang sudah disiapkan. Setelahnya Aditya berlalu, memberikan Krisnanda waktu untuk merapikan barang-barangnya kemudian membersihkan diri dan beristirahat. Pandangannya terlempar jauh, membayangkan bagaimana respon Sonya ketika mengetahui dirinya berada di Surabaya. "Ah, jadi ingin cepat-cepat memberitahunya," gumannya.
Membersihkan diri, menenangkan kepala yang sedikit pusing, kemudian menghempaskan diri di kasur. Krisnanda mengirim beberapa pesan kepada Sonya, namun tak kunjung mendapat balasan. Lelah, akhirnya dia terlelap. Terbangun kala matahari mulai menyisir barat. Belum juga mendapat balasan dari Sonya. "Pasti dia sibuk," pikirnya. Terdengar suara Aditya memanggilnya untuk makan malam. Dia merapikan rambutnya kemudian keluar menghampiri Aditya.
Makanan sudah tertata rapi di atas meja makan, bu Mirna secara khusus menyiapkan makanan kesukaan Krisnanda ketika dia sering berkunjung dulu.
"Ayo nak, makan dulu. Bagaimana tidurnya, nyenyak?" tanya Ibu Mirna.
"Iya bu, lumayan nyenyak. Kamarnya nyaman," jawab Krisnanda.
"Iya, baguslah kamu suka nak," ibu Mirna tersenyum.
"Krisnanda kan memang tukang tidur, di mana aja dia bisa tidur," ejek Aditya.
Krisnanda hanya menandangnya dengan ekspresi datar.
"Sudah-sudah, ayo makan dulu, nanti keburu dingin makanannya," ajak Ibu Mirna.
Bertiga mereka makan bersama, pak Karto, ayahnya Aditya sedang dinas keluar kota hingga beberapa hari kedepan. Sembari makan, banyak cerita yang mengiringi, terselip tawa pula di dalamnya. Jauh kembali mengenang semua memori yang hampir usang.
Setelah menyelesaikan makan malam, Krisnanda membantu ibu Mirna mencuci piring, sedangkan Aditya sudah duduk di sofa ruang tamu sambil menonton televisi. "Dasar anak itu," gerutu ibu Mirna. Krisnanda hanya tertawa. Kemudian bergabung dengan kawannya di ruang tamu setelah semua cucian piringnya selesai.
"Kris, gue mau nanya sesuatu," tanya Aditya tiba-tiba
"Iya, nanya apa?" jawab Krisnanda.
"Gue masih pemasaran, kenapa loe tiba-tiba hubungin gue dan liburan ke sini. Pasti loe punya tujuan khusus kan?" tanya kawannya dengan ekspresi mengintrogasi.
Krisnanda dengan dingin menjawab, "Gue nggak ada alasan khusus, cuma mau liburan aja."
"Dasar pembohong, gue bakalan cari tahu, tunggu aja," ancamnya, Aditya tidak puas dengan alasan Krisnanda.
Hingga malam larut, Aditya terus berusaha mencari tahu alasan sesungguhnya dari kedatangan Krisnanda. Dia merasakan ada hal yang berbeda darinya, tetapi tak berhasil dia temukan jawaban. Memecahkan Krisnanda, baginya masih layaknya teka-teki. Ekspresinya tidak mudah dibaca. Pergulatan panjang melawan Krisnanda yang dingin, dikalahkan malam yang semakin pekat dan kantuk yang semakin memberat. Kembali ke kamar masing-masing, memejam mata, menanti fajar menyingsing.