17 Ketakutan

"Jelita.."

"Ya. Mas Danil."

"Kamu masih lama mandinya?"

"Ga Mas ada apa?"

"Aku sudah memindahkan barang-barangmu ke kamarku." Kata Danil sambil duduk santai di atas ranjang. Tak ada jawaban apapun dari Jelita. Danil bangkit dari duduknya dan mengetuk pintu kamar mandi.

Tok Tok Tok

Ceklek

Pintu kamar mandi terbuka, dan muncullah Jelita dari balik pintu, keluar perlahan sambil menundukkan wajahnya. Danil memegang dagunya mengamati Jelita dari atas sampai bawah.

"Kog Mas Danil ngliatinnya gitu sih?"

"Emangnya ga boleh lihat istri sendiri." Waduh kejahilan Danil mulai kumat.

"Bu..Bu..kan begitu."

"Terus apa?" Danil mulai mendekat, Jelita mulai gelisah dan menggeser tubuhnya kesamping. Ga mungkinkan kalo dia mundur, masak masuk kamarmandi lagi.

'Mas Danil kan belum sembuh, jadi ga mungkin macam-macamkan sama aku?' Batin Jelita yang langsung lari ke luar kamar menuju kamar Danil untuk mengganti bajunya. Sedangkan Danil terbahak-bahak melihat istri mungilnya ketakutan.

'Kenapa kamu lucu sekali Jelita.' Gumam Danil, sambil berjalan menuju kamarnya, Sampai di kamar Danil melihat Jelita sudah berpakaian rapi.

"Kamu mau kemana?"

"Lho bukannya kita mau ke rumah sakit ya, kita kan mau jenguk Ronald?"

"Siapa bilang kita mau ke rumah sakit?" Danil berjalan ke sisi ranjang, dan duduk di sana. Sedangkan Jelita diam membeku didepan meja rias.

"Aku sudah menelpon asisten ayahnya Ronald mungkin sekarang mereka sudah disana, dan aku pikir mereka butuh waktu untuk saling bicara bukan?"

Jelita menatap Danil seraya menanggukkan kepalanya. Jika memang begitu Jelita pasti sependapat dengan Danil, Jelita sangat menyayangi Rey, dan tentunya dia juga ingin Rey punya banyak waktu untuk keluarga kandungnya.

"Besok saja kita kesananya, tapi besok aku ada miting penting bersama Yogi, kamu diantar sopir ga apa-apa? Ehm..atau besok sebelum ke kantor aku antar kamu ke rumah sakit dulu, baru aku ke kantor."

"Tidak perlu mengantarku, aku bisa ke rumah sakit sendiri?"

"Pokoknya, besok pagi aku antar ke rumah sakit, pulangnya biar di jemput sopir."

"Mas Danil ga mau jengguk Ronald?"

"Bukannya ga mau jengguk, tapi aku masih dalam proses konseling dengan psikolog, aku ingin menjauh dari Ronald untuk sementara waktu."

"Ronald terluka seperti itu, karena dia tidak ingin kehilanganmu, Mas. Dia akan berpikir kalau aku yang menyuruhmu untuk menjauhinya. Lalu dia akan semakin membenciku."

"Baiklah, besok aku akan jengguk dia sepulang dari kantor, aku akan menjelaskan padanya."

"Aku yakin mas Danil bisa tetap sembuh walau tanpa harus menjauhi Ronald, bahkan aku berharap Ronald juga akan sembuh dari kelainan seksualnya."

"Jelita, jangan pernah pergi lagi dariku, tunggulah aku, aku akan kembali menjadi Danil yang dulu."

"Asal jangan memperkosaku lagi."

"Tidak akan, sekarang kau sudah jadi milikku, aku tidak akan memaksamu jika kamu belum siap untuk itu, dan aku tidak akan berbuat kasar lagi padamu, aku janji."

"Aku percaya sama mas Danil."

Danil menarik Jelita dan membawanya ke dalam pelukannya yang hangat.

"Kita sholat maghrib yuk." Ajak Danil sambil mengendong tubuh Jelita ala koala menuju ke mushola di rumah mereka.

"Mas Danil turunin ihh...Malu"

"Malu sama siapa?"

"Sama Mbok Rahmi dan pak Sapto."

"Biarkan saja, pegangan kalau tidak ingin badanmu ini jatuh." Jelita mengeratkan pegangannya ke leher Danil, dalam hati Danil berteriak yeeee.... tak berapa lama mereka sampai di mushola, Danil menurunkan Jelita pas di depan pintu mushola.

"Kamu wudhu dulu gih, aku mau ganti sarung." Danil masuk ke mushola mengambil sarung miliknya dan mengganti celana boxernya dengan sarung. Sedangkan Jelita langsung lari ke tempat wudhu. Setelah Jelita selesai berwudhu gantian Danil yang yang wudhu, ternyata di mushola sudah ada pak Sapto dan Mbok Rahmi, akhirnya mereka sholat maghrib berjamaah, dan seperti biasa Danil dan Jelita akan bermurojaah setelah selesai sholat. MBok Rahmi dan pak Sapto langsung menuju ke dapur untuk menyiapkan makan malam.

"Alhamdulilah ya pak, Tuan Danil sekarang sudah banyak berubah semenjak menikah dengan nyonya Jelita."

"Iya buk, saya bersyukur yang menjadi istri Tuan Danil itu nyonya Jelita, tidak salah memang pilihan almarhum nyonya besar."

"Iya ya pak, kita doakan saja, mereka selalu rukun dan bahagia."

"Ammiin"

"Ya udah, ayo pak kita siapkan makan malamnya, itu tolong sambelnya bawa ke meja makan, Nyonya Jelita ga bisa makan kalau ga ada sambel."

"Yang ini buk?"

"Iya, pak."

"Kog tuan sama nyonya belum turun juga ya.."

"Coba dipanggil aja buk."

"Iya pak."

Mbok Rahmi berjalan perlahan menyusuri anak tangga, sampai di depan mushola mbok Rahmi mendengar suara laki-laki sedang mengaji. Tak yakin jika suara itu milik Tuan nya, Mbok Rahmi semakin mendekatkan pendengarannya ke tembok mushola, bak maling yang takut ketahuan, mbok Rahmi mengintip dari celah jendela mushola.

'Tuan Danil, MasyaAllah.'

Plak

Tiba-tiba mbok Rahmi dikagetkan oleh tepukan di pundaknya.

"Ngapain, ngintip-ngintip kayak maling aja."

"Sssttt...nanti Ndak nganggu mereka, tuh Tuan Danil sedang membaca Al-Qur'an."

"Coba aku lihat, kamu minggir sedikit."

"Tadi ngatain aku kayak maling, Saiki ngrebut posisi, payah." Kata mbok Rahmi sambil mencubit pantat suaminya.

"Mbok Rahmi, Pak Sapto ayo sholat isya sekalian."

Tiba-tiba saja orang yang mereka intip sudah ada di pintu mushola.

"Maaf Tuan."

"Lagian ngapain kalian disitu."

"Anu..Itu.. ehm..itu Tuan." Sedang Danil hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua asisten rumah tangganya.

"Sudah ayo sholat." Kata Danil kemudian masuk kembali ke dalam mushola diikuti Pak Sapto dan Mbok Rahmi yang langsung pergi ke tempat wudhu.

avataravatar
Next chapter