webnovel

Suster Baru Pujaan Hati Daud

Sebelum menuju rumah sakit dimana Daud dirawat. Mayang terlebih dahulu menuju rumah sakit jiwa. Mayang ingin memastikan kondisi Novi.

Sesampainya di sana, rupanya Novi sudah tidak ditempatkan di ruang isolasi. Mayang bisa bernafas lega. Menurut penurutan dokter, Novi sudah tidak teriak-teriak lagi hanya pandangannya saja yang terlihat kosong.

Pelan Mayang mendekati Novi yang sedang duduk di taman. Rasa rindu menggelora di hatinya, tapi di sisi lain dia takut kalau Novi mengamuk dan mengacuhkannya. Namun, Mayang tetap memberanikan diri.

"Sayang," Mayang memanggil pelan. Posisinya agak setengah membungkuk. Menunggu reaksi Novi terlebih dahulu.

Gadis itu menoleh. Hati Mayang bagai tersengat. Betapa tidak anaknya itu agak kurusan saya. Matanya sayu. Pandangannya juga terlihat sangat terluka sekali.

Gadis itu diam sesaat. Pandangannya lekat menatap Mayang. Secara tidak terduga sebuah kata keluar dari mulutnya.

"Ibu."

Langsung luruh hati Mayang. Dia pun duduk di samping gadis itu dan memeluknya erat. Tangis pun pecah di sana. Bukan karena rasa rindu Mayang yang sekian lama tertahan, tapi anak itu juga sudah mulai menangis. Pertanda dia sudah bisa mengeluarkan segala keluh kesahnya.

"Ibu kangen sama kamu, Nak." Mayang berucap disela tangisnya. Sedangkan Novi tidak membalas. Dia hanya menangis dan menangis. Seperti begitu banyak beban yang tidak bisa terucap.

Cukup lama mereka diposisi seperti itu sampai samar-samar, Mayang mendengar suara Novi yang bergetar.

"Pak Marwan jahat, Bu. Pak Marwan Jahat."

Mayang mengelus pundak anaknya. Menenangkannya. Biarkan dia terus mengeluh. Mengeluh akan luka karena sudah dikhianati oleh Marwan yang durjana. Tega sekali menjebloskan Novi ke tempat pelacuran. Sampai matipun, Mayang tidak akan iklas. Dan akan menuntut balas.

"Sudah Sayang, jangan menangis lagi . Ada ibu di sini. Ibu akan selalu berada di dekat kamu. Memastikan siapapun tidak ada yang boleh menyakitimu lagi." Mayang membesarkan hati Novi. Hati yang mungkin mengalami trauma yang akan sulit diobati.

Tidak berapa lama, Mayang melepaskan pelukan Novi. Memandang anaknya itu yang sudah agak tenang. Meskipun jelas dari sorot matanya menyimpan kepedihan terdalam.

"Mau ikut ibu pulang?" Mayang bertanya. Anak itu hanya tersedu tidak bisa membalas. Mayang menghela nafas. Ternyata dia belum bisa diajak komunikasi dulu. Padahal Mayang sudah sangat ingin mengobrol banyak dengan Novi.

"Mohon maaf, Bu. Novi harus kembali ke ruangannya." Seorang suster mendekat.

Mayang menego. Minta lebih lama bersama dengan Novi. Namun ternyata jam besuk yang terbatas. Dan mungkin saja bisa mengganggu pasien lain. Akhirnya Mayang merelakan Novi dibawa oleh suster itu. Namun sebelum itu dipeluknya Novi dengan erat.

Mayang meninggalkan rumah sakit itu dan bergerak menuju tempat Daud. Membawa semua pakaian ganti Daud.

Sesampainya di sana, terlihat Daud sedang bercanda dengan Andini. Akrab sekali mereka keliatannya. Sampai membuat Mayang segan untuk masuk. Sekilas, mereka terlihat seperti teman. Namun entah kenapa Mayang merasa bahwa ada chemistry di antara mereka.

"Lho, May. Sini masuk."

Mayang yang sudah ketahuan di ambang pintu terpaksa masuk. Terlihat Daud yang sedang duduk sambil disuapi makanan oleh Andini.

"Kamu habis dari tempat Novi ya?"

Belum juga Mayang duduk dia sudah dicecari oleh pertanyaan Andini.

"Iya betul, Din. Kondisinya sudah mulai membaik. Hanya saja belum bisa diajak komunikasi." Mayang berkata dengan nada sedih.

Andini mendengus kasar. Terlihat kilat kemarahan di wajahnya.

Tidak hanya Andini, Daud juga terlihat marah. Meski tanpa kata, tapi gesture tubuhnya sudah menggambarkan semuanya. Dia yang malam itu berhasil menyelamatkan Novi. Tentu ingat dengan sepak terjangnya yang heroic sewaktu membawa keluar Novi dari tempat lokalisasi itu.

"Untung saja malam itu, aku sudah sampai di sana. Novi hampir saja dibawa oleh mucikari. Namun, aku berusaha keras merebutnya. Dua punya empat bodyguard yang menghajarku waktu itu. Untung saja ada warga sekitar yang membantu."

Mayang yang mendengar penuturan Daud secara refleks memeluknya. Dia mengucapkan terima kasih atas apa yang dilakukan Daud. Sungguh Mayang tidak tahu lagi bagaimana untuk membalasnya.

"Makasih Daud, aku tidak tahu lagi bagaimana caranya membalas kebaikanmu." Mayang berkata. Sampai dia terhenyak saat Daud membalas.

"Mudah saja. Tinggal menikah denganku. Menjadi istriku." Daud berkata.

Mayang langsung melepas pelukannya. Menatap Daud lekat-lekat. Sekilas Mayang melihat Andini yang hanya senyum-senyum saja.

"Sudah dilamar tuh Din. Terima dong." Andini membalas dengan santainya. Tidak ada perasaan cemburu sama sekali. Namun, Mayang tetap tidak enak hati.

"Ada syarat lain lagi enggak?" Mayang mengalihkan keinginan Daud. Entahlah dia merasa belum mantap kalau menikah dengan Daud.

"Enggak ada cukup itu saja." Daud masih keukeuh dengan pendiriannya.

"Kalau begitu, aku belum bisa menjawab sekarang." Mayang tegas.

"Karena kondisimu sudah membaik, aku permisi dulu ya. Oh iya, itu pakaianmu untuk ganti kamu." Mayang berujar. Dia pun segara beranjak dari sana.

"Eh, May, Mau ke mana?" Andini menyusul Mayang yang sudah berada di luar kamar.

"Mau pulang, Din. Aku capek ingin istirahat."

"Wah, wah. Kok gitu sih? Biasanya kamu yang paling semangat menemani Daud. Sekarang kok kayak gini. Apa gara-gara perkataan Daud berusan."

Mayang pun menggeser tubuhnya. Menghadap Andini sepenuhnya.

"Din, aku tidak ingin persahabatan kita goyah gara-gara Daud yang memilihku. Aku tahu kalau kamu juga suka dengannya kan?"

Andini terkekeh. Santai sekali gaya sahabatnya ini.

"Aku memang menyukai Daud, tapi itu secara fisikal saja, May. Setelah berhubungan dengan Ryan kemaren, aku sadar bahwa pria perkasa itu tidak hanya Daud. Justru malah Ryan mainnya jauh lebih kasar dan menantang. Meski sama-sama memuaskan." Andini menjelaskan. Membuat Mayang melongo. Andini lantas memandang Mayang sambil memegang kedua pundaknya.

"Kalau soal cinta. Aku sama sekali tidak menyukai Daud, asal kamu tahu saja, May. Sampai saat ini aku belum kepikiran untuk berkomitmen dengan siapapun. Pikiranku masih penuh dengan huru-hara dan kesenangan. Sedangkan Daud adalah pria berkomitmen yang ingin segera menikah. Dia sangat menginginkan kamu menjadi istrinya, May."

Mayang terdiam. Kata-kata yang terlontar dari mulut Andini begitu lugas dan jujur. Kalau dilihat dari apa yang Mayang lihat. Memang Andini ini suka main-main dengan berondong. Kebetulan Daud adalah berondong terjantannya. Hanya saja nafsu kadang bisa berubah dengan orang yang berbeda. Sedangkan cinta tidak.

"Jadi, kamu enggak usah mikirin aku cemburu atau marah. Justru aku malah mendukung sahabatku ini menikah dengan Daud. Kalian serasi cocok. Bahkan, Daud saja sudah menghubungi orang tuanya untuk datang ke sini kan melamarmu?"

Mayang tidak mampu menjawab. Padahal jelas semesta mendukungnya, tapi dia masih diliputi kebimbangan.

"Aku butuh waktu untuk berpikir. Menikah bukan perkara main-main, Din." Mayang serius. Andini langsung memahami bahwa sahabatnya ini masih mengalami trauma yang cukup berat. Dia langsung menenangkan sahabatnya itu.

"Ya sudah, kalau begitu ayo kita pulang sama-sama. Tunggu sebentar."

Andini bergerak menuju ruang dokter. Meminta salah satu suster untuk menjaga Daud. Setelah itu, baru dia berpamitan dengan Daud.

Sebenernya Mayang ingin menemani Daud malam ini, hanya saja dia tidak siap kalau terjebak berdua dengan Daud. Bisa-bisa dia hanyut dan menerima ajakan Daud menikah, di mana hatinya sendiri belum mantap.

*

Dua hari berlalu, Mayang sama sekali tidak hadir untuk menjenguk Daud. Sengaja ingin menghindari pertemuan dengan Daud.

Mayang lebih fokus ke Novi yang semakin lama semakin menunjukan perkembangan yang cukup significant. Secara perlahan Novi sudah mulai bisa diajak bicara. Hanya butuh beberapa kali perawatan supaya keadaannya bisa lebih membaik.

Malam itu, Mayang dan Andini bertemu di restoran saat penutupan kasir. Mereka terlibat obrolan.

"Aku buka cabang di dekat restoran milik mantan suamimu, May." Andini berkata.

"Kamu serius Din?" Mayang hampir saja tersendak.

"Iya, habis mereka nyolot dikasih tahu. Sudah aku bilang Novi sakit, malah mantan suamimu itu tidak peduli. Terus istrinya itu siapa sih namanya malah marah-marahin aku. Ya aku kesel kan, makanya langsung aku rencanakan untuk buka cabang di sana. Bentuk restoran yang sama, kasih diskon pembukaan, dijamin selama sebulan ke depan restoran mantan suamimu itu akan tutup." Andini bercerita panjang lebar. Senyum menyeringai muncul dari wajahnya.

"Kamu niat banget sih, Din. Sampai menemui mereka?"

"Iyalah. Habis aku gemas saja. ayah kandung kok gitu. Udah diinfo anaknya berada di rumah saki. Bukannya menjenguk. Malah dibiarkan saja. Ya sudah aku bikin bangkrut saja usahanya sekalian."

Mayang terkekeh. Tidak membenarkan maupun menyalahkan Andini. Karena sebenernya dia juga tidak tega. Melihat usaha Sapto yang baru berjalan beberapa bulan bangkrut seperti itu, tapi memang harus seperti itu supaya sadar.

"Ya sudahlah enggak usah, dibahas. Enggak penting juga mereka. Eh, aku dengar ada gossip baru lho." Andini berkata dengan wajah berbinar. Wah, kalau sudah gossip begini paling semangat dia.

"Gossip apa May?" Paling yang digosipin kalau enggak pengusaha ganteng atau berondong ganteng. Pasti tidak jauh-jauh dari itu.

"Ada suster baru, masih muda, cantik lagi sedang menemani dan merawat Daud. Kalau dilihat-lihat mereka sepertinya pasangan yang serasi deh." Andini bercerita santai saja. Tidak ada tendensi cemburu atau bagaimana. Sepertinya Andini memang sudah move on dari Daud seperti yang dulu pernah dia ceritakan.

"Oh ya?" Mayang terlihat terkejut tapi dia bersikap biasa saja. Namun dalam hatinya seperti tidak terima.

"Iya bener, May. Dia baru lulus dari angkatan perawat. Orang Medan juga. Seiman. Kemaren ketika aku menjenguk aku melihat Daud langsung akrab dengan dia. Ya bagaimana tidak akrab. Suster baru itu saja cantik. Body goal banget. Apalagi cara dia bicara juga sangat lembut. Daud pasti dibuat tergila-gila karenanya." Andini berkata seperti menyalakan kompor di kaki Mayang. Membuat api cemburu membara begitu saja.

"Masak sih Din? Kok aku tidak tahu ya?" Mayang berusaha bersikap biasa saja. Namun dari gesture tubuhnya, Andini tahu bahwa Mayang cemburu.

"Ya jelas lah kamu tidak tahu, kamu dua hari saja absen menjenguk Daud." Andini terkekeh. Suka sekali melihat Mayang yang terlihat pura-pura tegar padahal aslinya.

"Cemburu ya?"

"Enggak, siapa yang cemburu." Mayang mengalihkan wajahnya yang memerah.

"Sudahlah May, akui saja kalau kamu cemburu. Lagian kamu juga sih. Sudah jelas-jelas Daud melamar kamu. Eh malah kamunya yang sok pura-pura nolak. Padahal dia sudah sungguh-sungguh lho."

"Ih, apaan sih, Din. Yang suka sama Daud itu siapa?"

"May, may. Percuma kamu berpura-pura di depanku. Aku sudah lama mengenalmu. Aku tahu kamu itu seperti apa. Dan sekarang aku bisa melihat kalau kamu itu enggak rela kalau Daud bersama dengan suster itu." Andini semakin memojokan Mayang.

"Enggak Tuh, malah bagus kan Daud punya pengganti Riyanti. Kayaknya sih cocok sih. Sama-sama masih muda. Ganteng-cantik pasangan ideal. Lagipula, aku sudah tua, Din. Sadar diri saja. Sekarang yang menjadi fokusku hanya Novi seorang." Mayang terus menguatkan pendapatnya. Walaupun hati tidak bisa menampik omongan Andini.

"Ya udah kalau begitu, oh iya. mumpung jam istirahat. Bagaimana kalau kita tengok Daud sebentar?" Andini mengajak. Mayang hanya mengangguk. Mengiyakan. Kalau Mayang menolak. Bisa-bisa ketahuan kalau Mayang sedang cemburu berat.

Mayang sebenernya juga penasaran. Berharap bisa berjumpa dengan Suster baru yang kata Andini sudah mengurus Daud selama ini. Suster pemula lulusan angkatan keperawatan. Hanya ditugaskan siang hari dan berasal dari medan juga. Kenapa semua kriterianya sangat cocok dengan Daud ya?

Mayang diam-diam tidak bisa meredam rasa yang sudah terlanjur membara di dada. Entah kenapa perasaan cemburu mulai menyelimuti dirinya. Perasaan yang seharusnya tidak boleh dan tidak patut muncul, karena jelas-jelas Mayang sudah menolaknya. Meskipun mereka pernah terlibat 'bulan madu' yang tidak terlupakan selama di Bali.

Mayang sudah pernah merasakan bagaimana dimanja Daud. Bagaimana pria itu memberikan kejutan-kejutan dan menjebaknya dalam suasana romantis yang anehnya Daud tidak menyadari hal itu. Natural saja. Bahkan Mayang sudah pernah merasakan dekapan hangat Dari Daud. Yang menurut Mayang adalah dekapan lelaki yang paling hangat di dunia. Tidak ada tandingan. Hanya saja Mayang masih merasa ganjalan yang besar.

Sekitar pukul setengah dua belas siang, mereka sampai di rumah sakit.

"Aduh, May. Aku lupa ada janji makan siang sama klien."

"Lha terus, jadi menjenguk Daud enggak?"

"Kamu saja, May. Maaf banget ya. Aku baru ingat soalnya. Kamu enggak apa-apa kan?"

Mayang mendengus pelan. Mayang merasa kalau ini hanya akal-akalan Andini saja. Memancing Mayang untuk datang menjenguk Daud.

Mayang pun akhirnya membiarkan Andini pergi. Lantas, dia pun bergerak menuju ruangan Daud.

Di ambang pintu, dia diam sejenak. Menata mental.

Ketika dia mengetuk pintu dan melangkah masuk. Terlihat Daud yang ternyata bangun. Menyandarkan tubuh besarnya dengan beberapa bantal. Pria itu terlihat menggunakan earbud. Kepala bergerak-gerak seiring dengan music yang dia dengar. Begitu melihat Mayang masuk, pria itu langsung melepas earbudnya. Tersenyum menyambut kedatangan Mayang.

"Akhirnya kamu datang juga, May."

Mayang hanya tersenyum. Dia mengambil posisi duduk di samping Daud.

"Bagaimana keadaanmu, Daud?"

Sebenernya, tidak perlu ditanya semuanya sudah terpampang dengan sangat jelas. Perban di matanyasudah dibuka, walau masih bengkak dan merah matanya, tapi sudah jauh lebih baik penampilan Daud sekarang. Gantengnya kembali keliatan.

Rambutnya yang cepak sudah mulai panjang setelah lima hari di rumah sakit.

Lima hari? Kurang dua hari lagi dong?

Jantung Mayang deg-degan. Daud berjanji akan membawa keluarga besarnya ke kota ini untuk melamarnya. Entah jadi atau tidak, Mayang tidak ingin menanyakan. Dia sendiri masih bingung untuk menjawabnya. Ada banyak pertimbangan yang membenak di kepala.

"Seperti yang kamu lihat sendiri, May. Berkat ketulusan kamu yang menjagaku. Sekarang kondisiku membaik. Hanya saja beberapa hari ini aku merasa kesepian karena kamu tidak ada di sini."

Mayang mencibir. Kesepian katanya? Bukannya sudah ditemani oleh suster cantik?

"Kesepian? Tapi kamu kayaknya seneng-seneng saja tuh." Mayang menanggapi. Daud hanya terkekeh. Sekarang baru terlihat tawa lepas Daud yang begitu Mayang rindukan.

"Pura-pura saja, May. Aslinya aku kesepian parah. Enggak ada teman ngobrol. Jenuh juga di sini." Daud mulai berkata lancar.

Mayang hanya tersenyum tipis. Ingin rasanya Mayang menasehati Daud supaya mengaji.

Tidak berapa lama, Andini masuk. Dia terlihat senyum-senyum sendiri. Tuh kan benar, Andini sengaja supaya Mayang dan Daud berdua.

"Katanya meeting sama klien?"

"Enggak jadi. Hehe…." Mayang memutar mata jengah.

Mereka pun terlibat obrolan hangat sampai seorang suster dengan usia lebih matang datang.

"Lho, kok bukan Suster Siska yang mengantarkan Sus?" Andini menyeletuk. Siska pasti nama dari suster baru itu.

"Ah, maunya sama yang muda aja, sekali-kali. saya yang bawain makan siangnya nggak apa-apa dong." Suster itu setengah genit bercanda.

"Emang Suster Siska kemana?" Kali ini Mayang yang bertanya. Agak ketus bicaranya membuat Daud terkejut. Sedangkan Andini senyum-senyum.

"Suster Siska mulai jaga jam dua siang, Bu. dia masuk kerja shift dua. Masnya ini juga semangat kalau ada suster Siska." Suster itu menjawab lagi sambil menunjuk ke Daud.

"Oh semangat ya?" Mayang berkata dengan nada sinis. Tentu semakin menunjukan bahwa dia cemburu berat.

Rupanya sudah santer di kalangan suster yang jaga di kelas ini bahwa Daud dan Siska sudah ada benih-benih kedekatan, setidak-tidaknya dari cara si Suster berbicara kayaknya merekapun ikut-ikutanmenjodoh-jodohkan si Suster baru dengan Daud.

Mayang SEBAL jadinya.

"Kamu ini kenapa sih May? Kok kayaknya cemburu berat?"

"Cemburu? Enggak tuh. Biasa saja."

Daud terdiam. Andini terbahak.

"Mantap! Setelah dari rumah ini jangan lupa nyebar undangan ya Daud?" Andini menyeletuk. Seolah-olah dia mendukung kalau Siska bersama dengan Daud.

"Enggak kok, kita kan kebetulan dekat karena dia yang membantu merawatku." Daud berdalih. Sepertinya dia tidak enak hati dengan Mayang yang wajahnya kusut abis.

"Iya, tapi kedekatan kalian itu tidak biasa, Daud. Kalian itu pasangan yang klop deh. Muda, cantik dan ganteng."Andini semakin gencar menggoda Daud. Sekilas dia melirik ke Mayang yang terlihat wajahnya sudah merah padam. Andini semakin terkekeh.

"Bagaimana May? Kamu setuju kan kalau Daud bersama dengan Siska?"

'idih, ngapain sih Andini berkata seperti itu?' Mayang membatin kesal. Andini memang sengaja mempermainkan ego Mayang yang selalu menolak Daud. Sekarang Mayang termakan sendiri dengan perkataannya itu. Kini dia dibuat cemburu berat terhadap suster yang bahkan belum dia temui itu.

"Iya, kalau aku sih setuju saja. Lagipula seusia Daud seperti ini memang seharusnya ada pendamping hidup yang bisa mengurusi dia. Daud kan orangnya jorok, tidak rapi." Mayang pura-pura meringis jijik. Pura-pura tidak suka dengan Daud. Pura-pura tidak cemburu.

Padahal aslinya pertanyaan Andini tadi cukup menohok perasaannya. Ingin rasanya Mayang berteriak supaya Daud menjauh dari Siska karena Daud adalah miliknya selamanya. Namun Mayang malu. Mayang sudah terlanjur janji untuk menjauh. Coba saja, Andini dari dulu tidak menyukai Daud. Mungkin Mayang tidak perlu merasa tidak enak hati. Dan tidak perlu berbelit-belit menolak Daud. Sekarang gini kan jadinya, Daud malah berpaling kepada wanita lain. Ih! Sial banget!

"Oh iya, aku harus pergi nih. Ada meeting. May, kamu di sini saja. temani Daud. Soal resto sepertinya tidak masalah kalau kamu tinggal sehari saja. Karyawan kan sudah terbiasa kerja by system." Andini berujar. Ternyata dia memang jadi untuk pergi meeting. Dia ke ruangan ini karena ingin menggoda Mayang saja. Duh, dasar sahabat usil banget.

Sekarang tinggal berdua, Daud dan Mayang.

Agak canggung suasana di ruangan itu. Daud yang biasanya sering banyak omong hanya terdiam. Sepertinya dia tidak enak hati dengan Mayang kalau dirinya ternyata dekat dengan suster. Tapi, siapa sih pria yang tahan lama-lama ditolak sama wanita?

Untuk menghilangkan kecanggungan, Mayang berinisiatif membukakan nampan makan siang yang tadi dibawakan suster Daud.

Kali ini makanannya sudah nasi bukan bubur lagi, melainkan makanan dengan lauk yang lumayan enak. Ada sayur sop, ayam goreng dan juga tahu goreng.

Mayang dengan telaten menyiapkan makan siang Daud. Mayang membantu membangunkannya. Menegakkan tubuhnya. Walau dia agak meringis mungkin karena sudah terlalu lama tiduran sehingga dia merasa pegal dan sakit atau juga jahitan di perutnya juga belum sembuh total, tapi akhirnya dia berhasil bangun dan duduk di tempat tidurnya. Menyandarkan bantal di punggungnya.

Daud makan siang dengan pelan. Mayang membantu dia minum dan menyiapkan lap untuknya. Sekarang boleh diadu, mana yang lebih telaten antara dirinya atau suster baru itu. Ya, jelas Mayang lebih segala-galanya. Secara dia lebih pengalaman.

Tidak berapa lama setelah makan siang selesai, seorang dokter datang memeriksa bagian perutnya, terlihat sekilas bekas jahitan yang masih basah di daerah itu, masih dipenuhi obat berwarna kuning.

Mayang bergidik melihatnya.

Daud dikasih obat dan diperiksa detak jantungnya.

"Bagaimana keadaan Daud sekarang, Dok?" Mayang bertanya langsung ke dokternya .

Si Dokter sudah mengenal Mayang. Dia adalah Dokter yang sejak awal menangani Daud, dia sudah sering bertemu dengan Mayang karena beberapa kali ketika Mayang jaga dia datang memeriksa Daud.

"Perkembangannya Bagus, Bu. Sudah aman dan luka yang ada di perutnya sudah kering, operasi dan jahitan yang kami lakukan sudah sukses membantu Pak Daud." Dokter dengan sabar menjelaskannya kepada Mayang.

"Tapi, saya lihat perutnya masih basah dan parah gitu, Dok ?" tanya Mayang mengejarnya. Mayang bergidik ketika melihatnya tadi sebentar.

Si Dokter tertawa kecil. "Enggak, itu sebenarnya udah kering. Coba ibu perhatikan dengan lebih cermat. itu basah karena obat pembersih saja supaya area lukanya tetap bersih. Dan tidak meninggalkan kontaminasi terhadap kuman."

"Harus dibersihkan dengan cairan warna kuning seperti betadin gitu, tapi, hampir keseluruhan dari luka di perutnya sudah aman dan berhasil disembuhkan, Bu." Dokter berujar dengan sabar meladeni pertanyaan Mayang yang memang penasaran dengan kondisi Daud.

"Ada pertanyaan lagi, Bu?"

"Enggak ada, Pak. Maaf kalau tadi saya banyak tanya."

"Enggak apa-apa kok, Bu. Wajarlah ibu sebagai istri begitu perhatian atas kesehatan suaminya. Pak Daud pasti beruntung punya istri seperti Ibu."

Mayang terkesiap. Tidak menyangka sama sekali atas ujaran dokter satu ini. Mulutnya mengangga dengan wajah yang kembali merah padam. Ya Tuhan, dokter ini saja sampai mengira mereka pasangan suami istri karena saking telatennya Mayang merawat Daud. Lagian salah Mayang sendiri kenapa dulu mengaku sebagai keluarga yang membuat dokter berasumsi bahwa Mayang adalah istrinya Daud.

Tapi yang menjadi pertanyaan apakah pantas Mayang yang sudah setengah tua. Hampir setengah umur. bersanding dengan Daud yang masih perkasanya sebagai seorang lelaki. Dengan umur terpaut hampir lima belas tahun.

Disaat semua orang mengira mereka adalah pasangan yang pas. Mayang sendiri kadang merasa minder. Tahu diri. Menganggap Daud lebih pantas mendapatkan yang jauh lebih muda. Dan sepertinya Suster Siska adalah calon yang pas.

'Kalau memang jodoh. Bukannya nanti akan dipersatukan?' Mayang membatin. Entah kenapa begitu dalam di hatinya dia berharap keadaan yang menguntungkannya. Memuluskan hubungannya ke jenjang yang lebih serius.

Mayang mengalihkan pikirannya yang terlalu jauh. Sekeluarnya dokter dari ruangan itu, Mayang langsung mendekati Daud.

Pelan Mayang mengangkat baju kaos yang Daud pakai. Daud diam saja memperhatikan keingin tahuan Mayang.

Bentuk tubuhnya masih sama. Bulu-bulu di sekitar pusar Daud sudah mulai kembali tumbuh yang sebelumnya dicukur karena harus untuk memudahkan operasi.

Mayang melihat bekas jahitan dan luka di perut Daud. Ada gurat-gurat luka dan juga seperti urat-uratberwarna merah di sekelilingnya, lukanya masih di tutupi perban, tapi Mayang bisa mengintip sedikit bagian dalamnya, warnanya kuning dan ada warna seperti melepuh di dalam jahitannya.

Mayang bergidik dan mengangkat bahunya dengan perasaan ngeri, terbayang rasanya perut di tusuk pisau.

Daud memandang Mayang. Dia tersenyum geli.

"Gimana? Sudah membaik kan?"

"Aku enggak tahu, Daud, tapi Dokter bilang sih sudah membaik dan kering, kamu sendiri rasanya gimana ?" Mayang bertanya dengan wajah yang agak ngeri. Dia sendiri sejujurnya bukan wanita menye-menye yang menjerit lebai kalau melihat luka. Malah dia adalah orang paling depan yang ingin menolong yang sedang terluka. Namun, luka yang dialami Daud ini adalah sebuah pengecualian. Terlalu parah. Betapa tidak! ditusuk sedalam itu. Bisa dibayangkan bagaimana sakitnya. Betapa perihnya. Dan semua ini adalah ulah Marwan.

"Masih agak nyeri sih, tapi kata Suster nyeri itu bukan karena bekas operasinya saja tapi karena otot perutnya yang sudah lama Kram karena luka sekarang sedang berkontraksi membiasakan diri untuk kembali normal." Daud memberi tahu.

"Kata suster siapa? Suster Siska ya? " tanya Mayang sedikit menggoda Daud, walau sebenarnya hatinya miris dan sebal membayangkannya.

"Bukan, kata-kata suster yang lain juga, Dokter juga berkata begitu." Daud sembari nyengir malu. Senyum malu-malu seorang lelaki yang digoda akan keberadaan wanita yang mulai di sukainya.

Mayang duduk di sebelah ranjang Daud. Menonton televisi LED yang tertempel di dinding. Ruang kelas nomer satu memang sangat istimewa. Sangat layak buat Daud.

Semua biaya, Andini yang menanggung. Wanita itu tidak mempermasalahkan berapa jumlah uangnya. Yang terpenting Daud sembuh.

Mayang melihat Daud yang mulai memejamkan mata. Efek dari obat yang diberikan setelah makan siang tadi, sehingga Daud menjadi mengantuk dan mulai tertidur.

Mayang hendak beranjak dari sana saat tiba-tiba sosok gadis masuk ke dalam kamar itu.

Mayang melihatnya.

Wajahnya cukup cantik dan menarik. Kulitnya putih dengan hidung yang bangir dan bibirnya yang kecil dan merah menambah aura keindahannya. Tubuhnya tinggi tapi sedikit berisi.

Senyumnya manis dan bersahaja, pakaian suster yang dikenakannya menambah keapikan dan kebersahajaan dia.

Mayang langsung bangkit, dan langsung melihat nama tag dari suster itu yang tertera Siska S. Ternyata, ini dia si Suster yang lagi heboh dibicarakan Andini dan juga suster-suster rumpi yang lain itu rupanya.

Namun satu hal yang membuat Mayang begidik adalah wajah Siska S yang sekilas mirip sekali dengan Daud. Tuhan, apa benar gadis ini adalah jodoh Daud, sampai-sampai wajah mereka saja mirip?