webnovel

Seperti Bulan Madu Yang Manis, Tapi

Daud enggan beranjak dari sana. Mengajak Mayang untuk tetap di atas pasir beberapa saat. Menikmati deru ombak yang sesekali bergulung rendah. Merasakan pasir lembut pantai Kuta yang tidak terasa lengket.

Langit masih menyisakan kemerahan di tengah kegelapan. Matahari meredup kembali ke peraduan. Warna-warni langit berpecah. Merah, biru, nila, langit. Berbaur membentuk keindahan yang hakiki. Ketika matahari benar-benar menghilang di peraduan,

sinarnya juga susut, tertelan langit malam.

Daud dan Mayang duduk di sana. Tanpa berkata sedikit pun, tapi benak mereka sama-sama menikmati panorama ini. Pantai yang langsung menghadap sunset adalah pemandangan yang tidak boleh dilewatkan. Sangat istimewa.

Suasana yang romantis sebenernya. Bagi, Mayang. Tidak tahu bagi Daud. Mata elangnya itu tampak menerawang jauh. Terasa damai hati Mayang melihatnya. Pria yang mampu membuat wanitanya terasa nyaman. Pria yang Mayang inginkan.

Namun kenyataan yang menampar Mayang. Tidak bisa berharap berlebihan dengan Daud. Terpaksa mengubur dalam-dalam perasaan itu. Biarkan hilang seperti tulisan di pasir yang tersapu ombak.

Bulan mulai menampakkan rupanya, namun kedua orang itu masih saja betah berlama-lama di sana. Mungkin karena suasanya yang berbeda. Keseharian mereka yang biasanya dihadapkan dengan gedung-gedung tinggi, rumah-rumah, sekarang berganti dengan alam bebas. Asyik dan menenangkan. Apalagi dengan orang tersayang.

"Mau kemah di sini atau bagaimana?" Daud menyeloroh kocak.

"Siapa takut." Mayang membalas sekedarnya. Tubuhnya agak mengginggil. Sepertinya Mayang tidak kuat dengan hembusan angin malam.

"Siapa takut, tapi kok kedinginan gitu?"

'Makanya peluk dong, enggak peka banget.' Mayang membatin gemas.

"Ya, sudah. Pulang yuk."

Mereka berdiri dan beranjak dari sana. Berjalan pelan meninggalkan pantai, menuju loker.

Seperti yang sebelum-sebelumnya, Daud yang membayar. Setelah itu mereka menuju, kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Sayang kamar mandi cowok dan cewek terpisah. Padahal kalau sama kan enak sih. Lagipula, enak kalau mandi bersama. Dengan pejantan kekar itu. Membayangkan Mayang yang menyabuni tubuh kekar Daud, begitupun Daud yang meratakan sabun ke kemolekan tubuhnya. Dan sesekali memainkan bulatan indahnya. Nah kan, Mayang berpikir kotor lagi.

"Mau makan malam di café enggak?" Daud menawarkan. Mereka sudah sama-sama bersih dan segar.

"Mau banget Daud." Mayang kelepasan berbicara manja. Duh, sampai kapan Mayang harus menahan-nahan seperti ini. Enggak enak juga lho pura-pura ketus tapi aslinya manja. Malah menunjukan kepada Daud, bahwa Mayang suka. Iya, Memang Mayang akui Mayang suka sama Daud?

Untung saja, Daud tidak mempermasalahkannya. Tidak mempermasalahkan nada bicara Mayang yang berubah manja.

"Besok kita ke hotel Seminyak. Makanya mala mini kita puas-puasin main di Kuta." Daud berkata. Rencana yang terstruktur dan jelas. Mayang hanya manggut-manggut saja.

Selesai makan, waktu malam masih panjang. Daud kembali mengajak Mayang jalan-jalan keliling Kuta. Kali ini, dia menyewa sepeda motor. Tentu lebih asyik kan berboncengan. Terlebih lagi motor yang disewa ini ternyata motor klasik yang joknya datar. Mayang bisa lebih nyaman duduk tanpa takut merasa pegal.

Sepanjang jalan, Daud terlihat banyak berbicara. Menunjukan tempat-tempat yang menarik di kota Denpasar. Dengan sepeda motor, mereka bisa menjangkau lebih luas. Denpasar yang kini mereka jelajahi.

Sedangkan Mayang tidak fokus. Bagaimana Denpasar yang indah malam itu tidak menarik perhatiannya. Berdua dengan Daud seperti ini, Malah membuat Mayang sedih. Daud nyaris memberikan bulan madu impian Mayang yang tidak pernah tercapai. Walaupun mereka bukan pasangan, tapi Mayang cukup senang. Sekaligus sedih. Karena belum tentu untuk kedepannya bisa seperti ini lagi.

Waktu menunjukan pukul sebelas malam.

Mereka memutuskan kembali ke homestay setelah mengembalikan rental motor. ketika itu, Mayang mendengar janji Daud yang akan membawa Mayang menuju destinasi berikutnya yang tidak kalah amazing. Uluwatu. Pantai juga.

"Pemandangannya bagus. Aku juga mau surfing lagi di sana." Daud berkata antuasias. Begitupun Mayang. Di Bali enggak afdol kalau tidak berlama-lama di pantai. Bersama Daud, Mayang akan bersemangat untuk menyusurinya.

Rencananya besok mereka akan check out dari homestay agak siangan. Karena paginya mereka mau ke Uluwatu. Baru kemudian berpindah ke hotel. Sebuah kamar deluxe. Mewah dan terdiri dari dua kamar terpisah. Walaupun judulnya masih tetap satu ruang.

Momen canggung ketika mereka sudah kembali ke kamar.

Ketika Daud dengan cueknya melepas pakaiannya dan celana pendek. Hingga tertera celana segitiga dengan sesuatu yang menyembul besar. Duh, kenapa tidak dilepas sekalian? Biar Mayang mimisan, atau pingsan sekalian. Pria itu sama sekali tidak memperdulikan izin Mayang atas hal satu ini.

"Aku mandi dulu ya."

Daud tenggelam di dalam kamar mandi. Sementara, Mayang terpaku. duduk di tepi ranjang. Oh Tuhan, apa yang akan terjadi malam ini kalau seandainya salah seorang dari mereka khilaf. Jangan sampai hal buruk terjadi. Jujur saja, Mayang masih trauma. Trauma dengan pria yang hanya menginginkan berhubungan badan tanpa hubungan yang serius. Mayang berharap semoga Daud tidak begitu.

Ponsel berdering membuyarkan lamunannya. Mayang melihat layarnya. Dari Andini. Lantas, Mayang segera keluar. Tidak mungkin dia mengangkat telfon di dalam karena bisa saja terdengar oleh Daud.

"May, kok kamu tidak bisa dihubungi dari tadi?" Suara Andini gusar.

"E-e… itu May. Tadi jalan-jalan di Kuta dulu. Gak memegang ponsel dari tadi." Mayang beralasan. Takut juga kalau Andini marah gara-gara tahu Mayang yang terlalu dekat dengan Daud.

"Oh gitu, terus kapan kalian ke hotel Seminyak?"

"Besok, Din. Eh…." Mayang mendadak teringat sesuatu.

"Ada apa May?"

"Itu, Din. Besok Lusa Daud ulang tahun yang ke tiga puluh."

Nada suara Andini berubah sumringah.

"Serius kamu?"

"Iya, serius. Dia sendiri yang bilang sama aku."

"Wah, kesempatan bagus ini buat ngejutin dia. Kebetulan aku punya kenalan FB manager di sana. Aku bisa meminta bantuan dia."

"Bagus, Din. Semoga berhasil ya."

Telepon mati.

Mayang kembali ke kamar. Daud tidak kunjung keluar dari kamar mandi. Entah apa yang pria itu lakukan sampai selama itu.

Namun samar-samar, Mayang mendengarkan suara mengerang. Semakin lama semakin jelas dan suaranya berasal dari kamar mandi!

"Apa yang Daud lakukan?"

Mayang bukannya polos. Dia tahu pasti apa yang dilakukan Daud di dalam sana. Menggunakan sabun dan tangan.

Padahal ada lubang nganggur di situ. Dan sedang berdenyut hebat. Mayang sendiri sudah lupa kapan terakhir kali bersenggama dengan lelaki. Lama sekali.

Dan sekarang. di dalam kamar mandi itu. ada seorang pria gagah rupawan sedang melakukan olahraga tangan. Tidak memanfaatkan wanita kesepian yang ada di dalam ruangan itu. Mayang wanita kesepian itu. Namun, rasa hormat Daud sepertinya mengalahkan egonya untuk bersenggama dengan Mayang. Menyalurkan hasratnya dengan cara yang tidak semestinya.

'Aku mau bantu Daud.' Mayang mendesah. Dia mulai kepanasan. Sesuatu di bawah sana mengatup membuka. Indah sekali kalau dilihat. Sesuatu yang rapat dan legit karena jarang dijamah.

Lima menit berselang. Hilang suara itu. Berganti menjadi shower. Mayang yang sudah terengah-engah karena bagian bawahnya basah kuyup. Dia pun duduk di tepi ranjang. Mencoba menenangkan diri.

"Sekarang giliran kamu."

Mayang mendongak. Melihat Daud yang berbalut handuk. Terlihat handuk kecil yang dia usap-usapkan di rambut yang basah.

"Iya."

Mayang menyahut pendek. Mengambil pakaian yang sudah ditata di lemari. Bodo amat ada pakaian dalamnya yang dilihat Daud. Mereka sekamar. Masak mau sembunyi-sembunyi.

Mayang tenggelam di dalam kamar mandi. Secepat kilat, matanya mengedar ke segala arah.

"Mana benih yang kental itu? Mana?"

Mayang bergumam resah. Ingin sekali melihat air kenikmatan Daud. Mayang juga butuh, tapi dia tidak mau memintanya kepada Daud. Berhubungan badan, melibatkan perasaan. Terus, bagaimana dengan nasib Andini tadi.

"Yah, pasti sudah disiram. Kasihan generasi penerus bangsa dibuang sia-sia."

Mayang mendesah kecewa. Dia pun tidak lagi menghiraukan air kenikmatan itu. Dia pun melepas pakaiannya dan tertegun dengan sesuatu yang keluar dari kewanitaannya. Air kenikmatan miliknya sendiri.

Next chapter