7 Minta Perhiasan

"Kamu dari mana saja sih? Di telpon malah cuek begitu!" Shella menghampiri Kiano yang baru saja datang masuk ke dalam hotel. Namun, Kiano masih diam tidak menyahut sedikit pun celotehan Shella kali itu.

"Kiano, aku lagi bicara sama kamu. Kamu dengar tidak?"

"Cukup Shella, jangan ganggu aku dulu!" Sergah Kiano mulai kesal. Lalu dia terus melanjutkan pekerjaannya yang sudah menunggu.

"Sayang, dengarkan aku dulu." Ujar Shella. Namun tidak mendapat balasan lagi dengan Kiano.

"Aneh, ada apa dengan Kiano ya? Kenapa dia berubah begitu saja? Memangnya aku ada salah? Wah, harus aku cari tahu nih!"

"Bro, itu muka kok kusut amat? Tidak di setrika ya tadi waktu berangkat?" Lagi-lagi Reza datang sembari meraih dagu Kiano. Namun Kiano segera menangkis tangan Reza.

"Apa sih!" Kiano melempar kan wajah sengit dan menekuk alisnya.

"Heh, lihat tuh Shella. Kasihan 'kan kalau di anggurin. Nanti di ambil orang loh!"

"Ya biarkan saja! Kamu mau?"

"Ya mau lah, gila saja kalau tidak mau dengan wanita secantik dia."

"Ya sudah, ambil saja kalau kamu mau." Dengan santai Kiano melontarkan kata-kata itu dan didengar langsung oleh Shella. Shella pun dengan masih sabar, namun ketika Shella datang Reza langsung pergi karena merasa tidak enak.

"Bro, gue cabut dulu ya!"

Reza menepuk bahu Kiano. Kiano masih sibuk mengganti pakaian office boynya.

"Syukurlah dia pergi!" Ucap Shella dengan menyunggingkan bibirnya sebelah melihat si kribo Reza teman Kiano itu.

"Sayang, kamu kenapa sih cuek sama aku hari ini? Aku ada salah apa?" Dengan sangat hati-hati, Shella katakan itu ketika berhadapan langsung dengan Shella.

"Shella, please! Jangan ganggu aku dulu hari ini. Oke!"

"Tidak, tidak bisa. Kamu pokoknya harus ikut aku hari ini." Shella menarik tangan Kiano.

"Mau kemana? Kita 'kan mau kerja!"

"Terserah masalah kerjaan, yang penting aku mau kita hari ini keluar dari sini."

"Tidak! Hentikan, Shella. Sudah gila apa kamu? Aku tidak mau di pecat." Kiano melepaskan tangan Shella yang kuat memegang pergelangan tangan Kiano.

"Kenapa? Kamu takut dipecat dan kehilangan pekerjaan kamu daripada kehilangan aku?"

"Maksud kamu apa sih?"

"Sudahlah, terserah kamu."

Shella pergi begitu saja, namun di cegah oleh Kiano.

"Tunggu, Shella! Baiklah. Kalau begitu, kita akan keluar. Tapi jangan sekarang ya, nanti setelah jam istirahat. Aku tidak ingin kalau kamu sampai lakukan hal itu lagi."

Shella tersenyum tipis dan puas dengan mudahnya menaklukkan hati Kiano. Kiano lakukan itu karena dia sudah paham betul sifat Shella. Pasti dia akan lakukan hal bodoh lagi seperti yang pernah dia lakukan sebelumnya. Shella selalu menggunakan triknya dengan pura-pura bunuh diri agar mendapatkan perhatian dari Kiano. Kiano benar-benar terjebak dalam hubungannya dengan Shella. Untuk menyesal pun sudah tidak ada gunanya.

"Baiklah, nanti istirahat kita keluar ya."

"Iya, Shella."

"Jangan Shella dong?"

"Lalu apa?"

"Sayang," Shella mengatakan dengan manja.

"Em, baiklah. Sayang," Kiano sedikit meringis.

Seperti biasa, mereka melakukan pekerjaan sebagaimana biasanya. Hingga tiba waktu mereka untuk istirahat. Sesuai dengan yang dijanjikan tadi, Kiano mengajak Shella pergi keluar untuk makan.

"Kita makan di tempat biasa saja ya?"

"Boleh," ucap Shella singkat.

"Ya sudah kalau begitu. Kamu jangan marah lagi ya! Maafkan aku tadi sudah cuek sama kamu."

"Iya, tidak apa-apa kok."

Akhirnya, mereka berada di sebuah resto tempat biasa makan. Di sana, mereka berdua memadu kasih, bercanda ria. Ketemu pada satu percakapan yang membuat Shella semakin marah besar.

"Sayang, Kiano! Sebentar lagi aku ulang tahun. Kamu masih ingat kan tanggal ulang tahun aku? Oh iya, ulang tahun aku kali ini, aku ingin kamu kasih aku kado yang lebih special dari kemarin. Boleh 'kan?"

"Boleh, memangnya kamu mau minta apa? Asal jangan aneh-aneh dan terlalu mahal ya?" Selidik Kiano menatap curiga atas apa yang diminta Shella nanti. Sembari menyantap hidangan di atas meja yang mereka pesan.

"Tidak. Kamu jangan khawatir, aku tidak akan minta yang aneh-aneh lagi kok." Shella tampak meyakinkan Kiano. Karena memang Shella selalu meminta barang mahal dari Kiano.

"Baiklah, apa itu?"

"Sebuah perhiasan."

"Perhiasan? Huk-uhuk!" Kiano terbatuk-batuk.

"Kenapa sih, Sayang. Baru juga aku sebut perhiasan. Itu 'kan tidak semahal yang biasa aku minta."

"Tumben saja gitu!"

"Loh, memangnya kamu tidak ada planning untuk menikah dengan aku begitu? Aku minta perhiasan 'kan karena aku ingin kamu segera lamar aku dengan perhiasan itu."

"Tidak!"

"Loh, kok tidak!"

"Tidak, maksud aku tidak untuk sekarang Shella. Aku belum siap."

"Mau sampai kapan? Kemarin kamu janji akan menikah dengan aku secepatnya. Lalu untuk apa kita berlama-lama pacaran. Aku ingin secepatnya menikah dengan kamu. Apa kamu tidak inginkan hal itu?"

"Bukan begitu, Shella! Intinya untuk saat ini aku belum siap."

"Ya karena apa? Aku sudah terima kamu apa adanya kok. Lagi pula umur kamu juga sudah lebih dari cukup. Memang sudah waktunya untuk menikah. Kamu tidak ingin menikah dengan aku? Iya?"

"Shel, tolong dengarkan aku baik-baik ya. Saat ini aku benar-benar belum siap. Masih ada hal yang harus aku selesaikan."

"Masalah apa itu?"

"Masalah keluarga aku."

"Memangnya kamu sedang ada masalah apa? Kamu tidak pernah cerita soal ini?"

"Itu urusan aku, Shella. Yang penting aku minta kamu sabar dulu ya. Masalah ulang tahun, nanti pasti aku kasih kamu kado terindah kok."

"Argh! Sudahlah!"

Brak!

Shella menggebrak meja makan, hingga semua orang sekitar pun dengan mata tertuju padanya dan menatap heran. Namun, Shella tidak peduli.

"Grizelle! Tenang."

Kiano tampak sudah salah menyebutkan nama. Tanpa di sengaja, spontan saja dia panggil nama Grizelle. Hal itu semakin membuat Shella marah besar.

"Grizelle? Siapa dia?"

"Em, maksud aku. Em!" Kiano tampak gugup dan bingung harus beralasan apa. Hingga dia tepuk jidatnya sendiri.

"Sudah aku duga, pasti kamu ada wanita lain 'kan? Jadi ini alasan masalah yang harus kamu selesaikan tadi? Iya?" Emosi Shella semakin meledak.

"Tidak, bukan itu Shella. Tolong dengarkan aku dulu!"

Shella langsung pergi meninggalkan Kiano ditempat itu. Dengan langkah cepat pula Kiano mengejar Shella. Kiano meraih tangan Shella hingga berulang kali. Namun terlepas begitu saja karena Shella terus menolak dengan keras.

"Shella, tolong dengarkan aku!"

"Urus saja wanita itu."

"Wanita yang mana? Wanitaku hanya kamu, Shell."

Shella terus melangkahkan kaki untuk kembali ke hotel. Kebiasaan yang selalu marah, membuat Kiano harus mengalah agar tidak terjadi pertengkaran yang terus menerus. Kiano biarkan kekasihnya itu untuk menenangkan diri.

"Kenapa lagi sih tuh bocah? Manyun terus deh perasaan!" Reza yang mengetahui hal itu selalu ingin tahu masalah Kiano dan Shella. Namun kali ini, Kiano biarkan Reza untuk semakin penasaran dengan apa yang sudah terjadi. Kiano terus berjalan dan melanjutkan pekerjaannya.

avataravatar
Next chapter