webnovel

Sogokan

Braak

"Daffa!" Daffa dan Alvaro yang sedang membicarakan hal penting menoleh ke arah pintu karena mendengar suara Diandra berteriak.

Daffa pun menghela nafasnya dengan panjang karena dia sudah tau apa yang akan dibahas oleh wanita itu.

"Kamu itu ya, ditungguin semaleman malah gak pulang!" maki Diandra.

"Ma, ada tas limited edition yang aku pesan buat Mama, nanti Mama tinggal ambil di tokonya," ucap Daffa sambil menyodorkan sebuah kartu nama dan bukti pembayaran.

"Kamu mau nyogok Mama, huh?" tanya Diandra dengan sengit.

"Mama gak mau? Ya udah aku cancel aja," jawab Daffa dengan santai.

"Eh ... jangan, jangan," ucap Diandra sambil mengibaskan tangannya dengan ribut.

"Ya udah lebih baik sekarang Mama pergi ke sana, soalnya aku baru kasih DP kalau keburu habis Mama yang nyesel, sisanya aku transfer ke rekening Mama," ucap Daffa.

"Dasar anak kurang ajar, Mamanya ke sini mau marah-marah malah disogok sama tas branded," ucap Diandra.

"Aku harus tau kelemahan, Mama," ucap Daffa, sedangkan Alvaro yang masih ada di sana hanya tersenyum tipis melihat apa yang dilakukan oleh Daffa karena ini bukan pertama kalinya Daffa melakukan itu.

"Ya udah Mama pergi dulu, tapi jangan harap kamu bisa lepas dari perjodohan ini, besok Mama akan seret kamu kalau kamu kabur lagi," ucap Diandra.

"Ya ya terserah Mama aja," ucap Daffa dengan malas, lalu Diandra pun pergi dari ruangan Daffa .

"Kau ini," ucap Alvaro.

"Kenapa?" tanya Daffa dengan alis yang terangkat.

"Selalu punya cara untuk menolak dijodohkan oleh ibumu, tapi sampai kapan kau terus melakukan itu," jawab Alvaro.

"Entahlah, aku pun tidak tau, aku tidak akan kalah dari ibuku, kita lihat saja nanti, ibuku yang akan menyerah untuk menjodohkan aku," ucap Daffa.

"Dasar gila, jika kau tidak ingin terus dijodohkan, kau cari wanita untuk kau nikahi agar ibumu berhenti menjodohkanmu," ucap Alvaro.

"Tidak semudah itu," ucap Daffa.

"Bukan tidak mudah, tapi kau yang tidak ingin membuka hati atau kau tidak menyukai wanita?" tanya Alvaro dengan tatapan mengintimidasi.

"What the hell, aku masih normal, kau jangan gila!" jawab Daffa dengan kesal.

"Oke kalau begitu, aku tantang kau untuk melepaskan keperjakaanmu dalam waktu tiga hari," ucap Alvaro dengan senyuman menyeringai.

"Cih ... caramu sangat murahan!" maki Daffa.

"Kenapa, kau takut membuktikannya?" tanya Alvaro.

"Aku tidak takut sedikit pun," jawab Daffa.

"Buktikan lah kau bisa melakukan itu," ucap Alvaro.

"Aku tidak mau," ucap Daffa bersikeras.

"Fix, berarti kau punya kelainan," ucap Alvaro terus mendesak Daffa.

"Tidak, aku masih normal!" ucap Daffa dengan nyalang.

"Kau menyimpang, Daffa, tapi kau tidak menyadari itu!" ucap Alvaro tak mau kalah.

"Shit! Aku akan membuktikan kepadamu aku pria normal!" maki Daffa, namun Alvaro malah tersenyum penuh kemenangan karena berhasil menjebak temannya.

"Jangan bilang aku pria tidak normal lagi!" maki Daffa, lalu dia pergi meninggalkan Alvaro di ruangannya, sedangkan Alvaro malah tertawa dengan kencang mendengar ucapan Daffa

"Bodoh, kau mudah sekali dijebak Daffa," ucap Alvaro lalu dia juga pergi dari ruangan Daffa.

***

PRAANG

"Raline, kenapa?" tanya Virly teman kerjanya di cafe.

"Sorry, aku gak sengaja," jawab Raline karena dia tidak sengaja menyenggol gelas hingga gelas itu pecah.

"Kalau kamu udah capek istirahat dulu, kerjaan kamu biar aku yang lanjutin," ucap Virly.

"Gak usah, Vir, lagian sekarang lagi rame, masa aku istirahat," ucap Raline.

Saat ini pengunjung di cafe memang sedang ramai, bahkan beberapa koki pun ikut membantu waiters menyajikan makanan untuk para pelanggan.

"Ya udah, tapi kamu hati-hati," ucap Virly.

"Oke, aku beresin ini dulu," ucap Raline, lalu dia membersihkan pecahan gelas yang berserakan di lantai.

"Duh, kenapa perasan aku dari tadi gak enak banget kayak gini," ucap Raline di dalam hatinya namun dia sama sekali tidak fokus dengan apa yang sedang dia lakukan.

"Niela, hati-hati!" ucap Fandy pemilik cafe tempat Raline bekerja.

"Eh, Bapak, maaf aku gak sengaja pecahin gelas," ucap Raline.

"Gak apa-apa kamu beresin pecahan gelas tapi malah ngelamun, jari kamu udah berdarah kayak gitu, emangnya kamu gak ngerasa?" tanya Fandy, lalu Raline melihat tangannya yang memang sudah mengeluarkan darah karena tergores pecahan gelas.

"Ya ampun," ucap Raline.

"Kamu sakit, Raline?" tanya Fandy.

"Enggak, Pak," jawab Raline.

"Gak biasanya kamu kerja kayak begitu, lebih baik sekarang kamu obatin dulu lukanya abis itu kamu istirahat," ucap Fandy.

"Iya Pak, aku bersihin dulu lukanya, kalau aku istirahat, kasian Virly kerja cuma berdua sama Caca," ucap Raline.

"Ya udah terserah kamu, kalau kamu sakit jangan memaksakan diri, kamu boleh pulang duluan," ucap Fandy.

"Iya, Pak, terima kasih," ucap Raline.

"Hati-hati, ya," ucap Fandy sambil tersenyum, lalu dia pergi meninggalkan Raline.

"Untung punya bos baik banget, kalau bosnya rewel, bisa habis kena omel," ucap Raline lalu dia membersihkan lukanya sebelum kembali bekerja, namun Raline terkejut karena kedatangan Bian yang tiba-tiba dengan nafas yang memburu.

"Kamu kenapa, Bian?" tanya Raline.

"Cepetan kita pergi," jawab Bian dengan raut wajah cemas.

"Nanti dulu, aku harus ijin sama Pak Fandy, lagian ada apa sih?" tanya Raline.

"Pokoknya ikut aku sekarang, lagian tadi aku udah bilang sama bos kamu," ucap Bian.

"Tapi, Bian ...."

"Jangan banyak tapi, cepetan ikut aku," ucap Bian.

"Kenapa buru-buru banget ada apa, Bian?" tanya Raline sambil melepaskan celemek yang dia pakai.

Namun, Bian tidak menjawab pertanyaan Raline, dia langsung menarik Raline menuju motornya yang ada di parkiran.

"Pegangan yang kenceng!" perintah Bian, lalu dia melajukan motornya dengan sangat kencang, hal itu membuat Raline memekik karena khawatir.

"Bian, jangan kenceng-kenceng!" teriak Raline.

"Gak ada waktu lagi, Raline!" sahut Bian, beberapa menit kemudian, Bian menghentikan motornya di salah satu rumah sakit.

"Kok ke sini?" tanya Raline setelah dia dan Bian turun dari motor.

"Cepetan ikut aku!" jawab Bian sambil menarik lengan Raline.

Bian yang melangkah dengan cepat membuat Raline kesulitan mengimbangi langkahnya hingga nafas Raline memburu

"Om Farhan kecelakaan, Raline, sekarang ada di dalam!" ucapan Bian membuat mata Raline membulat sempurna.

"Ayah kecelakaan kenapa kamu gak bilang dari tadi, Bian?" tanya Raline yang mulai panik.

"Maaf," jawab Bian.

"Terus, gimana keadaan ayah sekarang?" tanya Raline.

"Aku belum tau, tadi ada Putri yang datang ke rumah kamu tapi gak ada siapa-siapa, terus dia ke rumah aku dan dia kasih tau aku, Om Farhan kecelakaan terus udah dibawa ke rumah sakit, ayah kamu korban tabrak lari tadi Putri juga nitipin ini sama aku," ucap Bian sambil memberikan tas kerja milik Farhan kepada Raline.

"Ya ampun, Ayah." ucap Raline gelisah yang kini sudah berlinang air mata. Mungkin inilah jawaban kenapa Raline merasa sangat gelisah saat sedang bekerja tadi.