webnovel

Amarah Daffa

"Kau, diam di sini!" ucap Daffa kepada Kumara yang hendak mengikuti Alvaro dan Raline.

  "Aku tidak bisa membiarkanmu membawa aset berhargaku!" ucap Kumara.

  "Oh, jadi kau sudah siap tempat terkutukmu itu rata dengan tanah?" tanya Daffa dengan alis yang terangkat.

  "Tuan Daffa, Anda datang ke sini?" Daffa menoleh sekilas mendengar sapaan seorang pria, ternyata dia adalah Beni, manager di hotel itu.

  "Apa yang terjadi?" tanya Beni.

  "Mereka membuat keributan di sini, Tuan," jawab salah satu satpam kepada Beni.

  "Aku tidak ingin melihat dua satpam ini ada di hotel milikku lagi!" ucapan Daffa membuat mata kedua satpam itu terbelalak sempurna.

  "Apa yang kalian lakukan?" tanya Beni.

  "Mereka sudah membiarkan wanitaku disentuh pria lain di sini!" jawab Daffa.

  "Tristan, hentikan! Mereka hanya menjalankan tugas mereka, kenapa kau malah meluapkan amarah membabi buta seperti ini," ucap Alvaro yang baru saja kembali lalu dia berpaling menatap Beni.

  "Beni, kau dan kedua satpam ini bawa dia, kau tidak perlu memecat mereka, saat ini Daffa tidak bisa berpikir dengan jernih," ucap Alvaro.

  "Baik, Tuan Varo," ucap Beni.

  "Terima kasih, Tuan," ucap kedua satpam itu.

  "Pergilah, bawa pria itu ke rumah sakit, setelah Daffa tenang, aku datang lagi ke sini," ucap Alvaro. Lalu Beni dan kedua satpam itu pun membawa pria yang sudah terkapar tidak berdaya itu ke rumah sakit.

  "Turunkan pisaumu," ucap Alvaro beralih kepada Daffa.

  "Raline sudah aman, kau bisa pergi dengannya sekarang," ucap Alvaro.

  "Kau tidak bisa pergi membawa Raline begitu saja, dia harus tetap bekerja denganku sebelum semua hutang ibunya lunas, belum lagi biaya pengobatan ayahnya yang aku tanggung," ucap Kumara.

  "Jadi, kau memaksa Raline menjual dirinya hanya untuk melunasi semua hutang keluarganya?" tanya Tristan.

  "Ya, memangnya untuk apa lagi aku tidak ingin rugi semua uang yang aku berikan kepadanya, harus kembali berkali-kali lipat," jawab Kumara.

  "Berapa hutang keluarga Raline yang harus dilunasi?" tanya Daffa.

  "Satu miliar!" jawab Kumara.

  "What? Satu Miliar?" tanya Alvaro.

  "Ya, jika kau mau membawa Raline, bayar satu miliar kepadaku dan Raline lepas dariku," jawab Kumara.

  "Itu tidak masuk akal, wanita sederhana seperti Raline tidak mungkin punya hutang sebanyak itu," ucap Alvaro.

  "Jadi, aku harus membayar satu miliar kepadamu?" tanya Daffa dengan alis yang terangkat.

  "Ya," jawab Kumara.

  "Baiklah," ucap Daffa.

  "Daffa, kau ...."

  "Varo, kau telpon Edward, minta dia datang ke tempat wanita sialan ini," ucap Daffa.

  "Hmm ... Edward, temanmu dari satu anggota kepolisian itu?" tanya Alvaro.

  "Ya, dia, aku yakin selama ini tempat itu belum diketahui oleh polisi, aku rasa Edward akan membereskan semuanya dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam dan tempat itu langsung menjadi debu!" ancaman Daffa membuat Kumara terkejut, jika Daffa benar-benar melakukan itu, maka dia akan kehilangan tambang uang.

  "Kenapa wajah angkuhmu berubah, apa kau takut?" tanya Daffa dengan alis yang terangkat.

  "Aku tidak takut," jawab Kumara yang berusaha untuk tetap tenang.

  "Varo, lakukan sekarang." perintah Daffa.

  "Oke," ucap Alvaro lalu dia mengambil ponselnya untuk menghubungi Edward.

"Ini, tawaran terakhir untukmu, katakan dengan benar berapa hutang Raline yang harus aku lunasi atau tempatmu benar-benar rata dengan tanah!" ucap Daffa dengan tatapan tajamnya.

  "A-aku ...."

  "Baiklah, tidak ada penawaran lagi," ucap Daffa.

  "Tiga ratus juta!" ucap Kumara yang mulai merasa takut.

  "Berapa!" bentak Tristan lagi.

  "Hanya tiga ratus juta," ucap Kumara.

  "Berikan cek sejumlah yang dia katakan, Varo!" ucap Daffa lalu dia pergi begitu saja.

  "Ternyata kau penipu juga," ucap Alvaro dengan senyuman penuh mengejek.

  "Bukan urusanmu, Tuan, kau cukup menikmati para wanita yang kau bayar kepadaku dan tidak perlu mengurus urusan pribadiku," ucap Kumara.

  "Whatever," ucap Alvaro lalu dia pergi ke mobilnya untuk memberikan apa yang Daffa perintahkan, sedangkan mobil Daffa sudah tidak ada di sana.

  Di dalam mobil Daffa, Raline terus memalingkan wajahnya dengan air mata yang terus menetes, bahkan tangannya terasa berkeringat dingin.

  "Apa tidak ada pekerjaan lain yang bisa kau lakukan, huh?" tanya Daffa dengan sengit, namun Raline sama sekali tidak ingin menjawab pertanyaan pria itu.

  "Jawab aku!" bentak Daffa lagi.

  "Itu bukan urusanmu, lagi pula kita bukan siapa-siapa, jadi kau tidak berhak ikut campur urusanku," ucap Raline sambil menghapus air matanya.

  "Mulai sekarang itu menjadi urusanku, kau milikku sekarang!" ucap Daffa lalu dia membawa Raline ke apartmentnya.

  "Apa maksudmu?" tanya Raline.

  "Tidak perlu banyak bertanya," jawab Daffa. Raline pun kembali memalingkan wajahnya ke arah jalan.

  "Kau tidak boleh kembali ke tempat sialan itu lagi!" ucap Daffa.

  "Sudah aku katakan, kau tidak berhak ikut campur urusanku," ucap Raline.

  "Jadi, setelah ini kau akan kembali ke tempat itu?" tanya Daffa dengan tatapan tajamnya.

  "Bukan urusanmu, saat ini aku memerlukan uang untuk pengobatan ayahku, hanya itu yang bisa aku lakukan!" jawab Raline dengan sengit.

  "Baiklah kalau begitu!" ucap Daffa lalu dia menghentikan mobilnya di basement apartemen, dia segera turun dari mobil lalu menarik Raline keluar dari mobil juga.

  "Lepaskan aku!" ucap Raline karena Daffa mencengkram tangannya dengan sangat kuat.

  Namun Daffa juga semakin kuat menggenggam tangan Raline, bahkan Daffa menyeret Raline sampai mereka masuk ke apartemen mewah miliknya. Daffa langsung membawa Raline masuk ke kamarnya dan melempar tubuh Raline di atas ranjang.

  "Pekerjaan ini kan yang ingin kau lakukan lagi, kau pikir hanya pekerjaan ini yang bisa menghasilkan uang banyak!" ucap Daffa dengan tatapan nyalang sambil melepaskan jasnya.

  "Apa yang kau lakukan?" tanya Raline yang mulai ketakutan.

  "Mempermudah pekerjaanmu!" jawab Daffa lalu dia langsung menyambar bibir ranum Raline dengan sangat liar, mata Raline membulat sempurna karena terkejut dengan apa yang Daffa lakukan bahkan dia terus berusaha agar Daffa beranjak dari atasnya.

  Daffa yang marah karena Raline sama sekali tidak membalas kecupannya, mengigit bibir Raline hingga bibir gadis itu berdarah.

  "Ayo Raline lakukan sesuatu, kau tidak boleh membiarkan duniamu hancur!" ucap Raline di dalam hatinya dia tidak peduli dengan bibirnya yang terasa sakit dan perih, yang ada di dalam pikirannya sekarang hanyalah bayangan Farhan yang kecewa karena apa yang sudah Raline lakukan.

  Entah mendapatkan kekuatan dari mana, Raline mendorong tubuh Daffa hingga pria itu terjatuh di lantai.

  "Sekarang kau berani melawanku, huh?" tanya Daffa lalu dia berdiri di hadapan Raline.

  "Aku tidak takut!" jawab Raline dengan tatapan tajamnya dan nafas yang memburu.