Ketika Kaylash berada di parkiran, dia mendengus kesal dengan motornya itu.
"Kau tahu untung aku sabar." Batin Kaylash dengan kekesalan.
Sebuah tepukan pada pundak Kaylash membuat dia terkesiap dan menoleh untuk melihat siapa yang menepuk pundaknya.
Yang ternyata itu adalah Raditya si kakak kelasnya, akhir-akhir ini dua pemuda itu memang terlihat dekat, itu normal-normal saja tapi jika untuk orang yang memiliki sebutan Fujoshi dan Fudanshi pemikirannya tentu lain.
"Barengan pulangnya."
"Baiklah."
Raditya berjalan kearah mobilnya, sedangkan Kaylash mengeluarkan motornya lalu ingin menghidupkannya, tapi telinga Kaylash tidak sengaja menangkap pembicaraan dua perempuan yang juga berada di parkiran.
"Gimana udah bisa gak punya lu?."
"Dari kamaren-maren gak bisa, ngeselin emang!."
"Sumpah gua gak tahu kenapa nomor WhatsApp gua di blokir ama aplikasinya, terpaksa ganti eh bisa."
Ada seorang laki-laki yang juga menyambung obrolan dua perempuan itu.
"Kalian juga sama gak bisa?."
"Ya nih."
"Sampai heran gua."
"Di pikir cuma gua aja."
Kaylash yang mendengar obrolan mereka, memutar bola matanya. Ini ulah Akarya hanya karena di cap gay dan dekat dengan laki-laki langsung tidak terima, memang Akarya orang yang memiliki sifat sabar tapi jika ingin bermain-main maka tidak akan ada namanya ingin berhenti.
"Bukan urusan ku juga." Batin Kaylash, lalu menghidupkan motor dan menancapkan gasnya meninggalkan area sekolahan, dengan Raditya yang mengikuti dari belakang.
Ada seseorang yang melihat kepergian saka dari gerbang sekolah, dia menatap dengan menggelengkan kepalanya merasa heran saja.
"Aku akan berjanji melindungi dirimu, ini sebuah perintah." Batinnya, lalu berlalu dari area sekolahan dengan mobil hitamnya.
***
Sesampainya Kaylash di perkarangan rumahnya dia memasukkan motornya ke dalam gudang, lalu melangkah pergi menuju pintu rumah, untuk membuka kuncinya.
"Raditya ayo masuk!." Panggil Kaylash, dia terlebih dulu masuk kedalam rumah.
"Bentar gua ngambil sesuatu." Sahut Raditya yang sibuk mengambil sesuatu di dalam mobilnya.
Setelah selesai dengan urusannya, Raditya menyusul masuk ke dalam rumah terlihat saka sedang sibuk mencari sesuatu, Raditya mencoba bertanya.
"Lu ngapain sak?.''
"Mencari barang." Balas Kaylash, yang terus sibuk dengan pencariannya.
"Gua mau mandi dulu, ini makanan gua taro di dapur."
"Iya."
Raditya pergi dari ruang tengah itu menuju dapur lalu meletakkan makanannya, dan langsung melangkah masuk kedalam kamar mandi.
Sedangkan Kaylash terus sibuk mencari, saat sudah menemukannya dia merasa bersyukur jika barangnya tidak hilang, ternyata ada di laci tempat barang antik ada.
Kaylash mencoba membuka kembali kotak kecil itu, sebuah jam yang terlihat mewah dan pastinya mahal, membuat Kaylash terkekeh kecil, untuk apa Evans ingin memberinya ini.
"Untung saja tidak hilang!." Batin Kaylash merasa senang setelah menemukan barang yang dia cari dari tadi.
Sudah menemukannya Kaylash menutup kembali kotak kecil itu dan meletakkannya di dalam laci lagi agar tidak hilang, jam ini bukan juga miliknya jadi hargailah.
"Aku lebih baik membasuh muka dulu dan setelahnya baru mengganti baju."
Kaylash pergi kearah dapur menuju wastafel yang sudah tersedia itu, dia membasuh mukanya dan tangan agar lebih segar, cuacanya juga lumayan panas.
Selesainya membasuh muka, Kaylash pergi menuju kamar untuk mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian santai.
Dia membuka lemari pakaian, mencoba memilih yang mana akan di pakai, karena tidak ingin lama dia mengambil celana pendek selutut berwarna coklat muda dengan baju berwarna ungu.
Kemudian dia bercermin memperlihatkan pantulan dirinya, ia meraba wajahnya dan lalu ke bibir mencoba membentuk seulas senyuman.
Terlihat dia sudah menampilkan senyum menawannya, terkadang lebih indah memperlihatkan sebuah ulasan senyum jadi terlihat kharismanya yang dimiliki.
"Mengapa kau menutup senyuman indah mu, padahal pasti ada orang yang suka melihat senyuman mu."
"Terkadang memang benar, dengan menampilkan senyum semua orang tidak akan tahu dengan keadaan kita bahkan masalah, padahal sebenarnya jauh dari perkiraan."
Kaylash berbicara di hadapan cermin, dia ingin melontarkan kata-katanya sebentar, memotivasi diri itu harus baginya.
"Lihat ini Saka Dhiyankara, orang yang selalu terpuruk dengan kesedihan yang mendalam, terhadap sesuatu yang dia sayangi."
"Mengapa tidak bisa menerima dan melepaskan secara lapang dada, itu akan terasa lebih baik."
"Jiwa ini tidak ingin berlama-lama terlarut dalam kesedihan, mengapa kau menyiksa diri sendiri?."
Kaylash tertawa kecil mendengar ucapan yang baru di lontarkan oleh mulutnya, pintar sekali bukan?. Padahal dalam segala hal dirinya memiliki sifat yang mudah menyerah sebelum mencoba.
"Dan satu lagi aku bukan saka, aku memiliki nama Kaylash. Diriku ini memang jarang untuk memperlihatkan diri." Ujar Kaylash pada dirinya sendiri.
Bukan gila jika berbicara sendiri, tapi ini terasa lebih menyenangkan dari pada berbicara pada orang lain.
Dia tahu bagaimana cara bersosialisasi, dia juga tidak ingin menjadi kepribadian yang tertutup dengan hal sekitarnya.
Kaylash menarik nafas dalam-dalam lalu menghembusnya sambil memejamkan mata agar kedamaian terasa, secara perlahan matanya terbuka kembali, wajah dan senyum seorang Kaylash terpancar di cermin.
"Baiklah karena aku tidak ingin berlama-lama juga." Guma Kaylash
"Akarya kau boleh mengambil alih tapi jika di lingkungan sekolah maka itu aku, aku tidak suka cara kau mengambil keputusan tentang dunia luar mu yang begitu brutal, walaupun aku tahu kau tidak seperti itu."
Setelah mengatakan itu Kaylash memejamkan kembali matanya.
Ekspresi wajah datar, matanya mulai terbuka menampilkan tatapan sinis, bibir yang tertutup tidak terlihat sebuah ulasan senyum, rahangnya mulai mengeras seperti inilah Akarya, tampang dan hatinya berbeda.
"Ck merepotkan sekali, aku juga malas berada di lingkungan sekolah!.'' Gumanya
Suara panggilan memecahkan lamunannya, dia berdecih kesal dan memilih keluar dari kamar untuk menghampiri si pemilik panggilan itu.
Terlihat Raditya yang sudah selesai dengan mandinya, rambut yang masih basah, dengan handuk kecil di kalungkan di lehernya.
"Kenapa?." Saka menaikkan alisnya bertanya
''Kirain dimana ternyata ganti baju, cuma iseng manggil lu." Ucap Raditya sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Oh." Saka berjalan kearah sofa ruang tamu untuk duduk, Raditya juga ikut menyusul duduk.
Saka membuka layar ponselnya karena bingung ingin melakukan apa.
Raditya langsung membuka obrolannya, dia juga sibuk dengan ponselnya itu.
"Sak lu ntar malem kerja?."
"Ya, emang kenapa?."
"Gua ikut ya, masa iya gua tinggal di rumah sendirian."
"Seterah lu dah."
"Ok siap, sak tadi gimana sekolah lu apa ada sesuatu yang menarik gitu?."
Saka yang dilontarkan kalimat seperti itu, membuatnya kesal karena mengingat dengan kejadian antara dirinya dan Evans di bawah pohon rindang di sekolah.
"Gak tuh, kayak biasanya."
''Apa ada yang buli lu gitu?."
"Gak ada."
"Terus ceritanya ama si Charly gimana, apa dia masih cari masalah ama lu?."
"Gak ada juga."
"Oh baguslah, tadi pagi lu ketemu ama si Dralen gak?." Raditya menatap kearah saka yang sibuk dengan ponselnya itu.
"Gak ada, gua ama dia beda kelas."
"Ok lah, gua ngantuk bener. Gua tidur dulu, itu makanan yang gua beli di dapur kalo lu pengen makan." Ujar Raditya, lalu merebahkan tubuhnya di sofa, dan mulai memejamkan matanya yang terasa berat.
Saka menatap kearah Raditya yang sudah mulai tidur pulas, bagaimana si Raditya bisa secepat itu tidur, kelelahan mungkin.
"Raditya, gua minta maaf kalo masalah cari topik gua gak bisa, jadi gua jawab seadanya aja." Ucap saka melainkan Akarya orangnya.
Dia memilih untuk menonton film saja, seperti biasanya genre trailer yang sangat di sukai oleh Akarya.
Sampai sore mulai beralu, dan tibalah malam yang menggantikan.