Berulah tanpa berpikir siapa lawannya, itu tidak bagus kawan, terkadang tindakan yang tergesa-gesa bisa mengakibatkan ke fatalan yang berujung maut untuk diri sendiri.
"Dimana mereka?." Tanya saka, mematikan mesin motornya, lalu turun dan melepas helmnya.
"Bos mereka berada di sekitar gang ini."
"Apa kita berlima saja bos yang akan melawannya?."
"Apa kalian berpikir aku lemah?." Ucap saka, dengan raut wajah datarnya.
"Tidak bos!." Mereka menundukkan kepala, takut melihat tatapan datar saka.
"Bagus, KALIAN KELUARLAH!" Teriak saka, di kawasan itu memang jarang di lalui oleh orang-orang, apa lagi perumahan di sekitar jarang sekali.
Evans yang memberhentikan mobilnya di depan gang sempit itu, terpaksa untuk keluar dari mobil, untuk menyusul saka.
"Kenapa saka berada di sini?." Guma Evans, lalu memasang kacamatanya dan berjalan menuju lorong gang itu.
Sedangkan keadaan saka, terlihat segerombolan orang dengan pakaian sekolah SMA-nya, saka tidak takut menghadapi sepuluh orang yang ada di hadapannya sekarang ini.
Saka yang masih memakai kacamata, topi dan maskernya hanya tersenyum miring di balik masker, dan juga tatapan tajamnya di balik kacamata, mana mungkin dia akan kalah melawan preman sekolah yang kerjaannya hanya memalak murid lainnya.
"Kenalin gua Angga, temen lu yang namanya Fanny si cewe yang kerjaannya cerewet terus, ama Dhian murid sok tahu, terus ama Aki murid cupu ikut campur urusan gua, kasih paham dong bener gak bro?." Ujar Angga murid nakal yang terkenal di SMA N Nusa Jaya.
Di SMA N Nusa Jaya ini terkenal dengan para murid yang pintar, sedangkan di Sekolah saka di kenal dengan ketertiban sekolahnya para murid harus tahu kedisiplinan.
Jika soal geng Wsiorn ini adalah salah satu geng, yang memiliki bagian ke pemimpin saka juga, beranggota 8 orang dan itu masih memiliki status sekolah sama seperti saka, lima laki-laki dan tiga perempuan.
Saka tidak mempermasalahkan jika seorang perempuan masuk ke bagian gengnya, tapi harus bisa melindungi diri sendiri.
"Masalah mereka apa ke lu hah?." Ucap Saka, mengacuhkan orang yang bernama Angga ini.
Sedangkan empat orang berada di kanan kiri saka, dua orang di samping kanan saka, lalu dua orang berada di samping kiri saka, yang berfose seperti orang yang tidak takut.
Sedangkan orang yang bernama Angga itu, berdecih tidak suka dengan sikap tak acuh saka.
"Lu kalo berani buka itu, masker ama topi lu!."
"Sekalian kacamatanya, sok banget kayak orang seleb aja. HAHAHAHAHAHAH!."
"Kena mental gak itu!."
"Angga langsung aja hajar ini orang."
"Gak perlu buru-buru, mereka cuma berempat bukan kayak kita." Sindir Angga, memberi ancuan jari tengahnya pada saka.
"Bos mereka kayaknya, emang perlu di kasih pelajaran!." Seru bawahan geng saka.
"Bener bos, orang kayak gini patut dapet pelajaran biar gak cari masalah ama kita."
"Cukup, lu Angga kan?." Saka melipatkan kedua tangannya di dada.
"Ngapain lu nanya lagi, kalo dah tahu bacot!." Menatap kesal saka.
"Jangan buru-buru, coba lu pikir sepuluh orang lawan satu orang, siapa yang bakal menang?." Ucap saka dengan santai.
"Sepuluh orang itu gua, sedangkan satu orang itu lu kayak gitu aja gak paham." Sahut Angga
"Salah lah, coba sepuluh di bagi satu berapa?."
"Lu mau ngajar jangan disini, yang gua pengenin cuma masalah kelar."
"Yaudah jawabannya tetep sepuluh, lu ya gak usah memperpanjang masalah guanya juga gak bakal majangin masalah, dan buat sikap temen gua ke lu, gua minta maaf."
"Emang maaf bisa di terima segampang itu, ya gak lah ngelawak lu."
"Terus kalo gak maaf, apa?." Saka maju satu langkah
Angga tersenyum sinis menatap saka, sepertinya menurut Angga saka ini orang yang mudah di permainkan, dan mulai berbicara.
"Coba gua pikir, kayaknya lu harus sujud di kaki gua dan baru gua maafin gimana?."
"Sujud ya, emang lu Tuhan nyuruh gua sujud ke lu?."
"Lu ini lama-lama ngeselin ternyata, hajar aja itu orang!." Ucap Angga dengan wajah marahnya.
"Ok kalo ini yang lu mau."
Sembilan orang mengelilingi saka, sedangkan saka hanya tinggal menunggu reaksinya, baginya ini terlalu kekanak-kanakan dan mudah.
Salah satu anggota geng Angga maju memberi pukulan pada saka, dengan cepat saka menghindarinya dan memberi tendangan pada perut pelakunya sampai tersungkur, satunya lagi maju untuk melawan saka, mencoba memberi tinjuan pada muka saka, tapi saka lebih cepat dia menangkap tinjuan tangan itu dan membanting tubuh korbannya.
Jika keempat orang yang berada di bawah naungan geng saka hanya mampu melihat saja, tanpa ikut bertarung karena mereka tahu saka tipe orang yang tidak suka bertarung bersama bawahannya, saka tidak suka ambil ribet dengan urusan berkelahi.
Bughh
Bughh
Bughhh!...
"Akhhh!" Teriak kesakitan itu membuat saka semakin bersemangat untuk berkelahi, kelompok geng Angga sudah tersungkur kesakitan dan ada beberapa orang sampai mengeluarkan darah di hidup mereka dan sudut bibir, belum lagi lebam.
"Sial!." Umpat Angga tidak terima bahwa semua anggota gengnya kalah dengan orang yang cukup misterius ini.
Benar saat saka berkelahi, topi, kacamata dan maskernya tidak lepas, jadi bagi Angga saka orang yang misterius.
Tanpa di sadari ada salah satu anggota geng Angga, ingin memukul saka dengan batu bata dari belakang tapi bawahan saka melihatnya dan berlari untuk menyelamatkan saka.
Bugh!
Pukulan itu berhasil mengenai bawahan saka di bagian punggungnya, sampai batuk darah, saka langsung menoleh ke belakang dan melihat bawahannya sudah meringkuk menahan sakit.
"Jo emang ya lu, BANGSAT, BAJINGAN, GAK TAHU DIRI PENGEN MATI APA HAH!." Teriak saka, langsung memberi sebuah pukulan di wajah orang itu dan melemparnya ke tembok beton.
"Bos gua baik-baik aja!." Lirihnya, mencoba bangun.
"SAKA!." Teriak seseorang, menghampiri saka
Ini dia Evans dari tadi dia menyaksikan perkelahian saka, bagi Evans saka patut di beri pujian, bagaimana tidak cara bertarungnya bukan seperti bocah ingusan kebanyakan, cara bertarung saka begitu tepat, dan bagi Evans saka tidak terlihat takut dengan lawannya.
"Vans?." Saka menatap datar kedatangan Evans, dan mencoba menetralkan emosinya dulu.
Saka langsung menghampiri bawahannya, dan memberi uluran tangan mencoba memberi bantuan untuk bangun.
Ketiga orang lagi bawahan saka, juga berlari menghampiri saka dengan wajah khawatir.
"Jo lu baik-baik aja?."
Orang yang di panggil Jo itu mengangguk-angguk kepalanya.
"Bos baik-baik aja kan?."
"Hm." Hanya itu balasan dari saka.
Evans sudah berada di dekat saka, penglihatannya tertuju pada sosok Angga yang masih di sana bersama gengnya, dengan tatapan dinginnya Evans berteriak lantang.
"PERGI!" Teriakan Evans mampu membuat kelompok geng Angga lari terbirit-birit termasuk Angga juga.
"Ngapain lu disini hah?." Ucap saka
"Hanya ingin melihat kamu." Balas Evans, masih berekspresi datar.
Saka melepaskan topi, kacamata dan maskernya dan terlihat wajah saka yang datar di tambah dengan tatapan iblisnya.
"Tatapannya membuat siapapun takut." Batin Evans
"Lu bertiga bawa Jo buat pemeriksaan, gua ada urusan ama ini orang." Perintah saka
"Siap bos." Mereka memberi hormat pada saka.
"Kami pergi dulu bos."
"Hati-hati Jo."
Saka melihat kepergian keempat bawahannya, setelah cukup jauh saka mulai berbicara penuh kekesalan pada Evans.
"Lu ngapain sebenernya disini hah!."
"Saya sudah bilang, ingin melihat kamu." Tutur Evans, dengan senyuman lembut.
"Jadi lu ngikutin gua gitu?."
"Jika iya memang kenapa?." Evans memiringkan kepalanya, seperti bocah yang kebingungan.
"Gua gak pengen banyak omong, mendingan sekarang lu pulang."
"Tidak ingin."
"Pulang!."
"Tidak ingin."
"Gua bilang PULANG!" Saka menarik kerah kemeja Evans, dan mendekatkan wajahnya.
"Lu paham kan ama omongan gua?." Lanjut saka
"Iya saya paham, lalu kenapa?." Evans menatap kedua pasang mata itu, bola mata saka ternyata coklat, dan itu bola mata yang langka.
"Lu itu kenapa selalu bikin gua kesel hah, pergi kalo lu gak pengen dapet amukan dari gua." Saka langsung melepaskan tarikannya, dan mendorong pelan Evans.
"Jika ingin mencari tempat untuk melampiaskan kemarahan, lebih baik ke saya." Ucap Evans, langsung menarik tubuh saka ke pelukannya.
Saka semakin di buat kesal, kenapa sikap Evans yang seperti ini selalu hampir membuatnya kesal.
"Lepas bajingan, lu gay Vans!." Mencoba mendorong dada Evans untuk menjauh darinya.
"Apakah kamu benci dengan laki-laki gay?." Tanya Evans, mengeratkan pelukannya.
Di beri pertanyaan seperti itu oleh Evans, membuat saka langsung terdiam di pelukan Evans, dia bukannya bermaksud seperti itu.
"Katakan kamu benci saya karena saya gay kah?." Ujar Evans lembut, sambil mengusap rambut Saka.
"Gua...gua gak bermaksud gitu brengsek, gua gak benci lu dan gua gak benci kalo lu gay, tapi sikap lu itu bikin gua kesel pas selalu ketemu ama lu!." Timpal saka dengan kalimat yang bernada berat.
"Hmm apakah kamu tahu, saya tidak gay tapi jika ke kamu itu iya."
"Woy lepasin!." Dengan kasar saka mendorong tubuh Evans jauh darinya.
Evans langsung terkejut dengan dorongan itu, dia menatap wajah kemarahan saka, benar-benar bukannya menenangkan malah membuat Saka bertambah kesal.
"MAKSUD LU NGOMONG KAYAK GITU APA!." Saka menggertak giginya, dan kedua tangannya terkepal kuat.
"Saya salah?."
"BRENGSEK KITA INI SAMA-SAMA COWO, KALO LU PENGEN NGEHOMO JANGAN AMA GUA!." Bentak Saka penuh kemarahan.
Lagi, lagi dan lagi Evans langsung terdiam tanpa berkutik, ucapan saka membuatnya lagi merasakan kekecewaan itu, hatinya merasakan sebuah sayatan tajam.
Memang benar jika dia bersama saka, pikiran, tindakan dan ucapanya tidak akan sejalan.
"Ini yang lu harus paham, kita gak ada urusan lagi dan lu gak ada tanggungjawab lagi ke gua, lupain soal hari ini, gua pergi."
Setelah mengucapkan itu saka meninggalkan Evans sendirian di lorong, kenapa Evans tiba-tiba mengatakan hal seperti itu padanya, sungguh membuat perasaan tidak enak itu hadir.
Sedangkan Evans mengumpat kesal, dia memukul kepalanya berulang kali, kenapa perasaan ini harus tertuju pada saka?.
Evans mencoba bersikap seperti sedia kala, dia melangkah pergi dari lorong itu, menuju mobilnya, sesampainya di mobil Evans langsung masuk, menghidupkan mesinnya dan berlalu dengan cepat dari tempat itu.
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 17:45, dan itu sudah hampir malam.
Selamat malam!