webnovel

Bab 3 Jatuh sakit

Namun Marisa menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Beresinnya nanti aja Mbak Siti. Mending sekarang Mbak Siti ke kamar saya dulu, dan tolong ambilkan tas saya ya?!"

"Nyonya terlihat panik dan buru-buru, kalau boleh saya tau, nyonya mau ke mana?"

"Ibu Debi jatuh pingsan, udah ya? saya tunggu di depan." Marisa lalu gegas mengikuti Kevin yang sudah jauh, dan tidak terlihat lagi bayangannya.

Marisa khawatir, ia berharap tidak terjadi apa-apa dengan ibu mertuanya. Pikirannya kalut, karena semua ini terjadi karena dirinya.

Marisa bahkan tak ingat bagaimana Debi mencecarnya soal anak tadi. Sewajarnya memang jika Debi ingin punya cucu diusianya yang sudah hampir kepala tujuh.

"Semoga Kevin belum berangkat," gumam Marisa sambil berlari.

Ketika sampai di halaman rumah. Marisa segera menyusul Kevin yang sudah ada di dalam mobil bersama Debi.

"Tunggu sebentar ya Vin, tadi aku udah suruh Mbak Siti buat ambil tas aku di kamar."

Kevin menganggukkan kepalanya dengan lesu. Rasa khawatir kepada ibunya membuat seluruh energi dan pada pikirannya seperti terkuras habis. "Iya."

Sama halnya yang dirasakan Marisa, hanya saja walau terlahir sebagai seorang wanita ia bahkan mempunyai fisik dan mental yang lebih kuat dari Kevin, sehingga mampu menguasai keadaan meski dalam keadaan yang sulit sekalipun.

Siti datang beberapa detik setelahnya. "Ini tasnya nyonya," ucap Siti menyerahkan tas milik Marisa.

"Makasih ya Mbak Siti," ucap Marisa. "Kami pergi dulu," pamit Marisa kemudian menutup pintu mobilnya.

"Ayo pak, jalan!" suruh Kevin kepada sopirnya. Dan mobil langsung melaju dengan cepat dari rumah Kevin malam itu.

Selama di perjalanan Kevin menepuk-nepuk pelan pipi ibunya. "Ibu, bangun Bu!?"

Sementara Marisa membuka minyak kayu putih dan menaruhnya di dekat hidung Debi, agar dapat dihirup oleh mertuanya tersebut.

Sepertinya hanya usaha itu saja yang bisa Marisa lakukan, sesekali Marisa juga memijat pelipis dan lengan Debi.

Beberapa menit sebelum sampai di rumah sakit Debi akhirnya sadar dari pingsannya. Perlahan ia membuka matanya yang berat.

"Syukurlah ibu udah sadar. Kita udah khawatir sekali sama ibu," ucap Marisa mengelus dadanya karena merasa lega.

Sementara Kevin juga menghela napas, sama leganya karena ibunya sudah sadarkan diri. "Iya Bu, Kevin juga lega ibu udah sadar," sahut Kevin.

Setelah sadar, bukannya merasa kondisinya masih lemah, dengan napas yang tidak teratur ia menatap anak dan menantunya dengan tatapan tajam dan penuh kemarahan. Seakan ingin menerkam keduanya hidup-hidup.

Dengan ketus Debi berkata. "Omong kosong! Aku seperti ini gara-gara kalian!"

Setelah membentak keduanya, ia memijat pelipisnya karena sakit kepalanya bertambah. Rasanya kepalanya sekarang menjadi terasa lebih berat, seperti ada batu yang menimpanya. "Ah! Ya Tuhan, apa umurku tidak akan lama lagi?" Bulir bening mulai keluar dari matanya dan membasahi pipi.

"Ibu jangan bicara seperti itu. Kita akan berikan pengobatan yang terbaik untuk ibu." Marisa yang merasa bersalah mengatakan hal itu sambil terisak.

Kevin berusaha menenangkan keduanya, agar situasi tak semakin rumit. "Udah, ibu sekarang istirahat aja ya, marah-marah akan semakin membuat kesehatan ibu memburuk."

Bukannya bersikap tenang, Debi malah kembali membahas soal anak. Ia merasa kalau Kevin dan Marisa tidak terus menerus didesak, mereka akan menyepelekan lagi masalah ini. "Kalau tidak ingin aku mati cepat, berikan aku cucu!"

Marisa dan Kevin sudah kehabisan kata dan hanya bisa diam. Karena jika dijawab malah tidak akan ada ujungnya, karena yang diperdebatkan ibunya ingin cucu. Seandainya bisa membuat anak dengan mudah tentu sudah mereka lakukan sejak lama.

Beberapa menit kemudian mobil Kevin sampai di rumah sakit. Setelah sopir mereka membukakan pintu mobil, Kevin turun dan menyuruh petugas rumah sakit untuk mengambilkan kursi roda.

"Tolong berikan saya kursi roda untuk ibu saya mas!"

"Baik Pak." Segera petugas itu mencari kursi roda.

Beberapa detik kemudian petugas datang dan memberi kursi rodanya kepada Kevin. "Ini Pak, kursi roda yang Anda minta tadi," ucap petugas rumah sakit.

"Oke, terima kasih mas," sahut Kevin. Ia segera menghampiri ibunya.

Marisa dengan sabar menanti Kevin, dan setelah melihat Kevin datang membawa kursi roda tersebut dengan sigap Marisa meraih tangan Debi, membantunya keluar dari mobil. "Ayo Bu, Marisa bantu."

Namun niat baiknya tak disambut dengan baik oleh Debi. Justru penolakan yang wanita malang itu dapatkan "Tidak usah, aku bisa keluar dari mobil sendiri, lepaskan tanganku." Debi menepis tangan Marisa.

Marisa tersentak, dengan mata mulai berkabut ia hanya bisa diam dan pasrah, menuruti penolakan dari ibu mertuanya.

Karena kondisi kesehatannya yang belum stabil, Debi hampir kehilangan keseimbangannya. Marisa dan Kevin reflek menyangga tubuh Debi dengan kompak dari belakang.

Namun anehnya, meski hampir hilang kesadaran, Debi masih mampu menolak kebaikan anak dan menantunya tersebut.

"Aku sudah bilang tidak mau kau atau Kevin, biar Joni saja yang membantuku," tolak Debi, kali ini nada bicaranya melemah karena kesehatannya yang memburuk.

Joni yang namanya dipanggil dengan sigap membantu Debi. Dengan susah payah Joni menaruh tubuh Debi di kursi roda, setelah itu membawanya masuk ke dalam rumah sakit.

Sebelum masuk Kevin sudah mengatakan kepada Joni agar mengurus ibunya ke dalam dulu, soal memarkirkan mobil Kevin yang urus.

"Jon. Kamu tolong antar ibu saya dulu ke ruang pemeriksaan. Soal parkir mobil biar saya yang urus," ucap Kevin.

"Baik Tuan," sahut Joni dengan singkat.

"Nanti akan segera kami susul, ayo Sa, kita parkir mobil dulu?!" ajak Kevin meraih pergelangan tangan Marisa.

Debi biasanya adalah orang tua yang selalu bersikap manja dan bergantung apapun terutama pada Marisa, namun kali ini karena egonya ia harus meminta tolong pada Joni sopir keluarga mereka.

"Vin, ya nggak mungkin aku tinggalin ibu sama Joni." Meski sudah disakiti oleh ibu mertuanya, Marisa tidak mau meninggalkan ibu mertuanya yang sedang sakit sendirian. Mungkin ia bisa membantu mengurus administrasi nantinya.

Kevin menoleh ke belakang, lalu tersenyum kepada Marisa, tak salah jika selama ini dia begitu mencintai Marisa. Istri yang sabar, telaten dan penyayang.

"Oke, kalau gitu aku titip ibu ya. Aku parkir mobil dulu," pamit Kevin, setelah itu meninggalkan Marisa menuju ke mobilnya.

***

Sementara di tempat parkir yang berada di samping rumah sakit, Kevin merasa kesal dengan seseorang yang menyerobot tempat parkir yang sudah ia incar.

"Ah! Sial! Bagaimana ini?" Kevin kesal, tempat yang tadi sudah dia incar untuk memarkir mobilnya malah sudah diserobot oleh orang lain, padahal tadi masih kosong dan belum ada tanda-tanda akan ditempati mobil lain.

Kevin yang tidak bisa menahan kekesalannya, ia kemudian mencopot sabuk pengamannya dengan marah, lalu keluar dari mobil dan melabrak pengemudinya.

Langkah Kevin terhenti, ketika ponselnya berdering. Lalu Kevin merogoh saku celananya untuk mengecek si penelepon.