webnovel

Bab 12 Kebohongan kevin

Namun Marisa menolaknya. "Aku bisa sendiri Vin…"

Marisa mengulurkan tangannya. Meminta mangkok yang ada di tangan Kevin. "Sini! kasih ke aku," suruh Marisa.

Kevin menekuk wajahnya. Dan dengan terpaksa ia menyerahkan mangkok tersebut kepada Marisa.

"Kamu masih marah sama aku?" tanya Kevin, saat Marisa mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Marisa tak langsung menjawab. Setelah makanan yang ada di mulutnya terkunyah habis Bru ia mau menjawab.

"Selama kamu belum bisa menyelesaikan masalahmu dengan ibu. Tentu saja aku masih marah," jawab Marisa.

Melihat Kevin yang diam. Kemudian Marisa mempertanyakan soal rencana yang kemarin malam Kevin rencanakan.

"Kamu katanya kemarin punya cara menyelesaikan masalahmu sama ibu. Aku mau dengar, apa sebenarnya yang kamu rencanakan?" tanya Marisa.

Kemarin Kevin mengatakan hal itu hanya untuk meredam amarah Marisa saja. Ia tak punya rencana apa-apa sebenarnya. Dan kini ketika Marisa menagihkan, Kevin menjadi gelagapan.

Melihat gerak-gerik dari Kevin. Marisa yang telah lama mengenal Kevin paham betul yang sebenarnya terjadi. Marisa tahu jika Kevin sedang berbohong, dan saat ini sedang kebingungan.

Marisa kemudian menghela napas. Dan tertawa hambar. "Kamu nggak punya solusi kan? Kamu cuma bohong kan?" cecar Marisa.

Kevin mengusap wajahnya. "Kamu benar." Kevin akhirnya mengakui juga. Ia sadar tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari istrinya.

"Maafin aku Sa," ucap Kevin.

Kata maaf rasanya tak cukup untuk menyelesaikan masalah ini. Marisa kemudian mengaduk makanan di mangkoknya dengan sendok secara kasar. Mendengus kesal, kemudian menyuapkan lagi sendok yang ia pegang ke dalam mulutnya.

Tanpa berkata sepatah katapun lagi, Kevin yang sudah frustrasi hanya bisa menaruh kedua telapak tangannya ke belakang tengkuknya. Dan menyandarkan kepalanya ke belakang kursi yang sedang ia duduki.

Ponsel Kevin berdering. Ia kemudian merogoh saku celananya, dan mengecek siapa yang meneleponnya.

Ternyata ibu Kevin yang menelepon. Kevin kemudian menggeser tombol hijau yang tertera di layar.

Kevin belum berkata apa-apa. Namun ibunya sudah marah-marah di sambungan teleponnya. "Kevin. Aku sedang sakit, dan kamu tidak ada di sini untuk memedulikan ibu!" bentak Debi di ujung telepon.

Kevin menghela napas dengan berat. "Bukan seperti itu Bu. Kevin saat ini juga ada masalah yang tak kalah berat," keluh Kevin.

"Memangnya masalah apa yang lebih penting dari ibumu?" tanya Debi, masih dengan nada yang tinggi.

Marisa terus saja memandangi Kevin dengan tatapan sebal. Ia sebenarnya ingin tahu apa yang Kevin bicarakan dengan ibunya. Hanya saja Kevin malah memutuskan bangkit dari tempat duduknya, dan pergi keluar.

Kevin menutup sedikit bagian bawah ponselnya, agar Debi tak mendengar ucapannya kepada Marisa. "Aku keluar sebentar ya Sa?!" pamit Kevin.

Melihat Marisa yang sedang sakit. Kevin menjadi mempunyai ide untuk membungkam mulut ibunya.

"Kenapa kamu lama sekali. Ayo cepat bicara, masalah apa yang lebih penting dari ibu?" Debi mengulang pertanyaannya.

Dengan suara yang dibuat-buat, agar terdengar sedih. Kemudian Kevin mulai melancarkan aksi liciknya. Dan berbicara bohong.

"Marisa saat ini juga sedang sakit sebenarnya bu," jawab Kevin. Ceritanya masih benar.

"Marisa sakit? Memangnya sakit apa dia?" tanya Debi di ujung telepon, wajahnya tampak heran, meski Kevin tak dapat melihatnya. Pasalnya Marisa terlihat baik-baik saja tadi malam.

Namun kemudian Kevin mulai mengarang cerita. Ia bahkan berpura-pura menangis. "Marisa mengalami keguguran Bu. Kecelakaan kerja, ditambah stres dan kelelahan, membuat bayi kami tak dapat bertahan," jawab Kevin.

Soal seperti ini, memang Kevin jagonya. Seharusnya Kevin alih profesi saja menjadi seorang aktor. Akting Kevin sangat bagus dan meyakinkan, Debi saja percaya.

Di ruang tempat Debi dirawat saat ini. Wanita berusia lebih dari enam puluh tahun itu sedang menangis. Ia menyesali perbuatannya kepada Marisa. Karena sudah menyebabkan menantunya tersebut harus kehilangan calon bayinya. Dan berarti itu juga sekaligus menyebabkan Debi kehilangan keturunan Kevin.

Suasana sempat hening sesaat, karena Debi menangis. Kevin juga dapat mendengarkan lewat sambungan teleponnya. Kevin sebenarnya sedikit merasa bersalah juga, karena telah menyebabkan ibunya menangis seperti itu. Namun ia sudah tidak punya cara lain lagi.

"Maafkan aku bu," batin Kevin.

Dengan menangis sesenggukan. Debi lalu mengatakan, "Ibu minta maaf Kevin. Ibu tidak tau kalau Marisa sedang hamil. Ibu sangat menyesal," ucap Debi menyesal.

"Sudahlah bu, semuanya sudah terjadi. Kevin sudah ikhlas," sahut Kevin.

"Apa Marisa dirawat di rumah sakit yang sama dengan ibu?" tanya Debi. Jika iya Debi ingin bertemu saat ini juga.

"Tidak bu. Tadi Rina membawa Marisa ke rumah sakit Pratama, lokasi yang dekat dengan gedung wedding yang sedang Marisa dekor," jawab Kevin.

"Ibu ingin berbicara dan meminta maaf kepada Marisa. Tolong berikan ponselnya kepada Marisa," pinta Debi di ujung telepon

Saat ini Marisa belum tahu tentang cerita bohong yang Kevin karang ini. Bisa gawat jika Marisa yang sebenarnya. Mungkin lebih baik nanti saja Debi berbicara langsung pada Marisa.

"Marisa belum sadarkan diri bu, jadi nanti saja bicara dengan Marisa. Dia butuh istirahat," tolak Kevin, yang lagi-lagi membohongi ibunya.

Padahal Marisa sudah sadar, tapi Kevin bicara seolah Marisa sedang sekarat saja.

"Menantuku yang malang. Kasihan dia," ratap Debi diiringi dengan suara tangis.

"Kalau ibu menyayangi Marisa, dan ingin ia cepat pulih, ibu harus lebih memerhatikan kesehatan ibu dan berjuang untuk sembuh. Karena Marisa pasti bertambah sedih kalau ibu masih sakit," ucap Kevin.

Sepertinya nasihat dari Kevin tadi benar-benar dipikirkan dengan baik oleh Debi. Ia jadi punya semangat untuk sembuh. Walau sebenarnya sakitnya tidak begitu parah.

"Iya Kevin. Ibu akan berjuang untuk sembuh. Semoga Marisa juga cepat sembuh," sahut Debi di ujung telepon. Kemudian sambungan telepon mereka berakhir.

Kevin memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya. Ia kemudian membuka pintu. Dan masuk kembali ke ruang Marisa dirawat.

Makanan Marisa telah habis ia makan. Dan kini ia menunggu Kevin datang dan menjelaskan pembicaraannya dengan Debi.

"Kamu sudah selesai makan?" tanya Kevin berbasa-basi.

"Tanpa aku menjawab pertanyaan kamu, kamu sudah tau sendiri kan?" jawab Marisa dengan tegas.

"Jangan alihkan pembicaraan. Dan cepat katakan apa yang kamu bicarakan dengan ibu tadi," desak Marisa.

Kevin menghela napas. Lalu mengelus rambut Marisa dengan lembut. Dan kali ini Marisa pasrah dan membiarkannya saja. "Kamu jangan galak begitu dong…" ucap Kevin.

"Oke. Aku akan ceritakan yang aku bicarakan dengan ibu tadi," imbuh Kevin.

"Aku mengatakan kepada ibu kalau kamu saat ini sedang sakit," ucap Kevin.

Sampai saat ini ucapan Kevin masih benar. Dan Marisa dengan saksama menunggu kelanjutannya. "Lalu?" tanya Marisa.

"Aku tidak mau ibu terus menerus mendesakmu punya anak. Jadi aku katakan saja, jika kamu kemarin ternyata sedang hamil muda. Tapi karena kecelakaan kerja dan mengalami stres kamu jadi keguguran," jawab Kevin.

Awalnya Marisa tersenyum, saat Kevin mengatakan jika tidak mau ibunya terus mendesak Marisa untuk punya anak. Tapi ekspresinya berubah oleh kalimat setelahnya.

"Kamu keterlaluan Vin!" seru Marisa dengan ekspresi wajah marah. Bukan seperti ini yang Marisa mau. Ia tidak mau Kevin menyelesaikan masalah ini dengan kebohongan lagi.