webnovel

Akademi Atria

Akademi sihir itu mendiskriminasi para pengendali api karena mereka pernah dicap sebagai pengkhianat Edenhills satu abad lalu. Bagaimana perjuangan anak kelas Andrumseldur untuk membersihkan nama pengendali api di Akademi sihir elit Atria? "Andrumseldur tidak bersalah!" - Kala "Hah lucu sekali Kala, kau selalu membela kelasmu tapi mereka malah meninggalkanmu." - Queen "Kapan mereka berdamai?" - Yudha ■■ Akademi Atria ■■ p/s up di wp juga

Diorzaavir · Fantasy
Not enough ratings
2 Chs

° 1.2 : Andrumseldur

pelajaran pertama berlangsung begitu kondusif. Guru Seigi menerangkan materi Soul core dengan jelas dan serius. Para murid sibuk menyimak serta menyalin deretan alpabet di papan tulis ke buku masing-masing. Kursi yang disediakan hanya memuat satu siswa membuat mereka lebih fokus dalam menangkap materi, tak terkecuali Kala.

"Soul core adalah inti dari kekuatan sihir. Warnanya disesuaikan dengan pengendalian elemen kalian, semakin gelap maka semakin kuat sihir yang dihasilkan. Bahkan dibeberapa tingkatan kalian bisa memanggil hewan suci dan menjadikannya sebagai peliharaan. Seperti Panglima Archibaland dan Profesor Merias. Penguatan soul core sangat sulit karena kalian harus melalui banyak latihan dan mengikuti ujian kenaikan seperti yang kemarin. Rata-rata dari kalian menginjak tingkat lower, kan?"

Mereka semua bungkam karena  merasa malu dengan hasil yang didapat. Beginner, lower, low, lowr, ediukm, sedium, medium, ingh, high, superior,  dan terakhir goddess adalah tingkatan soul core. Rata-rata tingkat 2 mendapat tingkatan soul core lowr, di kelas lain yang terendah mendapatkan low. Sementara di andrumseldur tingkat 2 semuanya hanya sampai lower. Mereka menundukkan kepala menahan rasa kecewa pada diri masing-masing. Guru Seigi memijat pelipisnya.

"Mau bagaimana lagi, ujian yang kalian tempuh di unknownpleed bukan diperuntukan untuk kelas kalian. Saya tidak heran jika hasilnya hanya segitu,  untung bukan beginner saja." Guru Seigi tertawa keras.

"Saya yakin kalian memiliki kekuatan yang  lebih besar dari kelas lain. Asalkan mau percaya diri saja. Benar kan Ketua Kala?" Seigi menatap Kala, menyebabkan anak itu tersentak kaget dengan pertanyaan tiba-tiba yang menyerang.

"Iya, Guru!" Seru Kala kencang.

"Lihatlah, ketua kelas kalian masih semangat. Jangan sampai hilang semangat hanya karena nilai. Karena nilai tidak menentukkan kelayakan kalian, tapi kalian sendiri yang menentukkan. Oke sampai di sini pelajaran soul core." Guru Seigi mengetuk mimbar guru dengan buku absen. Kelas dibubarkan dan mereka harus lekas pindah menuju kelas selanjutnya.

"Kala ... "

"Ya, Guru?" Kala menghampiri Guru Seigi yang sudah kembali duduk ke kursi.

"Sudah diumumkan kepada teman-temanmu? Kapan latihannya mulai?"

"Sudah. Mereka menerimanya dengan senang dan saya akan membantu sebisa mungkin. Latihannya setiap jumat, sabtu,  minggu di gedung serbaguna milik keluarga Saka."

"Keluarga Okinawa memang tidak pernah mengecewakan. Saya harap kamu siap mengikuti pertempuran lima menara, Kala." Guru Seigi menatap mata murid didiknya. Ia memang berharap banyak pada Kala. Seorang siswa yang tidak terlihat kuat namun menyimpan sesuatu dibalik topeng lemah. Tentu saja sebagai guru dan pasukan khusus Seigi menyadari energi Kala yang sesungguhnya.

"Baik, Guru."

"Sana masuk kelas selanjutnya keburu Guru Alan memarahimu lagi."

"Kalau begitu saya permisi." Kala membungkukan badan lalu pergi menyusul teman-temannya ke lapangan.

Memasuki kelas sihir penyerang.

"Hohohoho Kala kau telat lagi, apa Seigi menahanmu lagi kali ini? Semester baru sudah melanggar peraturan saja hm ... " Guru berkepala botak menegur saat Kala baru saja memasuki barisan. Tentu saja dia telat, tapi itu hanya satu menit. Tidak lebih sama sekali!

"Maafkan saya Guru Alan," ujar Kala tanpa emosi. Guru Alan mendengus kesal. Niatnya ingin membuat Kala marah pupus sudah, padahal jika Kala bermasalah kelas andrumseldur  langsung tidak akan mengikuti pekan sihir sekolah. Jabatan ketua kelas memang sangat memengaruhi. Ditengah kekesalan yang melanda Evan dan Saka menahan tawa. Memang tidak salah menunjuk Kala sebagai ketua kelas.

"Baiklah mari mulai pelajaran. Kali ini saya akan mengajarkan sihir penyerangan aktif dan pasif. Ada yang tahu apa itu sihir penyerangan aktif?" Guru Alan berkacak pinggang. Matanya mengamati 15 murid dari kelas andrumseldur secara saksama. Tapi sampai dentingan jam saku Guru Alan berputar tetap tak ada yang mengacungkan tangan.

Decihan keluar dari mulut pria berompi bahan hijau. "Tidak bisa diharapkan. Sekarang coba sebutkan mantra dasar!"

Sebenarnya mereka bisa saja menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Akan tetapi, karena Guru Alan mengusik Kala, mereka tidak terima dan membalas dengan membuat marah Guru Alan. Sangat mudah.

Kala mencoba mengangkat tangan.

"Oh?  Ternyata otakmu berjalan juga, Ketua Kala. Mari dengar jawabanmu," kata Guru Alan meremehkan. Saka sudah mengepalkan tangannya sedaritadi. Andai saja keadaan kelasnya tidak mengalami diskriminasi, mungkin Saka sudah menghabisi Guru Alan.

"Tentu Guru," jawab Kala tenang.

Kala maju dari barisan dan berhadapan dengan Guru Alan. Mereka berjarak tujuh meter namun suara lantang Guru Alan menggaung di sepanjang lapangan. Berkat pelindung sihir yang aktif suaranya tidak sampai menganggu pembelajaran kelas lain.

Kala tersenyum simpul sebelum merapalkan mantra.

"O Herre over himmel og jord i mitt navn Kala ... " Kala mengangkat tangannya ke depan. Guru Alan tersenyum mencemooh.

"Lanjutkan. Keluarkan semua kekuatanmu anak muda. Kau tidak akan bisa melukai saya barang sejengkalpun," ujarnya seolah tahu bahwa kekuatan Kala tidak akan bisa sedikitpun melukai dia yang seorang veteran pelindung. Guru Alan sangat sombong. Jika Guru Seigi menyaksikan mungkin dia akan tertawa terpingkal melihat kebodohan itu.

"kaller jeg ilden kraften til ildpilen!" Dari tangan Kala keluar lah panah api yang melesat cepat mengarah Guru Alan.

Bunyi benturan antara panah itu dengan sihir pelindung Guru Alan berdentum sangat keras. Bahkan yang normalnya kelas lain tidak bisa mendengar sedikitpun suara kini mulai curi-curi pandang ke lapangan.

"Woops sepertinya saya terlalu keras menghantam guru. Maafkan saya Guru Alan," ucap Kala seraya membungkukan badan. Kepulan debu dan asap masih mengurangi jarak pandang namun Kala sudah mengambil tindakan.

Ketika pemandangan semakin jelas, mereka semua terkejut. Guru Alan babak belur dan luka di dahinya terus mengeluarkan darah,  dia bahkan tak sanggup berdiri.

"Anak sialan," desisnya.

■■ ⓐⓣⓡⓘⓐ ■■

Yudha menatap Kala yang tengah menyantap makanan di kantin. Ia seharusnya tidak bergabung bersama mereka, hanya saja Ezra meminta antar untuk menemui Saka. Tidak cukup di sana, Ezra dan Saka malah pergi mengurusi perpustakaan sementara dia harus terjebak dengan Kala dan Evan.

"Kau benar-benar melukai Guru Alan?" rupanya kabar itu sangat cepat tersebar dan Yudha sendiri setengah tak percaya. Bagaimana tidak?  Guru Alan terkenal memiliki kemampuan menahan segala jenis kekuatan. Ia dijuluki guardian terkuat setelah Jenderal Geoni. Bukankah sangat aneh jika Kala yang hanya sebatas tingkatan lower mampu melukainya.

"Tidak sengaja Yudha. Dia saja yang meremehkan aku dan memasang pelindung paling lemah," bela Kala sambil merengutkan wajahnya tak suka. Dia membenci Guru Alan. Bersyukur saja Kala dapat mengendalikan amarah yang membuncah.

"Iya, iya terserahmu sajalah."  Yudha menggedikan bahu. Malas melanjutkan karena hanya akan menambah masalah. Evan melirik Yudha sinis.

"Ikut lomba apa?" tanya Evan ke Yudha tanpa basa-basi.

"Duel elemen tentu saja. Kudengar kalian ikut pertempuran lima menara? Kelihatannya bakalan seru. Senior dari andrumsvatn sangat gila kemenangan, jika kalian bisa mengalahkan mereka aku akan memberikan uang satu platinum."

Evan memutarkan bola matanya malas, Kala terkekeh dan rela menghentikkan acara makan siangnya. Yudha kentara meremehkan mereka dan itu sangat menganggu sekali bagi Kala.

"Satu platinum dan ramuan penguat soul core dua puluh drum. Bagaimana?" Kala bernego. Sekalian saja membuat Yudha bangkrut tak bersisa. Satu drum soul core harganya lima ratus coin emas. Membelikan dua puluh sama saja membuat bangkrut diri sendiri.

Yudha tertawa keras. Sangat keras malahan, ia sampai harus menghapus air mata di ujung pelupuk. Tentu saja dia tidak mengiyakan, tawaran mematikan.

"Sinting." Evan menghela napas dalam-dalam sebelum amarahnya keluar dan dia memukul wajah menyebalkan Yudha.

"Tidak, astaga. Untung Saka pergi, kalau tidak,  mungkin aku sekarang sudah dipukuli olehnya. Hei, aku hanya bercanda. Aku tidak meremehkan kalian, hanya memperingatkan saja. Lawan terberat kalian di lima menara bukan Queen tapi kakak tingkatnya." Yudha bersedekap, wajah sang pengendali udara penuh keseriusan.

"Kami sangat memahaminya Yudha. Terima kasih sudah memberikan peringatan." Kala menopang dagunya, memberikan seulas senyum mengerikan kepada Yudha.

"Ganjil sekali melihat kalian bersama, Ketua Yudha dan Kala."

Suara dingin seorang gadis menyapa. Kebisingan kantin membuat mereka selamat dari sorotan umum. Yudha ingin sekali pergi namun dia sudah janji akan tetap di sini menunggu Ezra kembali. Ah, sungguh melihat Queen dan Kala bertemu bukanlah pemandangan yang menyenangkan.

"Aku baru tahu ketua andrumsvatn tingkat 2 suka diskriminasi juga," timpal Evan sengit. Matanya melirik Queen dan seorang gadis di samping Queen yang sudah menjadi musuh bebuyutannya. Calya.

"Evan, masalahmu denganku. Jangan bawa-bawa Queen!" geram Calya.

Evan angkat tangan, "maafkan aku Nona yang ter.hor.mat," lanjut Evan santai cendurung menghina. Calya ingin sekali menendang wajah Evan. Sungguh.

"Ketua Queen, bagaimana kabar Anda?" Kala basa-basi menyapa.

"Cukup tangguh untuk mengalahkan andrumseldur tentu saja."

"Ah begitu, kah? Sayang sekali kelasku tidak selemah itu," jawab Kala tenang. Berbeda dengan raut wajah Evan yang sudah mau meledak. Jika saja tak ada Kala, kemungkinan besar Evan akan memberikan Queen pelajaran.

Yudha memperhatikan dalam diam, tak ingin ikut campur sama sekali.

"Hah lucu sekali Kala, kau selalu membela kelasmu tapi mereka malah meninggalkanmu. Kau hanya dimanfaatkan dan tidak lebih dari tameng bagi mereka yang berbuat onar di sekolah."

Kala mengerutkan dahi, ia serta merta berdiri menghadap Queen. Manik matanya berubah kemerahan seperti iblis. Pikiran Queen tidak seluas yang Kala kira.

"Apa?" tanya Queen angkuh, mengusir tekanan aura Kala.

"Tidak baik membual Nona Muda. Aku tidak tahu di mana kau mendengar hal menjijikan seperti itu,  hanya saja jika kau tidak kenal kelasku ... " Kala mendekatkan wajahnya ke telinga kanan Queen.

"Aku tidak akan segan melukaimu nanti," bisiknya pelan dan mengancam. Tubuh Queen menegang, namun berkat kemampuan ketenangan ia berhasil menguasai diri.

"Ayo Evan kita tunggu Saka di kelas."

Keduanya pergi dengan meninggalkan hawa panas disekitar. Tidak ada yang berani menyapa Kala selama mereka merasakan suhu panas di sekitar Kala. Karena Kala sedang dalam kondisi tempramen tinggi.

Queen masih terpaku di tempat. Ia tidak menyangka provokasinya bisa menyebabkan ketegangan

"Queen kamu enggak apa-apa?" Calya mengguncang-guncangkan tubuh Queen.

"Memprovokasi Kala bukan sikap yang bijak, Queen. Dia bisa sangat serius dalam perlombaan. Aku yakin kita semua akan kalah," kata Yudha pelan. Ucapannya membuat Queen dan Calya menolehkan kepala cepat.

"Aku tahu. Itu memang tujuanku. Tahun kemarin Calya dan yang lain terluka karena Kakak tingkat pengendali kami sendiri yang tak tahu malu. Aku hanya ingin melihat bagaimana mereka dikalahkan oleh Kala." Queen tersenyum sumringah.

"Kalian memang mengerikan," komentar Yudha tak mau memikirkan rencana licik Queen menggunakan Kala sebagai senjata balas dendamnya terhadap senior tingkat tiga.

Hah! sepertinya tahun ini pekan sihir sekolah akan sangat menghibur.

■■ tвc ■■

29/03/2020