Aksa sedikit mengumpat sebelum mengangkat telefon itu.
"Kenapa?" tanyanya kesal pada seseorang di seberang sana.
"Maaf pak. Ada hal serius yang harus saya sampaikan" kata Radit terdengar panik.
"Ada apa?" tanya Aksa yang sudah berdiri dari tubuh Bingar. Ia berdiri tepat di samping ranjang sambil menatap Bingar intens. Mendengarkan Radit dengan wajah seriusnya.
"Gavin terkena skandal pak. Dia kedapatan di hotel bersama seorang wanita" jelas Radit. Terdengar hembusan nafas panjang dari Aksa. Ia sedikit memijat kepalanya yang sedikit pusing.
"Dia lagi dia lagi?" gumam Aksa kesal.
"Kamu urus dulu malam ini. Saya sedang sibuk. Besok pagi kita bicarakan lagi"
"Kamu hubungi orang-orang di personalia, suruh untuk menyiapkan konferensi pers besok pagi di perusahaan. Lalu hubungi bagian humas dan suruh mereka menghapus semua foto yang tersebar di internet"
"Lalu kamu urus Gavin". Aksa menutup sambungan telefon dengan kesal. Ia lempar ponsel itu ke atas kasur dengan geram.
Aksa berjalan dan mengambil satu botol wine yang ada di meja samping ranjang. Ia duduk di salah satu sofa dan menuangkan wine tersebut ke gelasnya. Aksa menikmatinya dalam satu tegukan. Ia kembali memijat keningnya dan mengusap kasar rambutnya. Menengadahkan kepalanya ke atas mencoba merilexskan pikirannya yang sangat kacau hari ini. Ia melirik Bingar sekilas lalu menoleh pada kemejanya yang tergeletak di atas lantai. Ia meringis masam melihat hal itu. Menggelengkan kepalanya tidak percaya.
"Bagaimana bisa aku melakukan hal ini?" lirihnya.
"Apa sebegitu putus asanya diriku? Haha". Aksa tertawa masam. Menatap gelas kosong di tangannya lalu menuangkan winenya kembali. Menikmati satu demi satu tegukan. Mungkin hanya winelah yang bisa membuatnya tenang sekarang.
Gavin Mahardika adalah aktor dan model papan atas dari perusahaan Narendra Grup. Berbagai skandal dan masalah sering menghampiri dirinya. Mulai dari berita kencan hingga yang terbaru fotonya bersama seorang wanita di sebuah hotel tersebar di internet. Gavin sebetulnya adalah aktor multitalenta, namun karena banyaknya masalah yang ia perbuat membuat karirnya naik turun.
Malam ini, ia baru saja sampai di apartemennya saat foto-foto itu menyebar di internet. Gavin tidak tahu kehebohan di media sosial karena ia sedang tidur pulas di kamarnya. Hingga dering ponsel membangunkannya.
"Kenapa?" katanya setelah mengangkat telefon itu.
"Buka pintunya sekarang!!" pekik Radit lalu mematikan sambungan telefon begitu saja. Gavin mengerjapkan matanya berulang kali. Jika Radit sudah berteriak padanya sudah pasti ada hal buruk yang sedang terjadi.
"Nggak sekretaris, nggak CEO sama saja. Sukanya teriak-teriak nggak jelas" gumam Gavin lalu beranjak dari tempat tidur.
"Apa lagi yang kamu perbuat sekarang, huh?" tanya Radit emosi setelah masuk ke dalam apartemen Gavin.
"Apa maksudmu?" tanya Gavin tidak mengerti.
"Kamu nggak merasa melakukannya, huh? Bagus yaa". Radit tersenyum tipis.
"Apalagi alasan yang harus kita berikan ke media, hm? Kasusmu yang kemarin saja belum selesai, sekarang kamu berulah lagi?" lanjut Radit kesal.
"Serius aku nggak tahu apa maksudmu" sela Gavin cepat. Radit menggeprak meja dengan tangannya. Membuat Gavin membulatkan matanya terkejut.
"Lihat sendiri di ponselmu"
"Besok pagi siapkan dirimu. Datang ke perusahaan jam delapan tepat"
"Dan siapkan jawaban yang bagus untuk pak Aksa, jika tidak, tamat riwayatmu". Radit pergi begitu saja setelah mengucapkan hal itu.
Pagi hari ini, perusahaan Narendra Grup sedang tidak baik-baik saja. Semua karyawan dan kepala departemen terlihat sangat sibuk dan suasana kantor sedikit kacau. Beberapa staff sedang menyiapkan ruang konferensi. Sedangkan petugas keamanan sedang menjaga pintu depan dari serbuan fans fanatik Gavin yang merangsek masuk ke dalam perusahaan. Benar-benar heboh dan kacau. Radit tengah berdiri di salah satu ruangan dengan ponsel di telinganya. Berusaha menghubungi seseorang yang sampai detik ini masih belum terlihat batang hidungnya.
Bingar menggeliatkan badannya saat dering ponsel mengganggu gendang telinganya. Ia mengerjapkan mata berulang kali dan memegangi kepalanya yang sedikit pusing. Bingar menatap langit-lagit kamar yang terasa asing di matanya. Kemudian beralih menatap sekeliling dengan pandangan yang masih kabur. Detik berikutnya ia merasakan pinggangnya yang sedikit berat. Ia melirik sekilas ada tangan kekar yang sedang memeluk dirinya erat dari samping. Dengan cepat, Bingar tersadar lalu terbangun dari tidurnya. Dan betapa terkejutnya ia melihat laki-laki dengan dada bidang yang terekspos itu sedang terlelap tidur di sampingnya. Hampir saja Bingar berteriak saking kagetnya.
Bingar menelisik wajah laki-laki tersebut. Seperti tidak asing di matanya. Ia mencoba mengingat apa yang telah terjadi tadi malam. Namun sayang sekali, memang kebiasaannya setelah mabuk, ia tidak akan ingat apapun. Bingar memukul pelan kepalanya. Merutuki kebodohannya.
Bingar menatap sekeliling. Botol wine yang telah kosong dan gelas yang masih menyisakan wine setengahnya masih tergeletak di atas meja. Lalu pandangannya beralih ke lantai, kemeja putih laki-laki itu bersama jas dan sepatu mahal berserakan di bawah sana. Bingar terpaku untuk beberapa saat. Ia kemudian membuka selimutnya dan mengecek pakaiannya sendiri. Ia masih bisa bernafas lega setelah melihat pakaiannya masih utuh.
Dengan perlahan, Bingar turun dari tempat tidur. Mencari sepatu dan kaos kakinya. Namun ia tidak mendapatkannya. Bingar semakin panik, saat laki-laki itu bergeliat dan bergumam tidak jelas. Setelah mendapatkan sepatunya, Bingar cepat-cepat memakainya. Namun saat ia hendak berdiri, tiba-tiba satu tangan menarik tubuhnya hingga ia terjatuh ke tempat tidur lagi. Bingar menahan nafasnya karena ia sangat takut sekarang. Ini pertama kalinya ia sangat dekat dengan laki-laki asing selain lawan mainnya di drama. Bingar melihat mata laki-laki itu masih tertutup sempurna. Bingar semakin penasaran karena wajah laki-laki itu sangat familiar di matanya.
"Mau pergi kemana?" gumam laki-laki itu yang kini memeluk pinggangnya erat. Bingar tidak menjawab. Ia menegang dan hanya bisa menahan nafas. Karena tidak mendapat jawaban, tiba-tiba laki-laki itu membuka matanya.
Bingar terperanjat kaget dan ia segera berdiri dari posisinya. Aksa menatapnya bingung.
"Ka-...kamu kenapa ada di sini?" kata Bingar sedikit terbata.
"Kamu kenal denganku?" tanya Aksa. Bingar mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia tampak berpikir sebelum menjawab.
"Bagaimana saya tidak kenal kamu? Kita hidup di industri yang sama" jawab Bingar berusaha tenang. Aksa hanya diam saja. Ia memunguti kemejanya dan memakainya di depan Bingar.
"Apa yang telah terjadi? Kenapa kita bisa tidur bersama?" tanya Bingar sedikit panik. Aksa menatapnya sekilas. Terbesit senyum tipis di wajah laki-laki itu. Bingar melirik sekilas lalu dengan cepat mengalihkan tatapannya ke arah lain.
"Kamu tidak ingat apa yang telah terjadi tadi malam?" tanya Aksa balik. Bingar menggeleng cepat. Aksa tidak berniat menjelaskan. Laki-laki itu malah mencari ponselnya lalu berjalan ke luar. Dengan cepat Bingar menyusul Aksa. Jelas, ia butuh penjelasan. Tidak mungkin kan mereka telah melakukan hal bodoh itu?
****