webnovel

After Bad Destiny

Naulida Ambriaksi adalah seorang perempuan berusia dua puluh enam tahun yang bekerja di perusahaan minyak terbesar di Indonesia dengan posisi jabatan Manager Pengelolaan Minyak. Karir Naulida Ambriaksi terbilang sukses karena kerja keras dan kegigihannya. Namun, semua itu tidak dinikmatinya sendiri karena dia harus membiayai kuliah adiknya atas permintaan orang tua. Kasih sayang orang tua yang hanya dilimpahkan kepada adik Naulida membuatnya tertekan. Terlebih, dia juga mendapat masalah di kantor yang berimbas pada kehilangan pekerjaan yang telah susah payah diraihnya. Naulida kembali mendapat tekanan ketika adik Naulida hendak menikah dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja yang dipercayainya. Ia ditekan untuk mencari, mendapatkan jodoh dan ancaman dari rekan kerjanya. Naulida tentu merasa semakin risi sehingga dia memutuskan pergi dari rumah untuk menenangkan diri. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki paras tampan, agamis dan stylist di salah satu masjid. Dia tertarik dengan laki-laki itu. Apakah lelaki itu akan menjadi jodoh Naulida? Apakah Naulida bisa bertahan dalam menjalani ujian hidup dengan berpisah dari orang tuanya?

Angdan · Urban
Not enough ratings
54 Chs

Alexander Menyatakan Perasaan

Selamat pagi! Selamat pagi!

Ringtone alarm handphone suara burung beo berbunyi dengan keras. Naulida meraba handphone dengan mata masih terpejam dan hitungan detik, ia menemukan dan sedikit membuka mata untuk melihat waktu terkini dan sontak, ia membelalakkan mata sejenak.

"Astaga, sudah jam tujuh pagi. Ah, Naulida, kamu bangun kesiangan lagi dan tidak bisa berenang dengan durasi waktu yang lama karena nanti si Alexander itu ada saja acaranya," gerutu Naulida sambil menggaruk kepala dan menendang guling.

Naulida merasa kesal karena bangun kesiangan dan ia ingin berenang dengan durasi waktu yang lama sebelum pulang ke rumah. Ia meletakkan handphone dan memejamkan mata untuk menenangkan diri dari penyelasannya bangun kesiangan.

Tidak hanya itu yang dilakukan olehnya ketika ia sedang kesal terhadap siapa pun. Ia juga menghirup dan membuang napas berulang kali secara perlahan agar rasa kesal itu benar-benar menghilang.

Ia melakukan itu sampai dada tidak terasa sesak. Naulida melakukan itu selama lima menit dan ia menoleh ke arah kolam renang dan lautan yang tenang.

Air berwarna biru muda dan gelap menarik perhatiannya sehingga ia beranjak dari kasur dan menghampiri tempat itu. Cahaya matahari menyinari kolam renang dan lautan, serta angin sepoi-sepoi menyejukkan tubuh yang memakai baju tidur terawang.

Kilauan cahaya matahari memantul di air sehingga mata reflek menyipit dan sedikit memundurkan kepala. Pandangannya tidak beralih dari gelombang air kolam renang. Tanpa berpikir panjang, ia melepas baju tidur dan menyisakan pakaian dalam.

Naulida pemanasan terlebih dahulu selama lima menit sebelum masuk ke kolam renang dan berenang sepuasnya. Setelah itu, ia masuk ke kolam renang dan berenang. Ia berenang dengan ritme santai dan sungguh menikmati air yang dingin ditambah angin sepoi-sepoi.

Ia terus berenang sampai kulit jemari keriput. Naulida ke luar dari kolam renang dan duduk di pinggir kolam sambil memandangi lautan. Lautan membuat dirinya menjadi tenang.

"Terima kasih, Ya Allah."

Naulida berterima kasih kepada sang Pencipta karena ia bisa menikmati pemandangan alam yang indah dengan gratis selama tiga hari ini. Pemandangan membuat pikiran dan hati menjadi segar kembali.

"Ah, rasanya tidak ingin kembali ke rumah. Aku betah di sini. Izinkan aku tinggal di sini bersama seorang laki-laki yang mencintaiku dengan tulus dan kelak menjadi suamiku," ucap Naulida dengan pelan dan penuh harap.

Naulida memainkan kaki di kolam renang sambil membasahi tubuh dengan air kolam renang. Ia mengelus lengannya karena kedinginan sehingga Naulida memutuskan ke luar dari kolam renang untuk membersihkan badan.

Naulida membersihkan badan selama lima belas menit dan ia ke luar dari kamar mandi hanya berbalut handuk. Tanpa sadar, Alexander berada di dalam kamarnya dan ia terkejut melihat keberadaan Alexander duduk di kasur.

"Astaga, Bapak ngapain ke sini?"

"Maaf, saya masuk tanpa seizin kamu karena saya daritadi mengetuk kamar dan memanggil nama kamu tapi, tidak ada jawaban dari kamu dan khawatir sama kamu sehingga aku memutuskan untuk masuk dan ternyata kamu sedang mandi," terang Alexander sembari menatap Naulida.

Naulida menutupi badan menggunakan dua tangan yang disilangkan di depan dada."Kalau Bapak sudah tahu saya mandi, kenapa Bapak masuk?"

"Saya hanya memastikan saja, Nau. Saya juga minta maaf masuk ke kamar kamu dua kali tanpa izin," jawab Alexander.

Naulida menatap Alexander dengan sedikit memajukan bibir. Ia kesal melihat Alexander masuk ke kamar tanpa seizin darinya dan diam beribu bahasa selama dua menit. Lalu, Naulida mengangguk dan Alexander tersenyum lebar kepadanya.

"Apakah ini artinya kamu memaafkan saya?"

"Iya, saya memaafkan kamu tapi, kamu keluar dulu karena saya mau ganti baju," ucap Naulida dengan tegas.

Alexander mendekatinya dengan menatap dan Naulida melangkah ke belakang sambil mengernyitkan dahi. Mereka terus melangkah sampai ia tidak bisa mundur karena tidak ada jalan dan ia bersandar di tembok sembari memegang dada alexander.

"Bapak mau ngapain?" tanya Naulida dengan memejamkan mata dan terus menutupi dadanya.

Alexander mengernyitkan dahi ketika melihat Naulida yang memejamkan mata dan menunjukkan rasa takut. Ia mengerti rasa takut yang dirasakan oleh Naulida.

"Kenapa kamu begitu, Nau?"

Naulida membuka mata secara perlahan dan Alexander menatap dirinya sambil tersenyum karena melihatnya memejamkan mata.

"Saya pikir ...." Naulida tidak melanjutkan perkataannya dan takut salah mengucapkannya.

"Pikir akan menyentuh kamu sebelum waktunya?" Alexander menyambungkan kalimat yang tidak diteruskannya sembari terkekeh pelan.

Naulida membulatkan bola mata, mengernyitkan dahi dan memukul lengan alexander dengan pelan.

"Iya, tapi memangnya kamu pikir, aku barang yang bisa dipegang dan dipakai semaunya?" tanya Naulida dengan nada tinggi.

"Ih, kenapa kamu jadi marah-marah?"

"Aku tidak marah tapi, aku kesal dan takut, Alex," jawab Naulida dengan pelan dan nada bergetar.

"Kenapa kamu takut? Apakah kamu pernah disentuh oleh orang yang tidak bertanggung jawab?" cecar Alexander.

Sontak, Naulida membelalakkan mata karena Alexander mengeluarkan pertanyaan yang membuat pikirannya memutar memori kejadian malam itu dan di toilet laki-laki di kantor. Ia membisu dan mematung sambil menelan air liur.

Ia menggerakkan bola mata ke segala arah untuk mencari jawaban. Namun, usaha itu belum menghasilkan jawaban. Jemari alexander memegang dagunya dan ia reflek menatapnya.

Jarak wajah mereka hanya satu sentimeter dan tatapannya semakin dalam. Suasana kamar menjadi panas dan merinding karena sikap alexander yang tidak seperti biasa. Napasnya naik turun dan terasa panas di kulit pipi.

"Kamu tidak perlu mencari jawaban kalau kamu tidak mau menjawabnya karena itu privasi kamu dan aku yakin kamu pasti bisa menjaga diri kamu sebaik mungkin sehingga tidak ada yang berani menyentuh kamu, Naulida," ucap Alexander sambil mengusap bibir naulida.

Naulida menyingkirkan wajahnya ke kanan."Iya, terima kasih, Pak."

"Kalau kamu ada apa-apa dan membutuhkan sesuatu bisa menghubungiku," pinta Alexander.

Naulida menatapnya dengan lamat."Apakah Bapak berbicara seperti itu sungguhan?" tanya Naulida.

"Saya berbicara sesungguhnya karena saya tidak akan membiarkan orang lain menyakiti hati perempuan yang saya sayang dan cintai," jawab Alexander.

"Apakah Bapak sungguh menyayangi dan mencintai saya?" Naulida memastikan perasaan alexander kepada dirinya sembari melirik bibirnya.

"Iya, saya sungguh menyayangi dan mencintaimu, Nau. Saya akan menunggumu sampai kamu menerima saya sebagai pasangan kamu," jawab Alexander.

"Apakah kamu tidak bosan menungguku?" tanya Naulida.

"Saya tidak bosan menunggumu karena saya cinta sama kamu. Jadi, berapa lama pun aku akan tetap menunggumu, Nau."

"Baiklah, aku akan pegang perkataan kamu."

Naulida memegang perkataannya dan pandangan mereka masih dekat sehingga Alexander semakin mendekatkan bibirnya ke bibir naulida dan napasnya naik turun dan irama tak beraturan karena suasana berada dalam kamar menjadi tegang dan semakin panas.

Naulida memegang perkataan Alexander untuk menunggu keseriusan perasaannya terhadap Naulida. Apakah Alexander bisa menunjukkan itu semua? Mampir di setiap chapterku dan ikuti, ya, readers. Selamat membaca, readers

Angdancreators' thoughts