webnovel

Keberadaan Natasha

Natasha terus saja merintih kesakitan di sela-sela ketakutan mendengar langkah seseorang semakin mendekati tempat persembunyiannya. Ia meringkuk berusaha menahan rintihan saat orang yang dicurigai mulai membuka pintu, menerobos masuk. Seketika, Natasha bergeming saat Jimmy benar-benar berdiri di hadapannya dengan senyum sinis.

"Dasar wanita brengsek, berani-beraninya kabur begitu saja!" umpat Jimmy.

"Maafkan saya, Tuan. Saya mohon," pinta Natasha dengan mengiba, berharap belas kasihan dari laki-laki yang berdiri angkuh itu.

"Aduh!" teriak Natasha saat perutnya makin terasa sakit. "Tolong saya, Tuan! Tolong saya!" sambungnya lagi sambil meraih kaki Jimmy yang masih berdiri terpaku di tempat.

Natasha terus saja mengiba meminta pertolongan, sementara laki-laki di depannya tampak termenung seakan-akan sedang berpikir. Sesaat kemudian Jimmy tampak membungkuk, meraih tubuh Natasha agar berdiri. Laki-laki itu menuntun Natasha kembali menuju klinik.

Sepanjang perjalanan, Natasha tak berhenti merintih dan selalu memegangi perutnya. Ia berdoa dalam hati agar janin di dalam perutnya masih terselamatkan meskipun darah merembes dari area vital miliknya. Ia tiba di klinik dalam keadaan napas yang terengah-engah dan tubuh basah oleh keringat.

Jimmy berteriak-teriak memanggil Dokter Daren begitu berhasil membawa kembali wanita itu ke klinik. Tubuh Natasha lemas hingga luruh ke lantai.

Beruntung, Dokter Daren masih berada di klinik dan bergegas ke luar ruangan. Natasha yang terduduk lemas lantas dibopong menuju ruangan pemeriksaan. Sementara Jimmy menunggu di luar ruangan dengan gelisah.

"Minumlah dulu agar sedikit tenang. Setelah itu baru saya lakukan pemeriksaan lebih lanjut," ujar Dokter Daren sambil menyodorkan segelas air putih ke arah Natasha.

"Terima kasih, Dok."

"Berbaringlah sebentar, saya akan melakukan pemeriksaan awal untuk memastikan keadaan janin," ujar sang dokter dan Natasha menurut dengan patuh.

Natasha terbaring setelah merasa tenang dan Dokter Daren sigap melakukan pemeriksaan untuk beberapa saat lamanya. Bahkan dokter tersebut melakukan cek USG terhadap perut asistennya itu.

"Bagaimana, Dok?" tanya Natasha yang tampak cemas.

"Bersyukurlah, janin masih selamat. Hanya saja kamu harus beristirahat total mulai malam ini, setidaknya sampai kandunganmu kuat," titah Dokter Daren.

"Tapi, bagaimana dengan orang di luar itu, Dokter. Aku takut."

"Berbaringlah! Aku akan menemuinya dan terpaksa akan berbohong demi janin yang ada di dalam perutmu. Saya akan mengatakan pada dia, jika harus mengambil tindakan aborsi untuk janinmu. Bagaimana, apa kamu setuju?"

"Terima kasih, Dokter," balas Natasha dengan tersenyum tipis.

Sang dokter kemudian keluar menemui Jimmy. Sedangkan Natasha menurut untuk berbaring sambil menahan rasa nyeri.

Dokter Daren yang menemui Jimmy, lantas berbicara empat mata. Tampak sekali wajah Jimmy yang tadinya cemas berubah semringah, seolah-olah tugasnya telah selesai. Bahkan, laki-laki itu berpamitan pergi dari klinik.

Sementara, Natasha yang terbaring menanti Dokter Daren dengan cemas. Sesaat kemudian dokter tersebut memasuki ruangan dengan tersenyum licik karena berhasil mengelabui Jimmy.

"Apa yang kamu lakukan? Berbaringlah dahulu dan jangan banyak bergerak! Kamu masih tampak lemas dan lelah," titah Dokter Daren berusaha menahan wanita itu agar tidak bangun terlebih dahulu. Namun, Natasha tetap memaksakan diri untuk turun dari ranjang.

"Terima kasih atas pertolongannya, Dokter!" ujar Natasha sambil menunduk hormat.

"Apakah anda ingin pulang ke rumah?" tanya Dokter Daren dengan pandangan yang penuh kecemasan.

"Sepertinya berada di sini sudah tidak aman lagi, Dok. Aku bingung," keluh Natasha.

"Sepertinya itu hanya kecemasanmu saja. Saya jamin orang-orang itu tidak datang lagi ke sini. Mereka percaya kalau kamu keguguran. Bukankah yang diincar mereka adalah keberadaan janinmu?" sergah Dokter Daren untuk mencegah Natasha pergi dari klinik.

"Aku ingin tenang agar bayi ini kelak lahir dengan selamat, Dokter," rengek Natasha kemudian.

Mendengar Natasha yang begitu cemas memikirkan masa depannya bersama sang bayi yang masih dalam kandungan, mau tak mau membuat Dokter Daren berpikir ulang untuk menahan Natasha. Keduanya lantas berbicara dengan kepala dingin, mencari solusi demi jalan terbaik. Akhirnya keduanya mencapai kesepakatan jika Natasha akan tinggal dan bekerja di sebuah panti asuhan milik teman sejawat Dokter Daren.

***

Dua tahun kemudian

Sejak usai melahirkan Natasha meninggalkan panti asuhan dan otomatis kehilangan kontak dengan Dokter Daren. Ia tinggal bersama buah hatinya yang kini berusia satu setengah tahun di sebuah pemukiman pinggiran kota Jakarta.

Malam beranjak naik dan anak Natasha telah terlelap. Anak lelaki mungil yang jarang rewel. Natasha turun dari ranjang karena pikirannya terbesit akan sesuatu. Ia menghampiri kalender yang menempel di dinding kamar. Namun, tiba-tiba dia menutup mulut saat menatap sebuah tanggal yang telah ditandai simbol silang dengan spidol warna merah. Sebuah tanggal spesial yang selalu diingatnya.

'Aku harus ke sana!' batin Natasha sembari tatapannya masih terfokus pada sebuah tanggal tersebut. Tanggal yang akan menjadi awal membuka rahasia.

Natasha lantas menuju meja rias. Dia duduk sambil menatap bayangannya sendiri di cermin. Sebelah tangannya mengusap wajah yang masih tampak cantik itu. Kemudian menyentuh bagian bibir, membuat ia teringat saat Diego pertama kali menciumnya.

Pikirannya mengembara, kembali ke masa-masa indah saat berada di pelukan Diego. Dia yang saat itu selalu ketakutan jika Kathy memergokinya, selalu diyakinkan oleh Diego jika segalanya akan berjalan baik-baik saja. Namun, semua nyatanya terhempas begitu saja. Diego yang telah menanamkan benih di rahimnya tidak mengetahui Natasha kabur dari rumah sakit karena akan dipaksa untuk aborsi oleh istri Diego yang dibantu oleh selingkuhannya.

Bunyi jam antik di ruang tamu rumah kontrakan miliknya, membuyarkan lamunan Natasha. Dia lantas bangkit dari duduk menuju ranjang, menemani sang anak yang telah larut dalam buaian mimpi. Natasha lantas membaringkan tubuh.

Sebelum memejamkan mata, Natasha berdoa. Dia berharap agar semua rencananya berjalan lancar esok hari. Ia ingin menyambangi rumah mewah milik Diego dengan mengajak sang buah hati. Besok adalah momen yang tepat dan spesial bagi Natasha.

Natasha tak kunjung memejamkan mata. Ia justru menatap lekuk wajah buah hatinya yang mirip sekali dengan Diego. Natasha tersenyum, tetapi batinnya berdenyut nyeri merasa jika anaknya belum pernah tersentuh belaian kasih sayang seorang ayah.

Buliran bening seketika meleleh dari kelopak matanya, membasahi hingga kedua pipi. Tangannya terulur mengusap lembut wajah sang anak. Natasha yang sehari-harinya hanya sebagai buruh mencuci dan sesekali membuat kue jika ada pesanan, terkadang merasakan berat memenuhi kebutuhan hidup untuk dirinya dan anak semata wayang. Andai saja saat itu, Diego tahu mungkin keadaan Natasha tidak seperti itu.

Natasha menghela napas dalam. Ia membayangkan jika besok benar-benar bertatap mata dengan Diego. Ia bertanya-tanya dalam batin, apakah Diego masih punya perasaan terhadapnya setelah lebih dari dua tahun berpisah tanpa kabar. Belum lagi jika ia berpapasan dengan Kathy.