webnovel

Kian Memburuk

Suasana di dalam mobil itu terasa sangat hening sekali. Meski tiga orang yang mengisi kendaraan tersebut, tetapi tak ada satupun dari mereka yang tampak ingin memulai pembicaraan. Cukup lucu, karena mereka adalah satu keluarga yang saling memiliki ikatan, tapi tampaknya kini suasana telah menggambarkan bagaimana hubungan mereka.

Karina yang sedari tadi memilih untuk tetap diam. Matanya yang indah itu, selalu menatap ke arah jalanan yang licin akibat hujan deras yang melanda tempat ini sebelumnya. Suasana hatinya bisa dibilang begitu buruk sekali, apalagi kala dia terus mengingat akan kejadian sebelumnya.

Apakah dia cemburu? Ya, tentu saja. Wanita mana yang tak cemburu kala pria yang dicintainya itu diduga telah berselingkuh dengan wanita lain. Meski sampai saat ini masih saja apa yang dipikirkannya itu adalah dugaan, tapi baginya pikirannya tak akan pernah salah.

Nafasnya berhembus dengan kasar. Wanita itu menegakkan tubuhnya, kini melihat lurus ke depan. Kedua tangannya terlipat di depan dada, mencegah dinginnya udara itu menyentuhnya.

"Tampaknya kau sedang dalam suasana hati yang tak baik." Suara itu muncul, dari sosok yang ada di sampingnya. Arsen berkomentar seolah-olah tak tahu apa penyebab dirinya menjadi seperti ini.

Yah, Karina tak bisa memaksakan Arsen untuk mengerti isi pikirannya, tapi setidaknya Karina berharap sekali kalau Arsen peka terhadap dirinya.

"Biasa saja."

Melirik sejenak ke arah Karina, satu alis Arsen menukik naik, bertanya-tanya penyebab dirinya mendapatkan tanggapan yang cukup buruk dari wanita itu.

"Apa aku melakukan kesalahan padamu?" Arsen mencoba bertanya, tampak ingin menyelesaikan masalah yang sejujurnya dia tak ketahui dari mana akarnya.

"Pikirkan saja sendiri."

Lantas Arsen berdecak pelan kala dirinya kembali mendapatkan tanggapan tak baik dari sang istri. Memilih untuk diam, kali ini Arsen tampak tak ingin kembali memulai pembicaraan.

Karina menoleh ke arah Arsen. Hatinya merasa sangat tak senang kala pria itu sama sekali tak berusaha untuk membujuknya. Dalam hati, dia mengumpat keras, ingin rasanya kini dia berteriak di depan wajah pria itu agar mengerti dengan perasaan. "Apakah kau senang memiliki sekretaris seperti Wendy?"

"Tentu saja, dia adalah wanita yang berkompeten."

"Dia juga cantik dan tampak sempurna," gumam Karina.

"Yah, kau benar."

Mendapatkan jawaban seperti itu, lantas Karina mengepalkan tangannya dengan sangat kuat. Menyesal rasanya di dalam hati untuk bertanya seperti tadi kepada Arsen. Kini, justru dirinya sendiri lah yang merasakan nyeri karena suaminya ikut menuju wanita itu.

"Pantas saja kau selalu betah di kantor," gumam Karina dengan suara yang sangat kecil, hingga dipastikan kalau tak akan ada yang mendengar ucapannya itu, termasuk Arsen sendiri.

Wanita itu lebih memilih untuk menutup matanya, berusaha untuk tidur selama di dalam perjalanan yang cukup lama ini.

Yah, setidaknya itulah cara dia untuk melupakan masalah ini.

***

Karina membawa tumpukan buku yang sangat tebal itu dengan langkah yang pelan. Sangat berat sekali untuk membawa semua buku koleksi untuk mengajarnya itu kembali ke ruang guru. Meski beberapa kali ada murid-murid yang menawarkan bantuan, tetapi secepatnya wanita itu langsung menolak bantuan tersebut dengan seramah mungkin.

Untuk saat ini, dia tak ingin dulu berinteraksi dengan orang lain.

Dia masih sangat kesal dan marah, apalagi kala mengingat kejadian semalam yang sangat merusak suasana hatinya.

Sampai di dalam ruang guru, dia menuju ke mejanya, dengan penuh emosi dibanting tumpukan buku itu ke atas meja, sampai Maureen yang berada tepat di sampingnya lantas terlonjak kaget saat mendengar itu.

Lantas wanita itu menengok. Kepalanya menggeleng dengan pelan kala melihat betapa santainya Karina saat ini. Tak ada raut wajah bersalah karena telah membuatnya terkejut tadi.

"Ada apa dengan mu? Aku tahu kau sedang dalam keadaan marah, menjadikan aku sebagai pelampiasan mu bukanlah sesuatu yang baik," ujar Maureen yang kesal.

Karina mengambil tempat duduk yang berada di samping Maureen. Wanita itu meraih sebuah botol berwarna Lilac yang berada di atas mejanya, meneguk minuman itu sampai habis, hingga tenggorokannya kini terasa lebih ringan.

"Sialan." Kembali, Karina menaruh botol minumannya dengan cara sedikit membanting.

Untung saja, di dalam ruang guru itu hanya ada mereka berdua saja. Guru-guru yang lain, mungkin sedang sibuk mengajar, hingga kini Karina tak perlu lagi menyembunyikan emosi dia seperti sebelumnya.

Bahunya ditarik dengan cukup kencang oleh Maureen, membuat wanita itu langsung berhadapan dengan Maureen.

"Katakan padaku, apakah suami mu itu membuat masalah lagi?" tanya wanita itu dengan wajah yang tampak serius.

"Yah, dia membuat masalah lagi. Dengan beraninya dia mengajakku untuk makan malam bersama dan kau tahu, bukan hanya ada keluarga ku, tapi dia juga mengundang Wendy, si pelakor itu," ujar Karina, mengeluarkan seluruh keluh kesah di dalam hatinya yang sedari semalam saya dah ditahan dengan baik.

"Dia ikut makan malam bersama dengan kalian?" Tampak sekali bagaimana Maureen yang terkejut setelah mendengar ucapannya itu.

"Yah, kau benar. Aku benci sekali saat Arsen tampak dekat dan hangat ketika berinteraksi dengan Wendy. Berbeda jauh saat berhadapan dengan ku, dia sangat dingin dan menjadi pria yang tak peka."

Maureen menganggukkan kepalanya dengan pelan, tampak dia berusaha mengerti akan emosi Karina saat ini. Tangannya terangkat, mengelus pelan punggung wanita itu, berharap suasana hatinya kembali membaik.

"Aku pikir kau harus mendiskusikan masalah ini langsung dengan Arsen. Kau tahu, aku sungguh lelah melihat kalian tampak asing, padahal kalian sendiri memiliki hubungan pernikahan yang sangat erat sekali."

"Tidak-tidak, itu bukanlah ide yang bagus untuk aku jalankan," ujar Karina dengan kepala yang menggeleng dengan pelan, tampak sangat tak setuju dengan ide yang diberikan oleh Maureen itu. "Arsen bisa menilai ku berlebihan, apalagi aku sama sekali tak memiliki bukti kalau mereka memang berselingkuh. Ini semua masih dugaan ku, aku tak ingin dianggap salah di mata pria itu," lanjutnya lagi.

Karina mengusap wajahnya dengan kasar. Untuk beberapa saat, diantara mereka hanya ada keheningan tanpa ada satupun yang membuka suara. Pikiran mereka bekerja dengan ekstra untuk menyelesaikan masalah ini.

Sampai pada suatu saat, dia mendengar suara seruan dari Maureen yang membuat Karina lantas terkejut kala mendengarnya. Wanita itu menengok, melihat Maureen yang kini telah tersenyum dengan sangat lebar, membuat satu alis Karina menukik naik.

"Ada apa denganmu?" tanya Karina.

"Aku memiliki ide, yah aku memiliki ide agar kau tak stress seperti orang yang terkena gangguan jiwa seperti ini," ujar Maureen yang membuat Karina merasa sangat kesal sekali saat mendengarnya.

"Apaan?"

"Bagaimana, kalau malam ini kita ke club. Tempat itu sangat bagus untuk orang yang stress, kau juga bisa melihat brondong tampan di sana."