webnovel

Kekosongan

"Ibu kenapa terlihat sangat pucat sekali?"

Pertanyaan itu tiba-tiba saja diajukan, membuat Karina yang tadi tampak sedang asik meratapi makanannya itu langsung mengalihkan pandangan dia saat itu juga. Matanya melihat ke arah Joy yang mungkin sudah memperhatikannya sedari tadi.

Dengan susah payah, Karina pun menunjukkan senyum yang tampak teduh, berusaha merubah persepsi Joy tadi. "Tidak, Ibu gapapa," jawabnya langsung saat itu.

"Ibu dari tadi diam saja, bahkan Ibu sama sekali tak memakan bubur itu. Hanya mengaduknya saja."

Lantas Karina menghembuskan napasnya dengan kasar. Dia sangat bodoh sekali karena tanpa sadar menunjukkan bahwa dirinya saat ini memang sedang tak baik-baik saja kepada Joy yang mungkin memperhatikan dirinya sedari tadi.

"Ada beberapa pekerjaan yang memang sedang menjadi beban pikiran Ibu, kau tak perlu khawatir," ujar Karina. Tangan wanita itu terangkat, mengelus pelan puncak kepala Joy.

Anak itu kembali melanjutkan makanannya, begitu juga dengan Karina. Kali ini, wanita itu bisa merasakan seseorang yang sedang menatapnya dengan dalam. Dia pun mengalihkan pandangannya, melihat ke arah suaminya yang tampak diam saja sedari tadi sembari mengamatinya.

Kedua alis Karina terangkat, seolah sedang bertanya hanya dengan tatapan saja.

Lantas Arsen menggelengkan kepalanya, membuat Karina semakin kebingungan. Dia merasa sangat yakin sekali kalau tadi, Arsen pasti hendak mengajukan pertanyaan juga, hanya saja pria itu merasa ragu saat mengungkapkan isi hatinya.

Karina menghembuskan napasnya dengan kasar, memilih untuk tidak memikirkan hal tersebut. Dia kembali melanjutkan makanannya, hingga ruangan tersebut hanya ada keheningan saja, mungkin bunyi-bunyi yang berasal dari dentingan sendok dan piring.

Seperti inilah suasana mereka jika sedang berkumpul. Tak ada kehangatan. Karina sangat merasakan perubahan suasana yang terjadi pada keluarganya ini. Wanita itu masih mengingat bagaimana keluarganya dulu, yang selalu saja ada kehangatan, tapi semua itu hilang secara perlahan, hingga Karina baru menyadari akhir-akhir ini.

"Minggu nanti, kau sibuk?" tanya Karina, berusaha untuk memulai pembicaraan diantara mereka saat itu.

"Sejujurnya tidak, hanya saja Tuan Jhosua meminta aku untuk membuatkan beberapa proposal untuk menyelesaikan persiapan dari penggusuran sekolah itu."

Karina berdecak pelan di dalam hatinya. Ternyata, mereka masih saja melakukan perencanaan itu. Napas wanita itu berhembus dengan kasar, untuk saat ini dia tak ingin memancing pertengkaran, apalagi hanya karena masalah ini. Lagian juga, di depan mereka ada Joy, rasanya sangat tak enak hati sekali jika sampai anak itu melihat pertengkaran yang terjadi antara dirinya dengan Arsen.

"Setiap tanggal merah kau selalu sibuk, apakah kau tak bosan menatap layar komputer itu?" tanya Karina.

"Tentu saja, tidak."

Kepala wanita itu sontak menggeleng dengan pelan. Entah bagaimana lagi dirinya harus menghentikan obsesi Arsen terhadap pekerjaan itu. Padahal, dulu dia tak terlalu terobsesi seperti saat ini. Hanya saja semenjak pria itu menduduki posisi manager, dia selalu saja manfaatkam setiap waktunya hanya untuk bekerja, agar bisa meraih posisi yang lebih tinggi lagi daripada itu.

"Bisakah kau luangkan waktumu sebentar saja? Aku hanya ingin hari ini----"

Dering ponsel terdengar saat itu, membuat Arsen yang tadi sedang asik makan langsung mengambil benda pipih yang berada tepat di samping piringnya itu. Pria itu sama sekali tak menyadari kekesalan yang kini tengah Karina rasakan.

"Halo, Tuan. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya Arsen. Pria itu tampak mendengarkan dengan baik-baik suara sahutan dari seberang telepon tersebut. Tak berselang lama, terlihat dia yang langsung menganggukkan kepalanya. "Baik, Tuan. Secepatnya saya akan ke sana."

Setelahnya, sambungan telepon itu langsung terputus. Arsen menaruh ponselnya dan mengambil segelas air putih yang telah tersedia untuknya.

"Kau ingin pergi?" tanya Karina kala dia melihat pergerakan Arsen yang terburu-buru, seperti sedang dikejar oleh sesuatu.

"Ya, Tuan Jhosua ingin bertemu denganku, mungkin membahas tentang proyek baru itu."

"Tapi---"

"Ssttt, jangan cerewet. Aku harus bekerja hari ini dan jangan telepon ku sekalipun!"

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, langsung saja Arsen pergi dari sana, tanpa menghabiskan makanannya.

Pria itu benar-benar seperti mendapatkan jackpot saja.

"Jadi, hari ini kita batal bermain di taman, Bu?" tanya Joy, meski wajahnya terlihat datar saja saat itu, Karina sangat tahu bahwa kini anak itu tampak bersedih.

Kini, Karina yang merasa tak enak hati. Dia tak tahu lagi harus menjawab seperti apa atas pertanyaan dari Joy itu. "Jadi ... kau tenang saja. Tapi cuman kita berdua, tak masalah bukan?"

Joy menggelengkan kepalanya dengan pelan. Anak itu sempat melihat ke arah jam. "Aku lupa ada pr yang penting dan harus dikumpulkan secepatnya, jadi sepertinya kita tunda aja, Bu." Anak itu turun dari kursinya dan langsung pergi dari sana.

"Joy, kau belum menghabiskan makananmu!" teriak Karina.

"Aku sudah kenyang!" anak itu menyahut.

Lantas Karina menyandarkan punggungnya. Tangan wanita itu terangkat, memijat dengan sangat pelan keningnya yang kini sudah terasa sangat pusing sekali. "Ada apa dengan keluarga ku ini?" tanya wanita itu dengan suara yang lirih.

Bunyi derap langkah kaki yang cepat mengalihkan atensi Karina saat itu. Dia menengok, melihat ke arah tangga, di mana Arsen yang tadinya berpenampilan santai dengan kaus putih, kini justru sudah rapi dengan kemeja nya.

"Aku pergi sekarang!" Pria itu menghampirinya, memberikan sebuah kecupan hangat di bagian kening Karina, setelahnya dia pun langsung meninggalkan tempat ini.

Karina menatap punggung Arsen dengan sangat lekat. "Kapan kau akan berubah seperti dulu lagi?" Wanita itu sudah berusaha mati-matian untuk merubah kembali suasana di keluarganya ini. Namun, sekeras apapun dia melakukannya, tetap saja dia tak mampu untuk merubah obsesi yang dimiliki suaminya itu.

Meski mulutnya sampai berbusa memberikan nasihat, tapi tampaknya ucapan nya itu hanya dianggap sebagai angin lalu saja bagi Arsen.

Wanita itu beranjak. Dia memilih untuk membersihkan meja makan tersebut. Makanan mereka yang tak habis terpaksa harus dibuang langsung ke kotak sampah. Lalu setelahnya, dia pun mencuci piring.

Setelah pekerjaan itu selesai, langsung saja Karina menuju ke kamarnya. Wanita itu langsung menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Melihat ke arah langit-langit kamarnya itu dengan sangat dalam.

Saat matanya menutup, telinganya dapat mendengar getaran yang terjadi di sekitarnya. Tangan dia pun langsung bergerak untuk mencari sumber getaran tersebut.

Matanya kembali terbuka, menemukan ponsel yang dipegang olehnya. Satu alisnya menukik naik kala dia melihat sebuah pesan dari nomor yang tak dikenal lagi.

|Cepatlah ambil keputusan atau aku akan benar-benar membuat hubunganmu dengan suamimu itu hancur secepatnya.

Sial, tanpa perlu berpikir lama, dia sudah tahu siapa pelaku atas perbuatan ini.