webnovel

Adisi

Dalam istilah Kimia reaksi Adisi adalah reaksi pemutusan ikatan rangkap. (Pengubah ikatan rangkap menjadi ikatan kovalen/tunggal) Dimana di cerita ini harus bisa memilih satu dari dua orang. Karena, Tidak ada dua wanita dalam satu hati seperti halnya tidak ada dua Tuhan dalam satu kehidupan. Tak kalah menarik dari percintaan dan juga persahabatan. Tentang kekeluargaan yang begitu harmonis dalam setiap memecahkan masalah. Dari sini kalian juga akan belajar langkah apa saja yang harus kamu ambil ketika mendapatkan sebuah masalah yang kecil maupun masalah yang besar.

Ervantr · Realistic
Not enough ratings
354 Chs

Sweet

Tetes demi tetes mengenai wajahku dan Bunga. Aku melajukan kecepatan motor dan mencari tempat berteduh.

"Kok berhenti?" Tanya Bunga setelah melihat aku menghentikan motor di depan toko.

"Kalo lo mau sakit lo jalan aja sonoh sendiri" Aku turun dari motorku, "Kalo gue sih masih sayang sama badan gue"

Bunga meregangkan tangannya menikmati tetesan air hujan yang semakin membesar.

"Bodoh" Aku menarik tangan Bunga, membuat dia turun dari atas motor.

"Untung gue gak kepleset!Tolol banget sih!"

"Tololan mana sama lo hah?" Aku menoyor kening Bunga, "Angin malam gak bagus, ditambah hujan deras kek gini"

Bunga mencibir sambil memegang keningnya, "Gak ada romantis-romantisan gitu?"

"Lo bilang apa?"

"Nggak!" Bunga membelakangiku.

Aku tertawa kecil, "Superman Jalanan"

Pipi Bunga merasa memanas, mengingat kejadian itu rasanya sangat memalukan, "Jangan panggil gue itu lagi!"

"Suka suka yang suka"

Benar lebih baik diam daripada harus berdebat dengan manusia balok seperti Onad.

Bunga tidak betah dengan keheningan yang seperti ini. Hanya rintikan air hujan yang mengiringinya.

"Lo tau yang romantis saat hujan?" Aku berusaha memecahkan keheningan. Aku tidak enak hati melihat Bunga yang membisu seperti ini.

"Hujan-hujanan bareng, nari bareng, nyanyi bareng"

"Salah"

"Terus apa?"

"Romantis itu cowoknya nyetir motor yang dibonceng kesamber petir"

"Lo mau gua kesamber petir?!!" Bunga tidak terima dan memukul tanganku bertubi-tubi.

Aku menepis tangan Bunga, "Kita kan lagi neduh bukan naek motor"

"Tetep aja lo...."

"Jdarrrrrr"

Suara gemuruh menghentikan perkataan Bunga. Satu hal yang paling aku takutkan adalah suara gemuruh.

Refleks, aku menutup telingaku erat-erat dan menutup mata rapat-rapat.

Sontak, Bunga yang melihat hal ini terkejut. Baginya lelaki itu pemberani apalagi Onad dari pandangannya ia adalah orang yang berani.

Namun, kenapa ia takut dengan gemuruh?

"Lo kenapa??" Bunga menyentuh bahuku yang bergetar.

Aku masih menutup mata dan telingaku, "Gak papa"

Bunga terkejut melihat wajahku yang memucat, "Lo bener gak papa?"

Aku menjawab dengan anggukan, "Sorry, tadi gua kaget"

"Sikap lo barusan buat gua takut"

"Maaf tadi gue becanda"

"Becanda?"

"Hmm"

"Tapi kalo gue kesamber petir beneran gimana?"

Aku tertawa mendengar perkataan dia sangat polos.

"Ya gapapa sih"

"Apa lo ngomong apa?!"

"Gue gak ngomong apa-apa. Hujannya kali yang ngomong sama lo"

"Onadd serius!!"

"Gue gak bicara apapun Bun"

Bunga terdiam sesaat, "Bun?? Emang Bunda lo"

"Nama lo kan?" Aku balik bertanya sambil memainkan kunci motor yang ku hias minion.

Bunga merampas kunci motorku, "Gantungan kunci lo"

"Itu dari kakak guee. Lo mau?"

Tanpa menjawab perkataanku Bunga langsung mencopotnya.

"Gak ada yang gratis mbak"

"Berapa? Satu jutaa lapan puluh?"

Aku tertawa kecil mendengar jawabannya dan ekspresiku yang sok polos, "Bisa nego kok mbak"

"2 juta mas?" Tanya nya sambil memberikan uang 2000 rupiah dari sakunya.

"Upp gan. No mahar"

"Yaudah nehh gojeng+tea jus"

"Angkut!!" Jawabku sambil memasukkan uang ke saku celana.

"Ihh sinih" Bunga berusaha mengambil uang di saku celanaku.

"Lo yang kasih"

Bunga mencubit perutku, "Siniin gak"

Aku menepis tangan Bunga, "Gak! Sesuatu yang udah ada ditangan gue gak bisa direbut"

Bunga menghela nafas gusar, "Yaudah buat lo aja 2000 doang. Yang penting gue dapet minion"

"Itu punya gue anjir"

"Bodo amatt buat gue"

Keheningan kembali datang menghampiriku dan Bunga untuk beberapa saat.

"Hujannya udah mereda. Ayok pulang Nad"

Aku menjawab dengan mengangguk dan berjalan ke arah motor, "Lo ngapain ngikutin gue?"

"Nadd jangan becanda deh!"

"Turun"

Bunga menggeplak kepalaku, "Jalan gak! Bodoh udah malem gini!"

"Lo udah numpang tapi gak tau diri" Aku mulai menghidupkan mesin motorku lalu melajukan dengan kecepatan sedang.

"Makasih Nad, mau mampir dulu?" Ujar Bunga setelah sampai dirumahnya.

"Gak deh, entar gue dimutilasi sama sepupu, kakak lo"

Bunga tertawa, "Dia belum pulang paling"

"Oh" Aku mengangguk lalu melihat Smartphone yang sedari tadi berdering dan bergetar.

"Yaudah gue balik" Ujarku seraya menghidupkan motor, aku berniat untuk ke Kafe MakCik sesuai pesan ajakan teman-teman.

"Hati-hati dijalan yah"

Aku mengangguk dan melajukan motor meninggalkan rumah Bunga.

Kepalaku terasa berat, meski hanya terkena sedikit rintikan air hujan. Akupun memarkirkan motor disebelah pojok kafe MakCik.

"Lo kemana aja??" Tanya Dona.

Aku tidak menjawabnya dan langsung duduk di tengah-tengah Dona dan Mail.

"Lo pergi sama sepupunya Ardi?" Tanya Abay.

"Lo liat?"

"Kita semua liat Nad!" Selsa menggebrak meja dihadapannya, "Lo ada hubungan apa sama si dia?"

"Lo ngapain ada disini cih" Aku kembali bertanya, "Lo bukan anggota OBB jadi gak berhak ada di tengah-tengah kami"

"Nadd gue udah sering bilang sama lo kan? Gue ikut kemana lo pergi"

"Lo siapa gue?"

Perkataanku menyakiti hati Selsa. Perkataan inilah yang menyayat hati Selsa.

Menurut Selsa, takdir sedang tidak adil untuknya. Mengapa harus ia berjuang? Mengapa bukan Onad? Dan lebih parahnya dia harus jatuh cinta dengan lelaki seperti Onad?

"Sel" Abay menarik tangan Selsa, "Gue anter pulang yu. Udah malem banget, mungkin niat Onad baik, dia gak suka lo keluyuran jam segini"

Teman-temanku merasa iba dengan Selsa. Diabaikan seperti itu pasti menyengat sekali apalagi sudah lama Selsa jatuh cinta pada Onadio.

"Oke, aku pulang Nad"

"Gak usah bilang gue. Gue gak peduli sama hal yang lo lakuin!"

"Aku percaya waktu yang akan merubah semuanya menjadi indah"

"Cewek kayak apa sih yang bisa menangin hati lo?!" Mail mengacak-acak rambutku, "Selsa yang udah jelas sempurna lo abaikan seperti itu"

"Mungkin mata Onad berbeda dari kita" Ujar Andre.

"Terus lo tadi ngapain aja sama sepupunya Ardi?" Tanya Mail lagi.

"Gak ngapa-ngapain"

"Bohong! Lo berjam-jam sama dia masa iya gak ngelakuin sesuatu"

"Pikiran lo mesumm!!!

"Lo pada rempong banget sih! Ngalahin ibu-ibu mau senam!" Bentakku.

"Yaelah masih kaku wae" Ledek Rian.

"Udah lah gue balik" Ucapku sambil melangkahkan kaki ke arah parkiran.

"Cihh. Malah membuatku pusing"

"Nad!!" Andre menepuk pundakku sebelum sampai di parkiran.

"Lo rencanain apa?"

"Maksudnya apa gue gak ngerti"

"Lo inget perkataan Abay? Lo mau balas dendam? Atau lo emng udah suka lama sama dia?"

"Kenapa lo bisa ambil kesimpulan gitu?"

"Gue sering liat lo merhatiin dia"

"Hah? Kapan?"

"Udah lo gak usah pura-pura polos gitu. Ardi sering bawa dia ketempat Skate. Kadang juga dibawa kesini. Awalnya gue kira pacarnya eh ternyata sepupunya"

Aku mengangguk mengerti.

"Jadi..."

"Gue gak manfaatin dia buat balas dendam, gue kenal dia sebelum gue tau kalo dia sepupunya Ardi"

"Lo naksir dia?"

"Ah elah udah lah ngoceh mulu. Gue balik"

"Oke sip" Andre memberikan jempolnya.