webnovel

Lolipop

Setelah mendengar kata-kata anaknya, ekspresi Ibu Andre tiba-tiba menjadi sedikit aneh. Dia membuka mulutnya, ragu-ragu sejenak, dan kemudian berkata dengan pelan kepadanya: "Tidak."

"Jadi dia bukan anak Ayah!?" Andre menatap ibunya dengan kaget: "Kalau begitu kenapa Ibu tidak pernah memberitahuku bahwa Ibu memiliki seorang kekasih? Sudah berapa lama Ibu menjalin hubungan dengannya? Bahkan, anak kalian sudah sebesar ini. Apakah kalian berdua berencana untuk menikah nanti?"

Ibu Andre tiba-tiba menatapnya dengan dingin dan berkata: "Maaf nak, tapi itu bukan urusanmu. Lebih baik kau urus urusanmu sendiri. Apa kau sudah menyelesaikan pekerjaan rumahmu? Apakah kau sudah belajar dengan giat? Ingat, dua minggu lagi liburan semestermu akan berakhir. Dan kuperingatkan saja..Jangan sampai Ibu mendapat panggilan orang tua untuk yang kesembilan kalinya di tahun pelajaran ini!"

"Tentu saja itu akan menjadi urusanku, Bu. Jika Ibu menikah, maka itu artinya aku akan punya ayah tiri baru, kan?" Andre melanjutkan kata-katanya. "Maaf, PR-nya belum selesai… Dan, aku minta maaf sekali lagi, tapi Ibu harus pergi ke sekolah besok. . "

"Ada apa? Apa kau mendapat masalah lagi?" Ibu Andre bertanya sambil menatapnya dengan tajam.

"Ah, ya... Begitulah..." Andre berkata kepada ibunya dengan perasaan bersalah. "Ada gadis yang duduk di depanku, dan dia sangat menyebalkan. Dia selalu menggangguku setelah kelas berakhir. Dan suatu hari kesabaranku habis, jadi aku mendorongnya tanpa sengaja. Meskipun aku hanya menggunakan satu tangan, aku tidak menyangka bahwa dia akan langsung terjatuh ke tanah. Gadis itu pun menangis dan melaporkan perbuatanku pada guru..."

"Kau ini!" Ibu Andre menatapnya dengan ekspresi yang sangat gelak dan keras bagaikan besi. "Itulah sebabnya kau harus belajar lebih banyak tentang sopan-santun. Kalau tidak kau akan terus terprovokasi dengan mudah oleh orang-orang seperti gadis kecil itu sepanjang waktu, dan sebagai ibumu aku harus mengikutimu sepanjang hari untuk menjagamu. Kau harus belajar untuk membersihkan kekacauan yang kau timbulkan sendiri!"

"Ya, aku tahu, Ibu. Tapi aku tidak melakukannya tanpa alasan! Seperti yang kubilang tadi, dia selalu menggangguku, oke!?" Balas Andre dengan kesal: "Apa menurutmu aku suka bergaul dengan gadis-gadis seperti mereka? Ayolah, mereka semua munafik dan egois. Mereka semua juga gampang menangis, dan yang lebih menjengkelkan lagi, sebagian besar dari mereka berkepala besar!"

"Kalau kau terus berlaku seperti itu, kau tidak akan bisa menemukan pacar dan menikah di masa depan, Nak!" Ibu Andre mengulurkan tangannya dan menyentil dahi Andre dengan cukup keras Kemudian dia berkata dengan tegas. "Aku tidak akan bisa menemukan pasangan untukmu ketika kamu sudah beranjak dewasa. Pada saat itu, aku tidak akan peduli meskipun kau menangis ataupun memohon-mohon padaku "

"Kenapa aku harus mencari pacar perempuan? Lebih baik aku mencari pacar laki-laki ..." Andre mengerucutkan bibirnya dan bergumam dengan jijik.

"Jika kamu berani mencari pacar laki-laki, lebih baik kau bersiap-siap karena aku akan menghajarmu tanpa ampun!" Ibu Andre mengangkat tangannya dan mencoba memukul Andre.

"Ah, maaf, aku hanya bercanda, Ibu." Andre mengangkat tangan untuk melindungi dirinya tanpa sadar dan meminta maaf.

"Dasar." Ibu Andre memelototi putranya dengan galaj, namun beberapa saat kemudian dia menurunkan tangannya. Kemudian dia menoleh ke arah Nayla yang masih berdiri diam dengan malu, dan tersenyum dengan ramah. "Jangan takut, Nayla. Perkenalkan, ini kakak laki-lakimu, Andre. Jika dia berani mengganggumu, kau bisa memberi tahu Ibu, oke? Nanti ibu yang akan memberinya pelajaran. "

"Ibu!" Andre menatapnya dengan ekspresi terkejut dan bertanya, "Bukankah aku juga anak Ibu? Ibu kan tidak perlu sekejam itu!"

"Oh, kalau begitu lebih kau tidak bermacam-macam dengan adikmu!" Ibu Andre meliriknya sekilas. Dia meraih tangan Nayla yang mungil sebelum berjalan menuju kamar tidurnya. "Baiklah, sekarang Ibu akan mengganti pakaian adikmu dulu. Lebih baik sekarang kau kembali ke kamar dan segera selesaikan pekerjaan rumahmu!"

"Baikk ..." Setelah Andre menjawab dengan enggan, dia melihat ibunya membawa Nayla ke kamar tidur dan menutup pintu.

Namun tidak lama setelah mereka masuk, pintu kamar tidur itu terbuka kembali.

Saat Andre mendengar suara pintu dibuka, dia berbalik dan melihat ke kamar tidur. Kemudian dia bertanya dengan heran: "Ada apa? Bukankah Ibu mau mengganti pakaian Nayla? Kenapa Ibu keluar lagi?"

"Ibu baru saja membelikan adikmu mantel tadi, tapi Ibu lupa kalau Ibu masih harus membelikannya beberapa pakaian dalam." Jawab Ibu Andre sambil berjalan menuju pintu depan. Kemudian dia menoleh pada Nayla. "Nayla, kau tinggal di rumah dengan kakakmu saja, ya. Ibu pergi keluar dulu untuk membelikanmu beberapa pakaian dalam. Tenang saja, aku akan segera kembali. "

"Oke." Nayla mengangguk setelah mendengarkan kata-kata ibunya. Dia masih memegang tas sekolah tua di tangannya dengan erat sambil mengedipkan matanya yang bulat dan besar.

"Baiklah kalau begitu. Andre, aku pergi dulu. Kau jaga baik-baik adikmu, ya!" Teriak Ibu Andre sambil membungkuk dan mengganti sepatunya. Kemudian dia membuka pintu depan dan berjalan keluar tanpa menunggu jawaban Andre.

"Ya, aku mengerti." Jawab Andre dengan santai sambil melihat ibunya berjalan keluar pintu. Lalu dia mengalihkan pandangannya ke arah Nayla, yang masih berdiri diam di ambang pintu kamar Ibu mereka.

Gadis itu terlihat kurus dan mungil. Saat ini dia mengenakan sepotong sweter tua yang jelas-jelas terlalu besar untuknya. Sweter itu tergantung longgar di tubuh Nayla dan membuatnya tampak semakin kurus.

Setelah menatapnya selama beberapa saat, Andre mengulurkan tangannya dan memanggil Nayla, "Kemarilah."

Nayla mengangkat kepalanya dan menatap Andre dengan matanya yang besar dan jernih. DIa terlihat ragu dan tidak bergerak dari tempatnya.

"Kemarilah, apa kau tidak mendengarku memanggilmu?" Andre merenung sejenak, kemudian dia berjalan ke arah meja di dekatnya. Sesaat kemudian Andre mengeluarkan permen lolipop dari laci meja dan mengguncangnya ke arah Nayla: "Kemarilah, ada yang ingin kutanyakan padamu. Jika kau dapat menjawab pertanyaanku, maka aku akan memberikan permen lolipop ini kepadamu."

"..."

Setelah mendengar perkataan Andre, seketika mata Nayla yang terpaku pada permen lolipop di tangan Andre langsung berbinar-binar. Akan tetapi sesaat kemudian dia terlihat ragu dan masih berdiri diam tanpa bergerak.

Andre mengerutkan keningnya dengan jengkel dan menatap Nayla dengan mata hitamnya selama beberapa saat. Kemudian dia bangkit berdiri dan berjalan ke arah Nayla seraya berkata, "Apakah kau tuli? Apa kau tidak bisa mendengar bahwa aku memanggilmu dari tadi. Dan seingatku kau bahkan belum mengucapkan sepatah kata pun sejak kau memasuki rumah ini. "

Dia berhenti tepat di depan Nayla dan menunduk. Selama beberapa saat Andre hanya menatap gadis kecil itu dengan tajam. Kemudian tiba-tiba dia mengulurkan tangannya dan mencubit pipi Nayla yang putih dan merona merah.

"Ah… Sakit!" Nayla merasakan rasa sakit yang menusuk di pipinya. Pipinya terlihat semakin memerah dalam sekejap, dan air mata mengalir dari matanya.

Saat mendengar teriakan kesakitannya, Andre segera mengendurkan cubitannya. Lalu dia mengerutkan bibir dan berkata: "Ah, jadi kau bisa bicara, ya? Kalau begitu, kenapa kau mengabaikanku saat aku memanggilku tadi?"

"..."

Saat Andre menarik tangannya, tanpa sadar Nayla mengulurkan tangan dan memegangi pipinya. Matanya yang berair menatap Andre dengan waspada.

Saat melihat bekas cubitannya di wajah Nayla yang putih dan lembut, Andre menggigit bibirnya dengan perasaan bersalah. Dia meletakkan permen lolipop tersebut ke tangan Nayla dan berkata, "Ini, untukmu."

Nayla menunduk dan melihat permen lolipop di tangannya. Lalu dia mengangkat kepalanya untuk melihat Andre. Matanya dipenuhi dengan ekspresi terkejut dan bingung.

Untuk pertama kalinya dalam hidup Nayla, seseorang memberinya sebuah permen.

"Ada apa? Apa kau tidak menyukainya?" Andre mengerutkan keningnya ketika dia melihat Nayla hanya memegang permen lolipop tersebut dan berdiri diam. Dia bertanya kembali, "Apakah karena rasanya? Lalu rasa apa yang kamu suka?"

Next chapter