webnovel

Ada Cerita Cinta Di Asrama

Cerita cinta remaja sejenis di Sekolah Berasrama. Ricko Aprilliando bisa dikatakan cowok yang beruntung, tampan dan ramah menjadikannya pujaan beberapa gadis yang mengenalnya. Ya, dia adalah seorang mahasiswa semester tiga di Fakultas Hukum. Sebagai anak seorang jaksa tentu orang tuanya ingin anaknya mengikuti jejaknya, meski tidak semua orang tua begitu, setidaknya itulah yang terjadi dengan Ricko. Dengan wajah yang tampan tentu banyak gadis cantik yang tertarik dengan Ricko, Masalahnya, Ricko merasa tidak ada rasa cinta pada adis-gadis itu. Karena cinta Ricko bukan untuk mereka. Ricko pacaran sama cowok, dan itulah cinta pertamanya. Apakah Ricko seorang Gay? maybe yes maybe not. Bisa saja kita anggap dia gay karena pacaran sesama jenis, tapi tunggu dulu! Dia baru 15 tahun ketika merasakan cinta, dan saat itu dia tumbuh di sekolah asrama, sekolah yang semua mahluk di dalamnya adalah laki-laki, tidak ada perempuan selain mbok dapur. Setiap detik, menit, jam, hari, dan tahun dia hidup bersama cowok, hanya dikelilingi cowok, mulai dari yang lebih muda hingga yang lebih tua dari umurnya. Apakah hal itu cukup menjadi alasan menganggapnya bukan seorang gay? maka jawabannya adalah apakah cukup menilai dia gay hanya karena dia pacaran sama cowok di umur 15 tahun? Ya, Ada Cerita Cinta Di Asrama, Ricko yang mulai beranjak dewasa ingin memutar kembali kisahnya, kisah cinta yang berawal di asrama, apakah cinta itu benar-benar tulus, atau hanya karena pengaruh lingkungan saja. Tentu kisah cintanya tidak mulus, cinta yang penuh godaan, cinta yang penuh rintangan, dan tentu saja cinta yang penuh kebahagian, ya cinta memang penuh misteri. Mungkinkah Ricko mendapat jawaban? mungkin juga bukan jawaban yang perlu Ricko cari, tapi keikhlasan untuk mengambil langkah, untuk bertindak, dan untuk menjalani apa yang ada dalam hati kecilnya. Siapa yang tau, hanya Ricko tentunya, karena dia yang tau Ada Cerita Cinta Di Asrama.

Leo_Verry · Sci-fi
Not enough ratings
16 Chs

Episode 11

Hari-hariku di sekolah ini berjalan lebih cepat dari biasanya. Kegiatan dan rutinitas yang padat menjadikan waktu begitu berharga. Perlombaan yang kami bicarakan beberapa hari lalu bersama Dion, Reno dan Idris juga diumumkan di asrama kami, dari penjelasan kak Viktor, kepala asrama ku, bahwa Alhambra harus ikut berpartisipasi serius, agar dapat meraih hasil maksimal. Aku sedikit gugup ketika pembagian peran sebagai pemain drama, aku lumayan cemas jika aku termasuk dalam anggota tim drama, dan kabar baiknya, aku tidak ikut.

Hanya saja untuk volksong dan lomba berbaris, namaku termasuk dalam daftar yang dibacakan kak Viktor malam itu. Sedikit shock mendengarnya sih, tapi mau gimana lagi. Seperti untuk volksong hampir semua siswa asrama Alhambra diikutsertakan, maklum group volksong kami berjumlah 80 orang, lumayan banyak.

Sedangkan untuk lomba baris berbaris hanya 25 orang saja yang dipilih, yang sama tinggi dan posturnya hampir sama semua, kebanyakan anak kelas 3 SMP dan kelas 1 SMA. Ketiga temanku semua masuk dalam daftar group volksong di asrama masing-masing, dan Idris masuk dalam tim drama asramanya. Tapi untuk baris berbaris cuma aku sendiri yang kebagian.

Kesibukan ini juga bikin waktuku bersama Fikri berkurang, setiap pagi sampai siang kami belajar di kelas, siang hari kami latihan volksong, sore latihan baris berbaris, dan malamnya aku harus ke GOR buat latihan marching band. Belum lagi tugas-tugas yang sudah mulai diberikan beberapa orang guru yang sudah mengantongi label guru "berwibawa", maksudnya kejam atau sadis (sebagian besar siswa setuju dengan sebutan itu).

Terakhir aku menghabiskan waktu bersama Fikri pada malam terakhir MOS, meskipun kami selalu duduk berdekatan sepanjang MOS tahun ini, tetap saja kebersamaan kami terasa kurang. Beberapa kali Dion menjelaskan tentang kesibukan siswa SMA, banyak tugas dan bimbingan khusus dari wali kelas, karena tahun depan mereka akan menjadi pengurus asrama, bahkan bagi siswa tertentu sudah diperhatikan sikap dan sifatnya sebagai calon kepala asrama selanjutnya. Dan Fikri termasuk salah satu yang mendapat penilaian khusus, aku juga kurang tau apa kriterianya, yang jelas dia masuk nominasi calon kepala asrama.

Perlombaan baris berbaris akan dimulai awal bulan depan, artinya 16 hari lagi. begitu juga dengan Volksong, hanya lomba drama yang belakangan, akan dilaksanakan tanggal 1 Januari, tepat pada perayaan tahun baru. Semua asrama telah memilih pesertanya, dan persaingan sudah mulai terasa. Seperti lomba volksong, Reno dan Idris kelihatannya sudah mulai menyombongkan persiapan asrama mereka. Aku sendiri tidak begitu antusias bercerita tentang persiapan asramaku, begitu juga Dion. Ada hal lain yang menganggu pikiranku.

Ya, setelah pengumuman daftar anggota baris berbaris asrama kami Kevin memanggilku ke ruangan pengurus asrama. Aku agak kaget juga awalnya, ada masalah apa sehingga dia memanggilku ke ruangan pengurus. Biasanya dia langsung ke kamar dan ngobrol biasa saja.

"Rick, lu nggak keberatan kan ikut lomba baris berbaris." tanya Kevin sambil duduk di kursi pengurus, sedangkan aku berdiri seperti anak buahnya, rasanya pengen banget aku tonjok anak itu. (Becanda)

"Boleh diganti sama yang lain nggak kak?" dengan tampang memelas aku bicara pelan. Sekarang aku sudah terbiasa manggil temanku ini dengan sebutan "kak".

"Nggak bisa, harus lu Rick. Kapan lagi lu dapat pengalaman itu." balas Kevin, mukanya bikin aku kesal. Kelihatannya dia sengaja memasukan namaku dalam daftar.

"Kenapa harus aku" tanyaku penasaran.

"Ya kita butuh semua anggota yang bagus, posturnya sama tinggi dan yang cakep-cakep juga, biar enak dilihatnya, gitu. Secara lu termasuk yang cakep, jadi gak bisa diganti. Teman sekamar lu, si Osa juga ikut kan, jadi kalian bisa tambah akrab" jawab Kevin cengengesan.

"Iya, aku tau dia ikut juga" jawabku ketus. Kevin nyengir mendengar jawabanku. Dia menggerak-gerakan tangannya di atas meja, kebiasaan yang sudah aku pahami, artinya dia berharap jawaban "Iya".

"Oke, aku terima, tapi kalau kamu tanya aku keberatan atau tidak, jujur saja aku keberatan, tapi mau gimana lagi, demi asrama kita, aku bersedia." ucapku asal saja. Mau gimana lagi, nggak enak juga sama teman-teman asrama ku yang lain, nanti malah dianggap sombong dan gak peduli lagi, hitung-hitung cari pengalaman.

"Siiiiiip, gitu dong. Gede juga ya sikap nasionalisme lu, " ucap Kevin sambil berdiri girang. Dan senyumnya semakin lebar, mungkin karena dia berhasil membujukku tanpa harus susah payah, jadi nyesal. Coba aku tadi kerjain dulu sebelum bilang "Iya".

"Hah? Nasionalisme?" tanyaku dingin.

"Iya, rasa cinta asrama, itu disebut nasionalisme juga tuh." Kevin menambahkan sambil cengengesan. Kelihatannya dia tambah semangat sekarang.

Kadang aneh juga lihat kakak pengurus yang begini, aku dan Kevin lebih sering seperti teman, dan sebagian pengurus asrama yang lain juga bersikap sama, mungkin mereka tahu aku sudah berteman lama dengan Kevin, jadi mereka memperlakukan ku sedikit lebih santai.

"Jadi kamu manggil, oh-maaf, "kakak" maksudku, manggil aku kesini cuma buat nanya itu?" tanyaku ke Kevin.

"Iya, dan ada satu lagi." jawab anak Jakarta ini.

"Kemungkinan Fikri akan ikut juga dalam lomba itu mewakili asramanya, teman sekelas gue Amir yang bilang, Fikri siswa asramanya." tambah Kevin dengan nada hati-hati.

Aku terkejut mendengar ucapan Kevin. Aku diam sejenak, mencerna kata-kata Kevin. Suasana berubah dan terasa canggung. Kevin paham apa yang ada dalam pikiranku.

Dia menarik tanganku dan kami berjalan keluar asrama, aku mengikutinya tanpa bicara. Kevin berjalan di depan, dia tetap saja cengengesan, bahkan ketika bertemu beberapa anggota asrama yang lain dia masih sempat ngerjain anak-anak itu.

"Udah tenang aja, nggak usah dipikirin. Lomba ini juga tujuannya buat kebersamaan kan?" Kevin berusaha membujukku ketika kami sudah berada di taman depan asrama.

Aku belum menjawab, mataku memandang rumput yang terhampar di depan kami. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. Perlombaan adalah persaingan, meski tujuannya untuk kebersamaan, tapi tetap saja dalam pertandingan semua asrama bertujuan untuk menang.

Kevin ingin menjelaskan bahwa aku harus lebih memilih asrama ketimbang pacarku, mungkin itu inti dia memanggilku.

"Rick, gue gak maksa kok. Lu jalanin aja, pasti lu tau mana yang terbaik, gue udah lama kenal lu, bahkan sebelum Fikri." ucap Kevin pelan, tapi masih cengengesan. Aku memandangnya sesaat, dan aku mengangguk.

"Iya, aku tau maksudmu memanggilku ke sini. Aku akan bersikap profesional kok" jawabku tenang.

Kevin tersenyum, sambil menepuk pundakku. Sesaat mata kami saling memandang, kali ini Kevin tidak membuang mukanya, matanya semakin tajam, dan aku baru sadar bahwa Kevin lebih dewasa dari yang aku pikirkan.

Kami tetap berdiri di taman beberapa waktu, sampai kami melanjutkan aktivitas kami masing-masing. Aku tau dan aku paham, Kevin memanggilku lebih sebagai teman, bukan sebagai pengurus asrama. jadi tidak ada alasan untuk menolaknya.

Kami memulai latihan volksong sore hari berikutnya, awal yang kacau menurutku. Semuanya bersuara tidak jelas, ada yang malu-malu, dan ada juga yang nggak tau malu. Kak Lian (pengurus asrama yang berasal dari Medan) bersusah payah memandu kami agar kompak, bahkan beberapa pengurus lainnya sudah mengatur tempo musik dan sound sitemnya, ternyata tetap saja tidak ada kemajuan. Akhirnya kak Viktor mengambil alih latihan kami.

"Kita akan mulai latihan tanpa musik, tanpa gerakan!" ucap kak Victor dari ujung ruangan. Kami mengangguk dan mengikuti arahan kepala asrama kami tersebut, dan setelah berjuang keras berkali-kali, akhinya suara 80 orang dapat disatukan dan mulai enak didengar. Kami semua bertepuk tangan, kak Victor juga sudah mulai senyum, kayaknya dia senang dengan kemajuan kami.

Latihan pada hari-hari selanjutnya berjalan baik, kami mulai bisa bernyanyi diiringi musik. Selain itu kami juga sudah diajari beberapa gerakan koreo oleh kak Arif, pengurus asrama kami yang berasal dari Kediri. Kakak yang satu ini berkulit gelap, meskipun gelap wajahnya manis loh. Kalau diperhatikan lebih teliti, kak Arif ini lumayan seksi, apalagi kalau ngajarin koreo, dengan baju kaos tanpa lengan yang basah kena keringat, wajar saja jika aku menilai kakak kelas 2 SMA ini seksi.

Beberapa kali kak Arif mengajarkan gerakan-gerakan rumit, aku kadang kesulitan mengikutinya, untungnya dengan senang hati kak Arif membimbing kami. Aku paling suka kalau kak Arif membimbingku sambil praktek, kadang dia memegang tanganku, tapi rasanya aneh, dia gak pede kalau bertatapan langsung, mungkin grogi, atau sungkan karena dia tau aku sudah punya pacar.

Dengan kemampuannya aku jadi penasaran, mungkin kak Arif ini memang seorang dancer profesional. Hmmmm, gimana kalau aku belajar privat sama kakak ini, pasti pacarku bakal cemburu, hahahahaha. Begitulah latihan volksong kami yang padat, tapi menyenangkan, karena aku menikmatinya, bukan karena kak Arif tentunya, tapi memang aktivitas ini menghilangkan kejenuhan semua siswa.

Sedangkan untuk baris berbaris, aku tidak kesulitan mengikutinya, karena hampir semua peserta sudah menguasai dasarnya, jadi tinggal nambah-nambah formasi gerakan saja, agar jadi lebih menarik dan terlihat bagus.

Kami menghabiskan waktu hampir dua minggu untuk latihan volksong dan baris berbaris, sedangkan drama belum dimulai, karena perlombaan nya masih lama. latihan-latihan ini awalnya terasa berat tapi lama-lama jadi terbiasa juga. Seperti biasanya, waktu luang yang aku punya sangat sedikit, begitu juga Fikri, dia juga sibuk dengan kegiatannnya, tapi kami tetap makan bareng kok, setidaknya beberapa kali seminggu.

Di luar rutinitas latihan, hari-hari ku di asrama berjalan seperti biasa. Apa yang dikatakan oleh Kevin tentang Joshua tidak sepenuhnya salah (tidak salah sama sekali, tapi aku masih gengsi mengakuinya wkwkwkwk). Dari awal latihan PBB Joshua kelihatannya memang mudah akrab, dan ternyata dia anak yang enak diajak ngobrol, dan jujur saja, dia tidak begitu buruk.

Kami membahas hal-hal kecil di sela-sela latihan, terutama masalah pacarku. Aneh rasanya membicarakan Fikri dengan orang yang sebelumnya tidak aku sukai. Joshua memberitahukan banyak hal tentang kebiasaan Fikri di kelas, yang aku tidak tahu, maklum aku cuma tau yang baik-baiknya saja seperti dia punya nilai yang bagus dan tentu saja dia anak yang tampan.

Ternyata ada juga hal-hal yang negatif tentang Fikri, pacarku itu anak yang rada jahil, dia juga suka keluar kelas bila sedang bosan dengan materi yang diajarkan. Hemmmmm, kalau ketahuan bakal aku jewer tuh si Fikri, jadi ingat peristiwa di depan kamar mandi tahun lalu, ketika aku dihukum karena lupa mengerjakan tugas Fisika oleh pak Luthfi. Waktu itu tidak sengaja aku bertemu dengan Fikri, padahal jam pelajaran sedang berlangsung, mungkin dia sedang bosan, makanya keluar, dasar Fikri suka melanggar juga ternyata.

Aku sedang melipat baju ketika Joshua masuk ke kamar kami, tidak seperti biasanya, hari ini Joshua tampak sedikit berbeda. Dia tidak menyapa, hanya diam, dan langsung bersandar di atas ranjangnya. Aku sedikit ragu untuk bertanya, momentnya gak pas kayaknya.

Suasana hening berlangsung beberapa menit hingga Akbar teman sekamar kami masuk.

"Kenapa lu manyun aja bro?" sapa Akbar sambil melirik Joshua. Akbar berjalan sampai depan lemari pakaiannya.

"Gak apa-apa, sedang bad mood aja." jawab Joshua datar, matanya sama sekali tidak memandang Akbar.

Aku menoleh sejenak dan memperhatikan kedua temanku ini. Akbar tidak menanggapi jawaban Joshua, kelihatannya dia paham, anak itu sedang tidak mau ngobrol.

Akbar melepaskan baju dan celananya lalu menggantungnya di tempat gantungan pada dinding kamar. Anak itu hanya menggunakan boxer, menurutku boxernya terlalu mencolok, dengan warna kuning terang, bergambar tokoh kartun, kesannya aneh, tapi gak perlu dibahas lah boxer siswa kelas 1 SMA ini, karena itu bukan urusanku dan nggak penting juga.

Oh iya, karena asik membahas perlombaan aku jadi lupa menceritakan tentang kamarku. Tahun ini aku merupakan yang paling junior di kamar ini, meskipun ini tahun ketiga di sekolah.

Ini karena ketiga teman kamarku sekarang semuanya kelas 1 SMA, Joshua dari Jakarta, yang pertama kali aku kenal, karena dia yang duluan memperkenalkan diri. Akbar dari Tangerang, cowok dengan badan lumayan kekar, mungkin dia suka fitnes, atau juga karena dia suka ngangkat beban yang berat-berat. Satu lagi Denny dari Bandung, anak pendiam dan jarang ada di kamar kecuali jam tidur malam, soalnya dia asisten perpustakaan, jadi banyak menghabiskan waktu di ruangan asisten, yang punya fasilitas lumayan lengkap. Semuanya kelas 1 SMA, dari ketiganya hanya Joshua yang satu kelas sama Fikri, dan satu lagi, ketiga temanku tahu hubunganku dengan Fikri.

Tahun ini terasa berbeda, karena aku lebih cepat akrab dengan teman-teman sekamar, mungkin kegiatan perlombaan yang menjadikannya begitu. Soalnya, Dion, Idris dan Reno jadi jarang datang ke asramaku, mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Jadi aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman baruku. Meskipun demikian, kami masih bertemu pada jam makan, kadang olahraga, khusus Dion, kami selalu ketemu karena kami satu kelas.

Akbar duduk di ranjangku, sejenak dia melirik Joshua yang sedang pura-pura membaca buku, padahal pikirannya sedang tidak di kamar kami?

"Rick, ada masalah apa sama Osa?" bisik Akbar pelan. Aku memalingkan kepalaku dan menatap Joshua, dia sama sekali belum berganti posisi, masih seperti tadi. Aku menoleh ke arah Akbar dan menggeleng, tanda aku juga tidak tahu masalahnya.

"Dia nggak ngomong ke lu Rick?" tanya Akbar lagi.

"Enggak, Osa diam aja dari tadi. Masalah pribadi kayaknya, mending kita nggak usah ikut campur, tunggu aja dia mau ngobrol, baru nanti kita tanya." jawabku sekenanya.

"Iya juga sih. Gue penasaran aja." ucap Akbar pelan.

Aku dan Akbar ngobrol sebentar tanpa menghiraukan Joshua, kami bicara sepelan mungkin hampir lima belas menit.

"Bukan masalah besar kok, gue sedang gak mood aja tadi, sekarang udah rada lumayan." tiba-tiba Osa udah berdiri di belakang kami. Aku dan Akbar sedikit terkejut. Apa dia mendengar obrolan kami?

Joshua menatapku dan Akbar bergantian, lalu dia nyengir. Aku jadi bingung dengan perubahan yang tiba-tiba itu. Sesaat aku dan Akbar saling lirik sebelum akhirnya kami tersenyum.

"Gitu dong, kan jadi enak suasananya." respon Akbar, kelihatannya dia sudah sadar dari keterkejutannya tadi.

"Nih gue kasih senyum yang lebih lebar, gimana?" balas Osa dengan senyum lebar, aku masih bingung dan ekspresiku jadi kaku.

"Rick kok sekarang lu yang jadi diam?' tanya Osa yang sekarang sudah berubah, nggak tau dari mana mantranya, baru beberapa menit tadi manyun, sekarang sudah santai banget, aneh.

"Nah, kok diam?" lanjut Osa.

"Haloooooooooo" Akbar berteriak di telingaku.

"Iya deh aku senyum juga" jawabku sambil tertawa.

"Kurang lebar tertawa lu Rick, nih biar tambah lebar" celetuk Akbar diikuti teriakan dan umpatan Osa.

Ternyata Akbar dengan sangat cepat baru saja memelorotin celana pendek yang digunakan Osa, sampe celana dalamnya kelihatan. CD nya warna hitam, hahahaha. Aku tertawa cekikan, sementara Osa masih mengumpat dan menaikkan lagi celana basket yang dipakainya tadi. Ternyata adegan konyol itu tidak berhenti sampai di sana, Osa membalas dan melorotin boxernya Akbar, dan parahnya nya anak itu nggak pake celana dalam, dan hasilnya, tebak aja sendiri.

************************

Hari perlombaan pun tiba, tepat hari Minggu. Lomba baris berbaris adalah yang paling pertama dipertandingkan. Aku dan Osa berada pada posisi paling depan, sedangkan kak Candra pengurus asrama kami menjadi pemimpin barisan.

Tim penilai dan penguji terdiri dari kakak-kakak kelas 3 SMA yang merupakan pengurus Pramuka sudah berada di tempat. Seluruh peserta dari semua asrama berada di luar lapangan, dan berjejer berdasarkan antrian. Sedangkan siswa lainnya berkumpul di sekeliling lapangan guna memberikan semangat sambil meneriakkan yel-yel asrama. Beberapa anak-anak asrama membawa kertas karton dan kardus bertuliskan dukungan, ada juga kain spanduk bekas yang bagian belakangnya dicoret pake spidol, sebagai bentuk suport. Semuanya diangkat tinggi-tinggi bak panji-panji perang, bikin tambah semarak pertandingan kami.

Asrama Trisakti dapat giliran pertama. Fikri, kelihatannya sudah siap, dia berdiri paling depan. Terakhir aku bertemu dengan pacarku itu minggu lalu, saat makan malam. Kami sama sekali tidak pernah membahas masalah perlombaan, karena terlalu sensitif dan menurutku tidak ada gunanya. Kami tidak bertemu lagi setelah itu karena kesibukan masing-masing, meski jujur saja aku kangen berat sama pacarku itu, tapi mau gimana lagi.

Bel akhirnya dibunyikan, pasukan Trisaki pun meluncur dengan formasi berjajar rapi. Langkah-langkah tegap, terlihat kompak dan sangat tertib. Kakak Penguji yang berpostur tinggi, sudah siap dengan dua bendera oranye di tangannya. Semua mata pasukan tertuju pada tangan dan bendera kakak tersebut, sedangkan para penonton fokus pada pasukan yang sudah berbaris rapi di tengah-tengah lapangan.

Tiupan peluit panjang dari Kakak penguji memulai perlombaan. Kedua tangan kakak pengurus pramuka dibentangkan lurus ke samping bawah dan digerakan dari kanan ke kiri, kiri ke kanan di depan badan. Dengan cepat pasukan membentuk setengah lingkaran, arah setiap anggota semua menghadap ke pusat setengah lingkaran.

Para penonton bertepuk tangan dan yel-yel asrama Trisakti menggema. Sebaliknya kami malah menjadi gugup, karena pasukan kami belum maju.

Kakak penguji kembali meniup peluitnya dan kedua belah tangan diangkat setinggi bahu, jari-jarinya merapat menghadap ke dalam. Dengan cepat semua pasukan mengaplikasikan aba-aba yang diberikan penguji. Tepukan dan yel-yel asrama Trisakti kembali terdengar.

Kakak penguji kembali memberikan aba-aba hingga 18 kali, bahkan ada beberapa aba-aba ganda, untungnya hampir semua aba-aba yang diujikan berhasil diaplikasikan oleh pasukan Trisakti.

Dan terakhir, formasi bebas. Dalam formasi bebas sangat mempengaruhi penilaian, karena semakin kreatif dan inovatif gerakan yang ditampilkan akan semakin bagus nilainya. Akhirnya Pasukan Trisakti menyelesaikan ujian mereka setelah mempersembahkan formasi laba-laba, formasi terkhir pasukan itu.

Satu per satu pasukan menyelesaikan ujiannya, hingga akhirnya pasukan Alhambra, yang berada pada antrian ketujuh. Osa menoleh ke arahku, sambil mengangguk. Aku memejamkan mata dan menarik nafas dalam, berusaha menghilangkan rasa nervest, jari-jariku terasa hangat dan basah.

"Yang semangat, nggak usah gugup" bisik Fikri di telingaku.

Aku menoleh melihat pacarku, tangannya yang basah oleh keringat menggenggam tanganku, nggak tau semenjak kapan dia ada di sampingku. Beberapa siswa memperhatikan kami meskipun hanya sedikit, yang lain sibuk dengan pasukannya masing-masing.

Aku tersenyum, "Kamu mau kemana?" tanyaku pelan.

"Nggak kemana-mana, aku mau nonton pacarku PBB" ucap Fikri lembut.

Ada rasa nyaman dalam diriku, serasa sudah lama sekali kami tidak seperti ini, aku juga nggak tahu, hari ini aku merasa begitu mencintainya.

Osa tersenyum melihat kami berdua. Sementara teman-teman ku yang lain hanya tertawa cekikikan, termasuk kak Candra.

"Udah, nanti aja pacarannya" potong kak Candara dengan nada santai.

Fikri tersenyum, lalu menatap Osa, "Jagain pacarku" bibir Fikri bergerak tanpa suara, Osa mengangguk dan peluit panjang dibunyikan.

Aku menghentakkan kaki serentak dengan teman-temanku, masuk ke tengah lapangan dengan seragam bak pasukan penjaga Buckingham Palace, hanya saja kostum kami berwaran biru putih, tanpa topi yang ada bulunya itu.

Kakak penguji yang tepat berada di depan kami langsung menyambut dengan peluit panjang dan membentangkan kedua tangan ke samping setinggi bahu dengan telapak tangan terbuka menghadap ke bawah,

Aku yang berada paling depan bersama Osa langsung bergerak membentuk barisan berderet lurus menghadap kakak penguji. Seluruh teman asrama ku bersorak dan bertepuk tangan. Yel-yel menggema, dan terdengar beberapa suara menyebut nama-nama kami.

Sejenak kakak penguji itu tersenyum, lalu meniup peluitnya sambil mengangkat kedua tangan di depan dada dan jari-jari dirapatkan, kedua telapak tangan ditempelkan dengan posisi semua jari tangan menghadap ke atas.

Aku ingat formasi anak panah itu, kami sudah sering melakukannya ketika latihan, tanpa ada yang salah semua personil berbaris sesuai aba-aba. Kakak penguji terus meniup peluit dan memberi aba-aba angkare, kolone dan aba-aba lainnya, dan kami mampu mengaplikasikannya dengan baik.

Bahkan ketika tiga aba-aba dikombinasikan menjadi satu, kami selesaikan tanpa ada kesalahan. Formasi setengah lingkaran adalah aba-aba terakhir yang diberikan kakak itu, dan kakak penguji kedua masuk ke tengah-tengah lapangan menggantikannya.

Kakak penguji yang kedua dengan suara lantang memanggil pasukan kami

"ALHAMBRA..."

"SIAP!"

"ALHMABRA..."

"SIAP!"

"FORMASI BARISAN BEBAS, LAKSANAKAN!"

Dengan sigap, kak Candra menjawab "LAKSANAKAN".

Kami memulai dengan meletakan tangan dipinggang dan berlari-lari kecil mengelilingi kakak penguji sambil menyanyikan yel-yel Alhambra. Ada sekitar 8 Formasi bebas yang kami tampilkan, dan ditutup dengan formasi lilin. Tepukan dan yel-yel dari teman-teman asrama kami memenuhi lapangan, bahkan asrama lain pun ikut bertepuk tangan. Kami memberi hormat terakhir dengan formasi Alhambra, lalu menepi ke pinggir lapangan karena pasukan lainnya akan masuk.

Aku tidak menonton beberapa asrama terakhir, karena terasa lelah dan capek, tapi kami puas dan gembira. Aku memeluk Osa dan kami tertawa, saling bercanda sesama personil pasukan, kak Candra pun sudah tidak ada bedanya seperti anggota asrama lain, sejenak kami lupa kalau dia adalah pengurus asrama.

Tiba-tiba Osa menarik tanganku, dan membawaku keluar dari kerumunan teman-teman asrama yang lain, dan Fikri berada tepat di depan kami.

"Kalian berdua perlu waktu sendiri, jalan sana" ucap Osa sambil tersenyum, aku membalas senyumnya dengan senyum penuh terima kasih.

Baru saja aku dan Fikri mau melangkah meninggalkan arena perlombaan,

"Cieeeeeeeeeeeeeee, Ricko lansgung diculik nieeeeeeeeeeeeeee." ucap teman-temanku yang jahil.

Kami berdua menoleh sambil tersenyum, lalu melanjutkan langkah meninggalkan kerumunan menuju dunia kami, yang seakan sudah lama kami tinggalkan. Aku mengenggam erat tangan Fikri, kami berjalan ratusan langkah hingga kami berhenti di tepi kolam yang berada di sisi paling timur kampus ini.

Kami berada di dekat pohon palem yang tidak terlalu tinggi, Fikri menuntunku duduk di bangku beton dekat pohon palem itu, aku meletakkan kepalaku di bahunya, Fikri merangkulku dan membelai rambut dan keningku. Kami menghabiskan hari itu hingga sore, bahkan makan siang pun kami lewatkan, kami tidak peduli dengan bau keringat di tubuh kami masing-masing, yang jelas kami merindukan suasana ini. Seakan-akan waktu yang telah lama hilang telah kembali lagi.

******************************

Asrama Sunda Kelapa akhirnya detetapkan sebagai juara 1 dalam lomba baris berbaris dua minggu lalu, diikuti asrama Diponegoro dan GSB. Asramaku berada pada posisi 5 dikuti asrama Fikri pada posisi 6. Kami tidak terlalu kecewa dengan hasil itu, karena kami sudah berusaha sekuatnya, dan yang membuat semuanya terobati, Alhambra berhasil menyabet juara 1 pada perlombaan volksong satu minggu lalu.

Aku dan Osa kembali ditempatkan pada posisi sayap kiri dan kanan di baris paling depan, dan kebagian gerakan-gerakan rumit. Kami menyanyikan 5 lagu beruntun tanpa jeda, lengkap dengan koreografi yang kreatif. Kak Arif yang seksi banyak berjasa dalam menyusun dan melatih koreografinya.

Latihan berat selama ini, dan semakin berat satu minggu terakhir menjelang lomba tidak sia-sia. Piala kemenangan kami arak hingga ke asrama dan diletakkan di depan kamar pengurus. Perlombaan volksong menjadi penutup dari persaingan awal tahun ini, karena lomba drama baru akan dilaksanakan tahun baru nanti.

Setelah lomba volksong Aku mulai menghabiskan banyak waktu bersama pacarku, teman-teman kamar ku dan tentu saja dengan Dion, Idris dan Reno. Kami juga sudah mulai dibanjiri tugas-tugas sekolah, seakan-akan para guru sengaja menghukum kami, karena selama perlombaan tidak ada yang fokus belajar.

Aku sendiri saat ini masih punya satu tugas lagi, yaitu Hamengkubuwono Cup di Yogyakarta beberapa bulan lagi. Kami sudah latihan rutin, dan akan aku ceritakan dalam episode tersendiri, soalnya panjang.

Perjalanan tahun ke 3 di sekolah tidak seperti yang aku bayangkan. Cerita kakak-kakak senior tentang banyak siswa kelas 3 SMP yang tidak betah sepertinya tidak berlaku kali ini, karena kami semua sibuk dengan kegiatan-kegiatan sehingga tidak sempat berpikir hal-hal yang menyangkut rumah, pacar atau urusan-urusan lainnya selain kegiatan di sekolah, atau mungkin itu hanya pendapat pribadiku. Yang jelas, aku menikmati tahun ini.

Menurutku tahun ini menyenangkan dan aku semakin sayang dengan pacarku. Thats true.

************************

Masa ujian akhir tahun akhirnya tiba, Fikri selalu ada di sampingku. Kadang hampir setiap hari dia di kamarku, selain karena dia pacarku, dia juga sudah akrab sama teman-teman sekamarku, karena mereka satu angkatan. Hanya saja Fikri tidak boleh menginap malam hari di asrama kami, karena siswa harus tidur di asrama masing-masing, dan berhubung peraturan tersebut ditegakkan dengan ketat, jadi tidak ada peluang Fikri melanggarnya.

Bicara tentang lomba drama, aku tidak akan banyak bercerita, bukan karena aku tidak suka, tapi lebih karena aku tidak terlibat langsung dalam kegiatan itu. Hanya diberi tugas oleh kakak pengurus untuk membuat aksesoris kostum pemeran drama, itupun bukan aku sendiri, melainkan semua teman-teman asramaku. Dan pada akhirnya asrama kami tidak masuk dalam 8 besar.

Nah, kalau mau tau tentang Dion, kami selalu berdiskusi dan belajar bersama saat jam belajar malam, karena kami satu kelas, sedangkan Reno dan Idris juga sibuk belajar dengan wali kelasnya masing-masing, mengingat Ujian Nasional tinggal menghitung hari saja.

Fikri sangat banyak membantuku, kadang pacarku itu nyiapin minuman, snack dan macam-macam lagi, tapi sialnya Osa dan Akbar ikut menikmatinya, hanya Denny yang sedikit kalem dan tidak banyak bicara, tapi kalau soal makanan, sama saja seperti yang lain.

"Pemberian zat kimia dalam makanan untuk memberikan cita rasa manis sebagai bahan pengganti gula pasir adalah ..." Fikri membaca salah satu pertanyaan dari buku persiapan UN SMP

"Bentar, aku ingat-ingat dulu" selaku sambil berpikir keras.

"Jawabannya C... C ... I... N... T... A..." tiba-tiba Akbar nyeletuk.

Osa tertawa mendengar celetukan Akbar, Fikri malah iku senyum, sementara aku, tentu saja cemberut. Memang begini rasanya anak SMP di tengah kumpulan siswa SMA, pasti suka dikerjain.

"Jangan cemberut dong Rick, santai aja, ntar lu stres loh" tambah Akbar.

Akhirnya dengan terpaksa aku tersenyum juga.

Fikri kembali membacakan beberapa pertanyaan lagi, sedang kedua temanku yang lain sibuk dengan urusannya.

"Bar, keliling yok" ucap Osa.

"Ayo" jawab Akbar, dan sambil melirik kami berdua "Jangan macam-macam ya kalian berdua di kamar" tambah anak Tangerang itu. Osa tertawa dan mereka berdua meninggalkan kami, sementara aku dan Fikri tidak mempedulikan celotehan kedua mahluk itu (temanku maksudnya).

"Kamu nggak capek?" ucap Fikri santai sambil duduk di ranjang Akbar.

"Capek sih, tapi harus belajar, aku harus lulus UN kan?" jawabku lirih,

"Tenang aja, aku yakin kamu lulus kok Rick" kata-kata Fikri memberi semangat padaku.

"Gimana kalau aku nggak lulus" Tanyaku lagi

"Pasti lulus" jawab Fikri yakin. Sejenak kami terdiam.

"Kalau tidak lulus UN, aku pasti tidak akan melanjutkan di Sekolah ini. Papa akan memindahkanku ke Bandar Lampung." ucapku, lebih kepada diriku sendiri.

Fikri menatapku sejenak, dan dia masih saja tersenyum.

"Percaya deh, kamu pasti lulus, dari awal kamu berada pada kelas atas, dan nilaimu nggak jauh beda dari Dion, bahkan di beberapa pelajaran kamu unggul" ucap Fikri memberi semangat.

"Tapi tetap saja ada kemungkinan aku tidak lulus kan?" ucapku sedih.

"Aku yakin kamu pasti lulus, tenang aja." Fikri berdiri dari tempatnya duduk, dan menghampiriku, dia memegang tanganku, Aku hanya menunduk.

"Kalau kamu pulang, aku akan menyusul, meskipun aku tidak yakin kapan, tapi aku janji, aku akan menyusulmu" ucap Fikri tulus.

"Terus bagaimana sekolahmu?" tanyaku.

"Aku akan menyelesaikan SMA dan kuliah di tempatmu" jawab Fikri yakin.

"Bagaimana kalau orang tuamu tidak mengizinkan?" tanyaku lagi

"Pasti papa mengizinkan, aku akan berusaha sekuat tenaga, dan bila tetap tidak dapat izin, aku akan tetap menyusulmu." jawabnya penuh keyakinan.

"Lalu, siapa yang ..." bibir hangat pacarku telah menempel di bibirku, terasa begitu segar bagaikan es lemon yang masuk ke tenggorokan di siang hari yang terik. Basah dan hangat.

Aku membalas ciuman itu, kami menikmati ciuman kami. Aku merasakan lidah pacarku yang lembut, kami berbaring di atas tempat tidurku. Fikri memeluku erat, dan akupun memeluknya lebih erat lagi.

Kami menikmati momen itu, aku tidak sadar berapa lama kami berpelukan dan berciuman, hingga bibirku terlepas dari bibirnya, kami saling bertatapan.

"Kamu terlalu banyak berpikir Rick" Ucap Fikri,

"Aku yakin kamu lulus, dan yang lainnya tidak perlu kamu takutkan, aku akan membantumu sebisa ..."

Giliranku mencium bibir Fikri, dan dia membalas, kami kembali berciuman cukup lama.

"Dan kamu terlalu banyak bicara" ucapku setelah kami selesai saling melumat bibir, bibir kami yang sama-sama merah. Aku akan selalu ingat moment ini, ciuman penuh sayang dan kasih antara siswa kelas 3 SMP dan 1 SMA, "semoga ini bukan yang terakhir" batinku memohon.

Fikri tersenyum, lalu kami berdiri dan beranjak keluar kamar, melanjutkan hal-hal kecil yang menyenangkan

Bersambung