webnovel

About Us.

Kumpulan cerita tentang percintaan, hamil, dan melahirkan.

anakecilucu · Teen
Not enough ratings
10 Chs

Because of Drug

Lisna sudah bekerja sebagai pembantu rumah tangga selama tiga tahun lebih pada pasangan Radi Ganendra dan istrinya, Nesya. Dan beberapa bulan yang lalu, ada tambahan satu orang anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut. Orang itu adalah adik dari Nesya yang masih berumur tujuh belas tahun, Jovita Dewari. Tambahan satu orang baru tidak membuat pekerjaan Lisna bertambah.

Gaji yang Lisna terima selama bekerja di keluarga itu juga sangat besar. Tapi beberapa hari yang lalu, tiba-tiba saja ia mendapat rezeki yang bahkan mampu membuatnya tidak bekerja selama setahun. Ia hanya perlu menjalankan suatu misi dengan sempurna. Dan menurutnya tugas ini sangatlah mudah. Karena itu ia menerima tugas ini dengan senang hati.

Tugasnya hanyalah memasukkan suatu obat ke minuman Radi dan Jovita saat Nesya tidak ada di rumah. Dan Lisna benar-benar tidak ingin tahu apa alasan dari tugas tersebut dan siapa orang misterius yang memberikan tugas tersebut. Yang terpenting setelah ia menyelesaikannya, ia bisa mendapatkan uang dan bisa pergi dari rumah ini.

Dan malam ini sepertinya saat yang tepat. Karena dia baru saja menerima telepon dari Nyonya rumah bahwa beliau akan lembur di kantor, kemungkinan besok pagi baru bisa pulang ke rumah.

"Lisna, Kak Nesya di mana?" kepala Jovita terlihat menyembul dari pintu dapur. Lisna tersenyum melihat salah satu targetnya sudah pulang.

Dengan sopan ia menjawab, "Hari ini Nyonya tidak pulang, Nyonya Nesya bilang akan lembur di kantornya." Lisna dapat menangkap sedikit rasa kecewa di wajah Jovita. "Nona ingin kubuatkan sesuatu? Bagaimana kalau secangkir teh?"

Jovita tersenyum, "Mm... boleh, Lisna. Tapi aku ingin mandi dulu," sahut Jovita kemudian melenggang pergi.

Setelah Jovita pergi, Lisna kembali ke pekerjaannya membersihkan dapur. Ah! Dia lupa kalau dia belum memberitahu Tuan rumah perihal telepon dari si Nyonya rumah.

Dengan celemek yang senang tiasa melapisi pakaiannya, Lisna berjalan ke ruang baca, tempat biasanya Radi berdiam diri saat sore hari. Setelah mengetuk pintu dan mendapat izin masuk, Lisna kemudian membuka pintu ruang baca dan dapat melihat Radi yang sedang duduk santai di sebuah sofa dengan tangannya yang sedang memegang sebuah buku. "Ada apa?"

"Nyonya tadi menelepon kalau Beliau akan lembur, kemungkinan besok pagi baru bisa pulang."

Terdengar helaan napas pelan dari bibir Radi. "Hm."

Lisna baru saja ingin undur diri, tapi Radi menahannya dengan isyarat tangan. "Buatkan aku kopi, Lisna."

Radi benar-benar tidak tahu bahwa dengan permintaannya itu, tugas Lisna menjadi semakin mudah. Wanita itu merasa sangat senang. "Baik, Tuan," sahutnya.

Lisna segera pergi ke dapur dan membuat secangkir kopi hitam dengan sedikit gula. Sebuah seringai terlihat di wajahnya saat tangannya memasukkan beberapa pil ke dalam minuman pahit itu dan kemudian mengaduknya hingga tercampur rata.

Dengan hati-hati, ia membawa nampan berisi cangkir kopi dan juga beberapa kue manis berisi mentega ke ruang baca. Diletakkannya semua yang ia bawa ke atas meja kecuali nampannya. Setelah mengangguk hormat, Lisna kemudian undur diri.

Satu tugasnya selesai. Tinggal satu tugas tersisa. Dan sepertinya Tuhan sedang menolongnya hari ini, karena begitu ia memasuki dapur, ia sudah melihat Jovita yang sepertinya baru saja selesai mandi.

Gadis berambut sebahu itu menatapnya dengan senyuman yang seakan-akan menagih sesuatu. Dan Lisna tentu tahu apa yang diinginkan gadis itu karena dirinya sendiri yang tadi berjanji akan membuatkannya teh.

"Nona bisa menunggu di meja makan, akan saya buatkan tehnya sekarang," ucap Lisna yang dibalas dengan anggukan oleh Jovita.

Lisna juga melakukan hal yang sama dengan teh Jovita, sama seperti kopi milik Radi barusan. Tangannya yang lihai kemudian mengambil beberapa kudapan ringan sebagai teman minum teh.

"Ini, Nona. Silahkan," kata Lisna sopan begitu menyajikan teh dan kue ringan kepada Jovita.

"Terima kasih. Kenapa hanya membuat satu saja? Kau seharusnya juga ikut bersamaku. Sepi jika tidak ada Kak Nesya di sini," ucap gadis itu panjang lembar sambil menghirup teh hangat buatan Lisna.

Lisna hanya tersenyum, "Jika Nona ingin teman ngobrol, seharusnya Nona mengajak Tuan Radi saja. Beliau juga sendirian saja di ruang baca."

Jovita menghentikan sejenak kegiatan meminum tehnya. Sebenarnya dia belum pernah berbicara berdua saja dengan kakak iparnya itu. Dan mungkin hari ini adalah saat yang tepat untuk mengucapkan terima kasih yang belum sempat Jovita ucapkan dulu.

"Baiklah, aku akan menemuinya," putus Jovita kemudian menandaskan tehnya dengan sekali tenggak. Kepalanya kemudian menoleh ke arah Lisna, "Terima kasih sekali lagi, Lisna."

Setelah itu, Jovita membawa langkah kakinya ke ruang baca tanpa menyadari seringaian yang terbentuk di wajah Lisna. "Aku yang seharusnya berterimakasih pada kalian," bisiknya kemudian menghilang ke dalam dapur.

Sedangkan Jovita sendiri sedang menahan kegugupannya begitu mencapai pintu ruang baca. Diketuknya pelan pintu tersebut dan selanjutnya suara datar seorang Radi Ganendra terdengar, "Masuk saja."

Begitu masuk ke dalam ruang baca, Jovita menutup pintu kembali dan sekarang ia benar-benar bisa bertatapan dengan Radi Ganendra, orang yang sudah menikahi kakaknya sejak lima tahun itu.

Mata mereka bertemu dan Jovita dapat menangkap raut keterkejutan di wajah laki-laki tersebut. Dengan isyaratnya, Radi menyuruh Jovita duduk di sofa yang ada di hadapannya. "Ada apa?"

Saat duduk saling berhadap-hadapan seperti ini, Jovita dapat merasakan degup jantungnya yang bergerak aneh. "A-aku belum sempat mengucapkan terima kasih karena Kak Radi mengizinkanku tinggal di sini."

Mata hitam Radi membalas tatapan Jovita. "Hm," balasnya ambigu dan kembali menekuni buku yang ia baca.

Setelah itu, suasana mendadak terasa canggung dan Jovita benar-benar kesulitan menahan degup jantungnya saat ini. Melihat tidak ada yang bisa dibicarakan lagi, Jovita memilih berdiri dan bersembunyi di balik rak buku seolah-olah ia sedang mencari buku. Gadis itu tak sadar kalau mata hitam Radi memperhatikan gerak-geriknya.

Setelah berhasil menghilang dari hadapan Radi, Jovita menghembuskan napas dengan keras. Tapi detak jantungnya belum kembali normal bahkan makin lama tubuhnya terasa panas.

'Aku kenapa?' tanyanya dalam hati. Tangannya memegang kepalanya yang sedikit terhuyung dan pandangan matanya sedikit mengabur. Hal yang paling aneh adalah tubuhnya benar-benar terasa panas. Bahkan tanpa ia sadari, keringat dingin mulai membasahi wajahnya.

"Aduh," erang Jovita pelan saat ia merasakan kakinya lemas seketika. Dengan sedikit terhuyung, Jovita kemudian bersandar pada dinding hingga jatuh terduduk.

Tangannya yang mungil mulai mengibas-ngibas untuk mengurangi rasa panas yang tiba-tiba menjalari tubuhnya. Sebenarnya ia kenapa? Apa ia salah makan?

Jovita tersentak saat merasakan ada sesuatu yang sedikit mengalir dari tengah selangkangannya. Tanpa sadar, ia menyentuh bagian sensitif dari tubuhnya yang masih dilapisi celana pendek dan celana dalam itu. "Ahh!" erangan itu lolos begitu saja dari mulutnya.

Saat tangannya menyentuh vaginanya lagi, Jovita merasa sangat geli tapi juga nikmat. Dengan berani ia menyentuhnya lagi dan lenguhan kembali keluar dari mulutnya. Kegiatan itu terus diulangi oleh Jovita.

Mata Jovita mulai terlihat sayu, dia bahkan tak sadar saat ada seseorang yang mendekatinya. Orang itu berjongkok di depannya dengan tubuh telanjang. Dalam keadaan biasa mungkin Jovita akan kaget, tapi sekarang yang ia bisa hanya diam saat melihat orang itu menarik celana pendek dan celana dalam yang ia kenakan.

"Kak Ra-Radi?" gumam Jovita saat akhirnya menyadari siapa orang yang baru saja membuat tubuh bagian bawahnya telanjang. Dengan wajahnya yang sudah memerah, Jovita hanya bisa diam saat Radi mulai mendekatinya dan menciumnya cepat.

Ciuman itu dipenuhi dengan hasrat dan nafsu. Jovita belum pernah berciuman tapi entah mengapa ia sangat pandai mengikuti semua gerakan bibir Radi. Dari mulai mengulum, menyedot hingga bergulat dengan lidah.

Beberapa kali mereka melepas ciuman, saling menatap dan akhirnya berciuman kembali. Kegiatan itu terasa sangat menggebu-gebu dan tanpa jeda. Saat Jovita harus mengambil napas, Radi dengan cepat melepas kaos dan bra yang Jovita pakai hingga mereka kini benar-benar polos tanpa benang sehelai pun di tubuh mereka.

Sejenak Radi sempat terdiam. Ia jadi mengingat apa yang baru saja terjadi pada dirinya beberapa menit yang lalu. Entah mengapa tubuhnya terasa sangat panas begitu Jovita pergi dari penglihatannya. Tentu saja logikanya sudah berpikir, pasti ada seseorang yang meletakkan sesuatu pada minumannya, mungkin obat perangsang. Mungkin Lisna yang melakukannya, tapi kenapa?

Tapi sayangnya pikiran normal Radi terkalahkan oleh nafsu yang sudah membuncak di tubuhnya. Terlebih saat ia mendengar suara desahan Jovita dari balik rak buku. Saat itulah, ia berpikir untuk melampiaskan seluruh nafsunya pada gadis polos yang sedang terduduk di depannya ini. Melihat keadaan Jovita yang kacau, Radi tahu Jovita juga mengalami hal yang sama.

"Mhhmm... Mhmmnn..." desah Jovita di sela ciumannya dengan Radi. Bukan hanya mulut Radi yang bekerja tapi kedua tangannya juga bekerja dengan mengelus dan meremas kedua payudara Jovita dengan kencang.

"Uhhhhnn..." lenguh Jovita.

Tanpa ingin memperlambat tempo permainan mereka, Radi dengan cepat menurunkan kepalanya hingga berada di depan vagina Jovita. Tidak ada jilatan, melainkan Radi dengan cepat meraup vagina Jovita dengan bibirnya kemudian menyedot-nyedotnya seolah-olah itu adalah satu-satunya sumber air di padang gurun.

"Uhh! Uhh! Uhhnn! Uhh!" Jovita hanya bisa mendesah. Kedua tangannya yang semula tergolek lemas berpindah ke atas kepala Radi. Kedua tangannya menekan kepala Radi agar ia bisa mendapatkan kepuasan lebih.

Tubuh Jovita menggelinjang saat ia merasakan ada sesuatu yang melesak ingin keluar di bawah sana. Sedangkan Radi sekarang dengan asyik menyedot klitoris Jovita hingga membuat Jovita melenguh keras. "Uhhhh~~ Ahhhhnnnn!" tubuh Jovita melengkung membentuk busur saat ia mengalami orgasme pertamanya sedangkan Radi segera menghisap semua cairan milik Jovita.

Setelahnya Radi segera bangkit dari posisinya. Ia dapat melihat Jovita yang terduduk lemas, gadis itu masih berusaha menenangkan deru napasnya yang memburu. Tanpa mau menunggu, Radi segara menarik Jovita dan memaksa gadis itu duduk di pangkuannya.

Jovita yang masih lemas hanya bisa pasrah saat Radi menaikkan sedikit tubuhnya hingga batang penis Radi tepat berada di bawah lubang vaginanya. Dengan pelan, Radi memasukkan kepala penisnya ke lubang peranakan Jovita yang sangat sempit. "Ngggh... Akh!" erang Jovita kecil.

Sebuah seringai muncul di wajah Radi saat ia dengan sangat cepat menekan tubuh Jovita ke bawah.

JLEB!

"AAKKKHHHH! Sakkk... itt!"

Kejadian itu terasa begitu cepat bagi Jovita. Sesuatu yang besar, panjang dan berurat masuk ke dalam tubuhnya dengan brutal. Benda panjang itu seakan-akan memenuhi alat kelaminnya bahkan membuat Jovita merasa tak nyaman. Belum lagi, rasa sakit yang ia rasakan. Bahkan ia dapat merasakan sesuatu keluar dari vaginanya.

Kedua lengan Jovita memeluk tubuh Radi untuk menyalurkan rasa sakitnya dengan kedua kakinya menegang.

Sedangkan Radi benar-benar tidak menghiraukan rasa sakit Jovita. Laki-laki itu dengan cepat menaik turunkan tubuh Jovita dengan tempo yang sangat cepat. Dari sudut pandangnya, Radi dapat melihat darah vagina Jovita yang membanjiri penisnya hingga membuat jalan si penis terasa lebih licin.

Jovita hanya bisa mengerang dengan napas terbata-bata. Rasanya benar-benar sakit. Dunianya terasa berputar, matanya berkabut. "Shh! Akh! Akh!" dan desahan pelan itu mulai terdengar dari mulut Jovita.

Radi dengan perlahan menghentikan gerakannya dan membiarkan tubuh Jovita bergerak dengan sendirinya. Dan benar saja, tubuh Jovita bergerak cepat untuk memompa penis Radi. Sambil terus bergerak, Radi terkadang meraup bibir Jovita dan melumatnya dengan gemas.

"Mhmmm... Ahnns... Shhnn..." desah Jovita di antara kulumannya.

Radi sendiri baru pertama kali melakukan hubungan intim sebrutal ini. Biasanya ia melakukannya dengan sangat hati-hati bahkan terkadang membuatnya tidak merasa puas. Tapi sekarang ia benar-benar puas, seluruh hasrat terpendamnya terlampiaskan.

"Shh..." bahkan tak jarang Radi juga ikut mendesis. Seperti sekarang, Jovita mempercepat gerakannya. Tak mau kalah dengannya, Radi juga ikut bergerak. Keduanya sadar bahwa sebentar lagi mereka akan mencapai puncak kenikmatan yang paling tinggi.

"Shh... AAAHHHHHKKK!" Jovita merasakan orgasmenya lebih dulu dari Radi. Dia melenguh dengan sangat kencang.

"Gssh!" kemudian Radi segera meraup bibir Jovita dan menggigit bibir bawahnya. Laki-laki itu sengaja melakukannya untuk meredam desahan yang hampir keluar dari mulutnya.

Tubuh Radi mengejang saat ia menumpahkan seluruh spermanya di tubuh Jovita. Jovita merasakan sensasi yang sangat aneh saat ada sesuatu yang menyembur masuk ke tubuhnya, cairan itu seakan-akan dapat memenuhi seluruh tubuhnya.

Sambil berusaha menenangkan napas mereka yang memburu setelah mencapai klimaks, kedua orang itu saling memandang. Jovita menyandarkan kepalanya di dada Radi. Kepalanya masih terasa pening.

BRUK!

Kedua tubuh itu kemudian terjatuh ke lantai. Dan mungkin karena saking lelahnya, keduanya kemudian terlelap dengan saling berpelukan dalam keadaan masih saling menyatu. Dalam pikirannya, Jovita sempat berpikir bahwa sekarang ia sedang bermimpi. Memimpikan sesuatu yang sangat indah dan menyenangkan.

.

.

.

FIN