webnovel

Bab 8

Amor baru saja sampai di rumah kostnya. Dia melihat Bude Ani juga ada di rumah. Jangan tanya bagaimana dia tahu, sebab suara Bude Ani dan bersamaan dengan suara ulekan, dia sudah hapal itu. Dia menghempaskan tubuhnya pada tempat tidur yang tidak seberapa besar tapi cukup membuatnya nyaman. Kadang kala sendiri begini, bayangan masa lalu suka muncul tak diundang di kepalanya.

\"Kamu,\" tunjuk ibunya, \"pakai baju ini dan kalau bisa jangan pernah sia-siakan usahaku yang akan membawamu ke dalam keluarga kaya raya itu!\" ujarnya mengibaskan rambut lalu melenggang pergi.

Ingatan itu lagi, lagi-lagi muncul. Lebih baik dia membantu Bude dan ke panti hingga urusannya. Selasa besok dia ikut makrab. Tidak ingin membuang waktu yang sia-sia.

...

Hari ini adalah hari terakhir Amor mengikut MOS dan juga akan mengikuti makrab di tempat yang sudah ditentukan. Ya meskipun sebenarnya ia tak ingin, tapi ia juga tidak bisa meninggalkannya karna ia cukup sadar diri bahwa ia juga masuk karena mendapat beasiswa di sekolah ini.

“Amor!” teriak lelaki yang baru saja menghampiri Amor.

Amor tersentak lalu menoleh mendengar suara orang yang memanggilnya. Ah ternyata itu adalah Pras, Ucup, dan Serena yang berkenalan dengannya kemarin. Amor hanya tersenyum menatap mereka yang menghampirinya.

“Lo kenapa kaya masih canggung si sama kita-kita? Santai aja keles, gua nggak gigit,” ucap Ucup bercanda.

“Yang punya mulut Amor, ngapa lo yang sewot si, Cup? Kalo udah terbiasa juga nggak bakal canggung, iyakan, Mor?” ucap Sere.

Amor mengangguk sebagai jawabannya.

“Ini juga mulut eke, kenapa lo nyambung-nyambung? Noh Amor aja diem kaga sewot kayak lo!” balas Ucup tak mau kalah.

“Debatnya masih panjang ngga? Kalo masih, gua sama Amor masuk duluan nih,” ucap Pras menatap jengah kedua temannya ini.

Sedangkan Amor hanya diam mendengarkan ocehan orang yang ada di depannya. Bukan! Bukannya ia tidak ingin bergabung, tetapi ia sampai sekarang masih terlalu canggung dan bingung bagaimana memulai topik pembicaraan, padahal tiga orang di depannya ini terlihat sangat mudah diakrabi dan terbilang mudah untuk diajak bergaul.

***

Ditempat lain, Rega dan teman-temannya yang lain sedang sibuk mengurus segala kegiatan yang akan dilakukan pada MAKRAB itu, meskipun sebenarnya mereka sudah menentukannya, tetapi tetap saja masih harus ada beberapa lagi yang diurus, bukan?

“Gimana, Ga? Udah siap belom?” tanya Fadel.

“Keperluannya sudah lumayan lengkap, hanya ada sedikit yang kurang,” jawab Rega.

“Sebaiknya sekarang kita bagi tugas, sebagian dari kita urus anak-anak yang sedang melakukan MOS terakhirnya, dan sisanya mengurus untuk acara MAKRAB nanti, bagaimana?” ucap Surya selaku ketua OSIS . Semuanya pun mengangguk dan mulai membagi tugas untuk setiap anggota.

“Aduh, lama banget si, gatau apa eke tuh kepanasan?” ucap Ucup seraya mengibaskan tangannya menjadi kipas.

“Mulut lo nyerocos mulu dari tadi, ngga cape lo, Cup? Gua kasih sambel juga nih ya tu mulut!” ucap Sere.

“Boleh tuh, nanti sambelnya plus ayam ya, Ser,” ucap Ucup tanpa beban.

“Lo ngomong tanpa beban bener ye, gua masukin ayam idup mau lo?” ucap Serena kesal.

“Ya iyalah ngomong tanpa beban, orang gua ngga lagi bawa karung beras,” balas Ucup menjulurkan lidahnya ke arah Sere.

“Lo berdua ngga bisa diem sedikit ngapa, hah?! Telinga gua nih udah panas mau meledak denger ocehan lo berdua, mana suara segede gaban. Liat noh Amor jadi ngga nyaman,” ucap Pras. Ucup dan sere otomatis menoleh menatap Amor, sementara Amor yang ditatap pun hanya tersenyum kikuk.

“Tak apa, aku tidak bermasalah dengan itu. Aku hanya tidak terlalu bisa berbaur dengan orang,” jawabnya.

“Kaga usah sungkan temenan sama kita mah. Nih, kalo dua kecebong ini macem- macem, lo tinggal lapor eke aja, ya,” ucap Ucup tanpa dosa.

“MAKSUD LO, CUP?!” ucap Pras dan Sere bersamaan.

Ya kalian tau bukan jika sudah begini bagaimana kelanjutannya? Mereka kembali beradu mulut dan bertengkar. Sedangkan Amor hanya menggelengkan kepalanya dan terkekeh menatap ketiga teman–ah apakah ia sudah memiliki teman sekarang?

***

Setelah menyelesaikan MOS terakhirnya, semua siswa dan siswi ditugaskan untuk mengemas barang-barang yang akan mereka bawa nanti pada saat acara MAKRAB.

“Lo beneran ngga mau buntutin siswa yang ikut makrab nih? Lumayan kan banyak ceuwenya,” ucap Rangga pada Vicko.

“Cewe mulu yang ada dipikiran lo ya, Ga,” ucap Vicko memukul pelan kepala Rangga.

“Akh, sakit bloon!” keluh Rangga.

“Alay bener dah, orang gua cuma ngegeplak pelan,” ucap Vicko.

“Oh ya, gua balik duluan deh, ada urusan yang mau gua selesein dulu,” lanjutnya.

Rangga tak ingin bertanya lebih jauh, jadi ia mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh Vicko. Karna menurutnya sudah terbiasa jika orang terpandang dan kaya memiliki banyak kesibukan. Meskipun pikirannya lumayan aneh, tapi hanya itu yang bisa ia pikirkan untuk menghilangkan rasa penasarannya. Setelah berpamitan dengan Rangga, Vicko pun beralih menghubungi seseorang yang sedang sangat ia butuhkan sekarang

“Halo, Al? Bagaimana jika kita bertemu di cafe dekat sekolahku?” tanyanya.

“Tunggu 15 menit lagi.” Saluran telepon pun dimatikan sepihak oleh sang penerima.

Vicko mendudukan dirinya di salah satu kursi yang sudah ditempati oleh seorang yang sudah ia ajak bertemu.

“Langsung ke inti saja, ada apa?” tanya Alby.

“Kau tahu Amor, bukan? Aku ingin memberikan hadiah untuknya, hanya saja aku masih bingung bagaimana memberinya,” jawab Vicko.

“Kau ingin menyuruhku memberikan hadiah itu padannya?” tanya Alby.

Vicko mengangguk. “Kau bisa?”

“Akan kuusahakan. Apa ada yang lain?” tanya Alby lagi.

“Bisakah kau tidak memberikannya ke rumahnya langsung?”

Vicko sebenarnya kurang yakin menanyakan hal seperti ini kepada Alby, tapi mau tak mau ia harus mengatakannya, karena ia ingin tahu di mana tempat Amor tinggal sekarang.

“Apa maksudmu?” Alby mengerutkan keningnya.

“Ikuti dia,” perintah Vicko.

***

“Astaga, aku lupa membawa handukku,” batin Amor.

“Ada apa, Mor?” tanya Sere yang baru saja menghampiri Amor.

“Aku ... melupakan handukku,” ucap Amor pelan.

“Yaampunn. Pakai punyaku saja, bagaimana?” tanya Sere.

“Tidak apa, Sere, aku tak nyaman, lagi pula kita menjalankan MAKRAB selama dua hari. Tidak mungkin jika aku meminjam punyamu selama itu, bukan?” tanya Amor.

“Wah, baru kali ini gua denger lo ngeluarin kata sebanyak itu,” seru Sere yang dikekehi oleh Amor.

“Lo mau minta izin ke ketua OSIS buat balik?” tanya Sere.

Amor mengangguk.

“Mau gua anter?” tanyanya lagi.

“Tidak usah.” Amor tersenyum lalu pergi meninggalkan Sere.

Setelah mendapatkan izin, Amor langsung menuju rumahnya mengambil barang yang tertinggal. Tanpa ia sadari bahwa ada sosok orang yang sedang mengikutinya dari belakang dengan berhati-hati.

“Ah, mengapa aku harus meninggalkan handuk?” ucapnya. “Merepotkan saja,” tambahnya lagi.

Tok tok!

“Siapa yang datang kemari?” tanyanya dalam batin, karena setahunya tidak ada yang mengenali rumah ini selain Bu Yanti. Tak ingin ambil pusing, Amor pun membukakan pintu. Tetapi, tak ada orang di sana, yang ia dapat hanyalah satu boneka dan satu buku.

“Milik siapa ini?” tanyanya tanpa lawan bicara.

Amor mengambil note yang terselip di antara boneka dan buku itu, lalu membacanya.

“To : Amor.

\"Siapa dia? Mengapa dia mengetahui namaku” ucapnya lagi.

“Aku sudah menyelesaikan tugasku,” ucapnya kepada seorang yang sedang ia telepon.

“Terima kasih, aku tahu kau akan melakukannya dengan cepat dan juga baik,” jawabnya.

Setelah mengabari bahwa ia telah menjalankan tugasnya, Alby pun pulang kerumahnya. Ah iya, Alby awalnya tak berniat hari ini untuk mengikuti Amor, tapi ketika melihat Amor saat di perjalanan pulang dari cafe, ia berniat untuk mengikutinya.

“Astaga, jam berapa ini?”

Amor menaruh boneka dan buku tersebut di atas nakasnya lalu bergegas menuju sekolahnya. Tentu saja ia membawa barang yang tertinggal juga.

“Kamu telat sepuluh menit,” ucap Rega dengan sengit.

“Maaf … tadi ada kendala saat diperjalanan,” jawab Amor.

“Cepat masuk mobil dan bergabung bersama temanmu!” ucap Rega lalu meninggalkan Amor.

Amor menaiki bus lalu duduk di samping Sere. Awalnya ia ingin duduk di bangku yang hanya untuk satu orang, tapi ketika melihat Sere yang memanggilnya, mau tidak mau ia duduk berdua dengan Sere.

“Kenapa kau sangat menarik?” gumam Rega.

“Ada apa, Ga?” tanya Raya.

“Tidak apa,” jawabnya singkat lalu memasang handsetnya dan memejamkan mata.

***

@Fatamorgana16,

©® A. M. O. R. E. G. A.