webnovel

Chapter 04 : MALAM PENUH KEBAHAGIAAN

Sabtu sore,

"Sayang, aku 5 menit lagi sampai depan rumah kamu ya. Kamu nggak usah buru - buru, aku cuma info ke kamu aja biar kamu bisa prepare." Ucapku pada Gendhis sore itu.

"Oke, sayang. Aku masih cari anting aku yang dari kamu waktu itu." Jawab Gendhis dari ujung telepon.

"Kamu jangan cantik - cantik ya malam ini. Aku takut kalo nanti di sana ada banyak lelaki yang tiba - tiba jatuh cinta sama kamu." Jawabku pada Gendhis sedikit menggombal. 

"Apa sih gombal terus kamu,ih. Kayak ABG aja deh kamu, sayang. Ya udah, aku udah nemu anting dari kamu ini. Tinggal pakai sepatu trus keluar rumah nungguin kamu, lalu kita berangkat deh !" Jawab Gendhis.

   Sampai pada tikungan pertama menuju rumah gendhis. Sebentar lagi aku tiba di rumah perempuan yang sudah kupacari selama 5 tahun ini. Sore ini kami akan pergi ke undangan seorang temanku yang melangsungkan acara pernikahannya. Rencananya kami akan lanjut kencan.

"Assalamualaikum !" Salam ku dari balik pintu sambil mengetuk pintu rumah gendhis. Dan di sahut hangat dengan mama Gendhis. Tak lama kemudian pintu itu terbuka. "Sore tente, Gendhis ada ?" Tanyaku melanjutkan salam setelah menjabat dan mencium tangan mama gendhis.

"Eh, Ical. Ada tuh, dia udah siap dari tadi. Dari tadi siang dia udah heboh mulai dari cari baju yang pas, sepatu sampai anting aja dia mendadak lupa naruhnya dimana. Padahal kamu tahu sendiri kan Gendhis anaknya rapi, dan teratur. Katanya dia nervous mau ketemu sama teman - teman kamu. Dia nggak mau buat kamu malu di depan teman - teman kamu katanya. " Tutur mama Gendhis. Tak berapa lama papa Gendhis menyusul ke ruang tamu dan menyapaku seperti menyapa anak lelakinya sendiri.

"Apa kabar kamu, Cal ?" Tanya papa Gendhis.

"Alhamdulillah saya baik om. Om sendiri gimana om ?" Jawabku dengan tanya balik.

"Om, baik. Ibu kamu apa kabar di yogya ? Sehat - sehat kan beliau ?" Tanya papa Gendhis.

"Alhamdulillah ibu baik, om !" Jawabku.

   Tidak lama kemudian Gendhis keluar kamar menapaki tangga menuju ruang tamu menggunakan mini dress warna hitam dari bahan brokat. Kakinya terlihat jenjang, lehernya terlihat panjang dengan rambut yang dengan sengaja diangkatnya ke atas dengan seadanya. Gendhis memang cantik. Dan cantiknya tidak berlebihan. Dari dulu aku mencintainya karena cantiknya yang berbeda. Dia tidak seperti kebanyakan perempuan - perempuan pada umumnya yang selalu sibuk dengan sosial media. Dia cerdas dengan caranya sendiri. 

   Kesamaan kita adalah selalu senang berdiskusi tentang pekerjaan, tentang dirinya, tentang aku, tentang keluarganya, jarang sekali dia membicarakan tentang kehidupan orang lain. Aku masih ingat betul bagaimana dulu waktu zaman kita masih kuliah. Dia lebih memilih menghabiskan waktu luang dengan duduk di kantin makan makanannya yang selalu ia bawa dari rumah sambil membaca novel romance dan sastra dengan telinga yang tertutup oleh headset.

   Aku masih ingat betul ketika itu aku menanyakan padanya, kenapa melakukannya ? Jawabannya sederhana. Dia menjawab tak ingin terlalu memperhatikan hidup orang lain dan terlalu mendengar apa kata orang - orang disekitarnya. Dia memiliki dua orang sahabat bernama Thalita dan Cellia. Thalita saat ini ikut suaminya pindah ke kalimantan. Sedangkan Cellia, saat ini dia kembali ke solo untuk meneruskan usaha milik keluarganya.

"Yuk, sayang. Kamu udah siap ?" Tanyanya padaku yang masih terpaku dan terpanah dengannya.

"Aku sudah siap kok." Jawabku singkat, yang lalu aku lanjutkan dengan berpamitan kepada papa dan mama Gendhis. "Om dan tante, saya ajak Gendhis keluar dulu ya." Ucapku

"Iya, kalian hati - hati ya. Jangan pulang terlalu malam." Jawab papa Gendhis

"Mari om - tante, kita berangkat dulu. Assalamualaikum !" Jawabku sembari mengucapkan salam dan cium tangan papa dan mama Gendhis.

   Kita keluar rumah pukul lima sore. Dan langsung menuju tempat undangan acara teman sekantorku. Tanpa berlama - lama aku segera memulai percakapan.

"Sayang, inget nggak tadi di telpon aku bilang apa ke kamu ?" Tanyaku mulai menjaili Gendhis.

"Kamu lima menit lagi sampai rumah aku ? Dan aku telat turunnya ya ? Maaf ya, sayang." Ucapnya

"Bukan sayang, aku nggak pernah merasa kamu telat. Kamu itu datangnya pas. Pas sebelum aku ditanyain sama orang tua kamu kapan aku mau nikahin kamu." Ucapku. "Kesalahan kamu cuma satu, aku tadi bilang ke kamu, jangan dandan terlalu cantik. Aku takut cowok - cowok di sana nanti suka sama kamu. Lagian kamu nggak takut apa, kalo nanti di sana ternyata pengantin perempuannya kalah cantik sama kamu ?" Ucapku menggombali Gendhis.

"Sayang, udah ah ! Aku malu, tahu. Kamu tuh bikin aku nggak PD aja." Jawabnya

"Kamu nggak PD jalan sama aku ?" Tanyaku menyelah

"Bukan itu.. maksud aku, pujian kamu itu berlebihan, bikin aku malah nggak PD." Jawab Gendhis

   Tak berapa lama kemudian kami pun datang sebagai sepasang undangan pada malam itu. Dan betul saja, Gendhis terlihat paling berbeda diantara teman - teman dan juga pasangan teman - temanku. Ah, mungkin ini hanya karena aku mencintai Gendhis. Dan bisa jadi karena Gendhis adalah pasanganku. Mungkin akan sama apa yang aku pikirkan dengan yang dipikirkan oleh lelaki yang ada di sini tentang pasangannya.

"Sayang, aku kenapa deg - deg an ya ?" Ucapku

"Duh, jangan mulai deh sayang ! Jangan aneh - aneh ya !" Ancam Gendhis dengan wajah penuh kegugupan. Aku selalu senang sekali iseng kepadanya.

"Iya deh, maaf ya !" Pinta ku kepada Gendhis.

"Eh, sayang ini konsepnya bagus ya ! Aku suka deh dengan temanya! Bohemian. Dekorsi dan ornamennya dapet banget !" Ucap gendhis

"Kamu mau besok kayak gini konsepnya ?" Tanyaku

"Nggak sih, client terakhir pengen tema pernikahannya vintage. " Jawab gendhis.

"Kok client sih sayang. Kan aku nanyanya kamu, bukan client kamu sayang !" Ucapku menegaskan

"Aku pengennya yang simple aja deh kayaknya, sayang. Toh juga kita sama - sama nggak bisa ninggalin kerjaan kita kan ? Dan kalo pernikahan dengan tema - tema yang ribet kan pasti butuh waktu luang banget buat kita cari - cari bahannya. Dan aku maunya kita urus sendiri semuanya. Mulai dari pilih kartu undangan, dari design dan warnanya. Terus design gaun aku, jas kamu, mahar, dekorasi, gedung, catering sampai souvenir. Ya, boleh lah kita minta tolong ke teman - teman dekat kita. Tapi inget ya, ini kan acara kita. Jadi kalo bisa ya kita sendiri yang harus handle semuanya." Cerita Gendhis

"Ya ampun, sayang aku baru bayangin aja udah pusing gini. Kamu hebat ya ?" Ucapku

"Hebat kenapa ? Kok bisa hebat ?" Tanya gendhis

"Kamu dituntut harus ngerti banyak hal, sedangkan kamu sendiri jarang banget buka - buka sosial media." Jawabku menjelaskan.

"Ya, jarang mainan sosmed bukan berarti aku nggak melek informasi dan teknologi kan masih ada buku yang bisa di baca?" Sahut Gendhis

"Iya deh, ibu Gendhis. Kamu tuh paling bisa deh bikin aku setiap hari jatuh cinta dan tambah sayang sama kamu." Ucapku pada Gendhis. Wajah malu - malu tampak jelas dari dirinya.

"Sayang, kita dapat tempat duduk disebelah mana ?" Tanya Gendhis

"Sebelah sana kayaknya !" Jawabku sambil sedikit menunjuk satu sudut meja.

   Kami pun diantarkan pada satu meja berbentuk melingkar yang telah ditunjukkan oleh salah seorang panitia yang mengurus acara ini. Waktu makan kami tak seleluasa biasanya. Kami memang tidak terbiasa menjadi diri orang lain. Maka dari itu di setiap moment apapun itu kami selalu memilih jalaninya berdua. Bukan karena kita sok romantis. Tetapi ya memang beginilah kita. 

   

   Pernah satu ketika aku tugas ke luar kota selama beberapa hari. Yang dilakukan Gendhis tanpa aku, dia tetap memilih sendirian menikmati dan menjalani harinya. Paling tidak, jika dia butuh seseorang buat membunuh waktu dia selalu menghabiskannya dengan membaca buku. Maka dari itu di dalam tas nya selalu standby buku yang selalu dia bawa kemana - mana. 

   Aku selalu merasa menjadi lelaki paling beruntung memilikinya. Ditambah lagi, ibuku juga masih sedikit banyak membutuhkan perhatianku. Sering beberapa kali aku melakukan video call bersama Gendhis kepada ibu di yogya. Ibu tidak seberapa paham dengan urusan teknologi zaman sekarang. Tetapi anak bapak selalu menjembatani komunikasi kami. 

"Sayang, lanjut jalan mau ?" Tanyaku kepada gendhis

"Kemana ?" Tanya gendhis

"Yeee… ditanyain, bukannya jawab dulu malah nanyain balik. Mau nggak ?" Tanyaku menegaskan.

"Mmmm…. " Gendhis berfikir penuh dengan keraguan

"Oke, berarti itu artinya iya !" Jawabku menyimpulkan.

"Ih, kamu tuh apa sih maksa banget ?" Ucap gendhis

"Ya abis kelamaan kalo harus nungguin kamu jawab. Ya udah aku iyain aja. Aku udah pesan tempat buat kita makan malam !" Jawabku

"Makan lagi ? Ya ampun, kamu yakin ?" Tanya gendhis menegaskan

"Ini bukan soal makan malamnya. Tapi ada hal yang pengen aku sampaikan ke kamu !" Ucapku padanya

"Kamu sejak kapan sih suka bikin orang penasaran gini ?" Kata Gendhis menggoda.

   Malam itu kami berdua memutuskan untuk tidak langsung pulang menuju rumah. Kami melipir ke daerah pinggiran kota untuk sekedar makan malam berdua. Waktu itu aku memilih tempat makan yang berada di salah satu hotel dan memiliki view tengah kota. Kali ini aku membawanya untuk melihat pemandangan tengah kota dari lantai dua puluh empat.

   Kami tak banyak makan karena masih merasa kenyang dengan makanan yang ada pada acara yang kami datangi malam ini. Kami banyak ngobrol dan sekedar pesan snack dan minuman sebagai formalitas saja. 

   Pada satu moment kami, lebih tepatnya aku memulai obrolan serius dengannya. Tampak wajah keheranan dari raut Gendhis. Karena baginya tak seperti biasa aku berusaha membawa kencan kita sebagai sesuatu yang serius. 

"Mmmm…. Sekar Gendhis Tirtoadmodjo !" Ucapku menyebut namanya dengan lengkap. Wajah keheranan meliputinya. "Malam ini, kamu terlalu banyak bicara tentang banyak hal. Sekarang, malam ini, aku ingin mengatakan sesuatu. Sesuatu yang aku tidak dapat memastikan apakah ini membawa kebahagiaan buat kamu. Atau justru sebaliknya. Aku ingin mengatakan, bahwa aku, Haikal Akbar ingin mengatakan bahwa aku ingin melamarmu. Aku tak butuh jawaban iya darimu. Tetapi ketahuilah jika kau menerimanya itu artinya kau adalah pelengkap kebahagiaanku dalam hidup yang diciptakan untukku setelah keluarga ku." Tuturku kepada Gendhis, sambil memegang tangannya yang berada di atas meja. Yang aku rasakan bahwa pada saat itu terasa dingin tak seperti biasanya. Atau bisa saja memang saat itu dia sedang merasakan kedinginan karena pakaiannya yang bermodel terbuka sedada. Yang pasti aku melihat antara kegugupan dan juga bias pada matanya yang bulat.

"Haikal Akbar, lelaki yang penuh dengan kekurangan. Namun mampu melengkapiku. Dan selalu mencoba memberikan kebahagiaan padaku, aku Sekar Gendhis Tirtoadmodjo, aku nggak akan pernah menjawab iya. Tapi aku akan mengatakan padamu, mari kita berjalan bersama - sama hingga pada akhirnya nanti diantara kita tak mampu lagi menggandeng satu sama lain. Aku ingin mendampingimu saat ini. Dan jika Allah menakdirkan kita bersama. Aku ingin hanya bersamamu." Ucap Gendhis sedikit gugup dan terbata. Dan aku melihat matanya yang bulat kecoklatan berbunar dan berkaca - kaca.

   Malam itu, menjadi penyempurna hariku. Aku sudah lama bahagia bersama Gendhis. Tetapi kali ini kebahagiaanku menjadi lengkap.