Seharian ini Sera dan Aruna dedikasikan untuk Yora. Mulai dari pagi mereka sudah berdandan cantik, menonton pertunjukkan, makan siang di resto fine dining, spa bersama, sampai ikut modusin Finn sepanjang sore di area kolam renang.
Sementara Yora sibuk dengan dunianya, Aruna mendekat ke sebelah Sera. Seperti yang sudah diduga, Sera lagi asik live streaming idolanya.
"Se," panggil Aruna.
"Hm."
"Gue mau kasih ini buat ultahnya Ken." kata Aruna sembari memperlihatkan layar ponselnya. "Mending ini, apa ini?"
"Anjir, lensa mahal-mahal amat?!"
"Kenapa? Terlalu berlebihan?"
"Kata gue sih iya!"
"Tapi Ken tuh udah BM ini dari lama."
"Yaudah, suruh aja dia nabung."
Aruna memutar bola matanya malas. "Se, plis deh. Justru karna gue tau dia pengen, makanya gue hadiahin ini. Aku kan pacar yang perhatian."
Gantian Sera yang mendengus. "Ya terserah, duit juga duit lo ini," katanya sebelum kembali fokus menonton oppa.
"Eh, jawab dulu mending beli yang mana?"
"Gak tau, Nana sayang. Gue gak paham per-kamera-an. Kalo lo tanya satu-satu biodatanya NCT tuh baru, gue khatam."
Aruna menyerah, lalu beralih pada Yora. "Liora, modusnya bisa diinterupsi bentar gak?"
"Gak bisa, Na. Lagi siaga nih gue. Deretan kaum hawa terdeteksi sedang mengincar my baby Finn."
"Halah, bebi bebi. Kayak bakal jadi aja," sewot Sera.
"Masih mending gue berharap sama yang di depan mata. Dari pada lo, halu-in cowok yang bahkan gak tau lo ada."
"Ya wajar lah gue ngehaluin hal yang gak realistis. Namanya juga halu. Kecuali gue lagi bikin rencana anggaran tahunan, baru tuh harus realistis."
* * *
Hari ke lima, kapal pesiar yang mereka naiki kembali berlabuh, tepatnya di Da Nang, Vietnam. Ini juga menjadi pemberhentian terakhir kapal sebelum lusa nanti mereka tiba di Hongkong.
Berhubung waktu di Ho Chi Minh City kemarin Yora termakan prank Sera-Aruna, gadis itu jadi tidak menikmati jalan-jalannya. Makanya sekarang Yora sangat bersemangat begitu mereka tiba di pelabuhan Da Nang.
Dibanding Ho Chi Minh, Da Nang terlihat lebih tradisional. Jalanannya juga tidak sepadat Ho Chi Minh City. Entah lah, mungkin karena mereka tidak terlalu ke pusat kota. Tidak seperti sebelumnya, di pemberhentian kedua ini mereka hanya bertiga. Katie dan teman-temannya memilih untuk diam di kapal.
Yora sudah menentukan destinasi mereka di Da Nang yaitu Marble Mountain. Katanya itu adalah salah satu dari destinasi wajib jika berkunjung ke Da Nang.
Sera sebenarnya sangsi saat mendengar kata 'mountain'. Apakah ia sudah bilang kalau ia adalah orang yang mageran? Sera bukan Ninja Hatori yang suka mendaki gunung dan melewati lembah.
Jenis wisata seperti ini bukan untuk Sera. Makanya saat turun dari taksi di Marble Mountain, Sera langsung mengarah ke arah lift kaca yang menjulang tinggi di samping tebing batu.
"Heh, mau kemana lo?" tanya Yora.
"Naik lift."
"Engga ada. Naik tangga!" perintah Yora.
Sera merengut tapi tetap mengikuti dua temannya. Sesuai dugaan, ini sangat melelahkan. Sera jadi pusing sendiri melihat gundukan tangga dari batu alam ini. Untungnya sepanjang jalan, ada banyak tanaman hijau. Setidaknya itu bisa sedikit menyegarkan suasana.
Selain itu, rupanya di sini banyak tempat pemberhentian di mana banyak digunakan turis untuk beristirahat. Di tempat-tempat ini biasanya juga terdapat kuil atau pagoda untuk bersembahyang.
Yang membuat Sera makin kewalahan adalah rute yang mereka lewati bukan hanya anak tangga biasa. Makin ke atas, jalurnya makin beragam. Ada yang tangganya sempit dan hanya bisa dilewati 1 orang. Ada juga saat di mana mereka memasuki gua alami dan melewati lorong sempit nan terjal.
"Ini sih bukan wisata, anjir. Penyiksaan namanya," keluh Sera.
"Payah, lo! Malu tuh sama oma-oma dari tadi pada santai aja," kata Yora sambil membantu Sera naik keluar gua.
Saat tiba di salah satu puncak, Sera memilih untuk duduk terlebih dahulu. "Na, pinjem buku sketch lo dong. Gerah banget nih."
"Enak aja, nih pake brosur. Masa gambar gue dijadiin kipas."
"Iya apa aja dah."
Aruna dan Yora lalu ikut duduk bersama Sera di atas gundukan batu sembari menikmati pemandangan 360 derajat yang tersaji. Mereka bisa melihat hamparan bangunan dari kejauhan sementara di sisi Timur terlihat lautan lepas.
"Pretty," ucap Aruna.
"Thank you," balas Sera sembari menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga.
"BUKAN LO!" seru Aruna dan Yora serempak.
Puas berfoto dan beristirahat, mereka lalu lanjut menuruni gunung tersebut dan memilih duduk sebentar di tempat jajanan. Ketiganya jelas kelelahan, terbukti dari peluh yang membasahi wajah.
"How could those grannies climb these mountains so casually? Like, I'm nearly dying," kata Sera yang tangannya masih aktif mengipas-ngipas.
"Makanya, anak muda, jangan rebahan mulu," timpal Yora.
"Mending gue, rebahan di kamar. Dari pada lo, ngelayap kaga jelas."
"Mendingan gue. Jaga ruko, dapet duit, punya pacar lagi."
"BODO," gantian Aruna yang dapat seruan jengah.
* * *
Sehabis duduk santai itu, the SeNaRa tidak lantas beranjak dari Marble Mountain. Mereka kembali menelusuri beberapa puncak juga gua-gua alami yang di dalamnya terdapat patung dan ornamen khas Buddhist.
Baru sekitar 2 jam kemudian, tiga sekawan itu bertolak untuk makan. Waktu baru menunjukkan pukul 3 sore tapi nampaknya mendaki gunung cukup menguras energi. Jadilah ketiganya mampir ke rumah makan.
Entah terlalu lelah atau terlalu menikmati, tiga gadis itu nampaknya jadi lupa waktu. Harusnya sebelum pukul 5 sore, para penumpang kapal sudah kembali ke kapal. Aruna jadi yang pertama sadar. "Eh, udah jam setengah 5 lewat!"
"Kenapa emangnya?"
Pertanyaan Sera membuat Aruna ingin melempar buah nanas yang tadi dijadikan mangkuk nasi goreng yang mereka pesan. "Lo sengaja mau terdampar di Da Nang apa gimana?!"
"Oh iya, kita kudu balik jam 5 jir!" seru Yora yang baru sadar.
Seketika ketiganya langsung berbenah. Yora buru-buru memesan taksi online yang baru dia dapat sekitar 5 menit kemudian.
Sayangnya si sopir sepertinya adalah tipe pengendara taat yang memacu mobilnya di bawah 100 km/jam. Rasanya baik Sera, Yora bahkan Aruna ingin menggantikan si pengemudi agar mereka bisa cepat tiba.
"Finn nge-DM gue. Nanyain kita di mana. Wah, udah pada siap berangkat nih kayaknya," kata Yora.
Mengetahui itu, Sera dan Aruna makin gemas dengan si sopir. "Sir, can you drive a little faster???" tanya Aruna.
Sera lalu mengetik kata-kata Aruna di google translate dan menyodorkan ponselnya yang sudah dalam mode suara ke sang sopir. Naas, bukanya makin cepat, si sopir malah berceramah dalam bahasa Vietnam, membuat tiga penumpangnya makin frustasi.
Untung jarak restoran dan pelabuhan tidak terlalu jauh jika menggunakan kendaraan. Kurang dari 15 menit kemudian mereka sudah memasuki area pelabuhan. Untungnya lagi, kapal besar bertuliskan 'Almighty' masih setia bertengger di sisi pelabuhan.
Yora segera melakukan transaksi sementara Sera membantu menyiapkan tiket dan paspornya yang akan diperiksa petugas. Setelahnya 3 serangkai itu langsung melompat keluar mobil dan berlari menuju loket pemeriksaan.
"Sir! Wait for us!" seru Sera. Pasalnya petugas berseragam kapal itu sudah bersiap menuju kapal pesiar. Melihat tiga orang berlari ke arahnya, petugas itu pun menggelengkan kepala.
"You almost made yourself swim across the ocean," goda si petugas seraya memeriksa tiket mereka.
"Fortunately just 'almost'," jawab Yora.
Halo! Terima kasih yang sudah membaca cerita The SeNaRa sampai sejauh ini ^^ Semoga gak bosen ya. Silahkan comment untuk meramaikan cerita. Aku juga terbuka untuk kritik dan saran.
See you in the next chapter!
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!