Saat ini Leonna terlihat gelisah, dia terus mondar mandir di depan ruang IGD dimana Verrel tengah di tangani. "Duduklah Leonna," ucap Vino dengan wajahnya yang sedikit lebam karena perkelahian tadi.
"Bagaimana bisa aku tenang Bang, kak Verrel di dalam sedang kritis." Pekiknya diiringi tangisnya membuat Vino mengernyitkan dahinya bingung melihat ekspresi Leonna. "ya tuhan, ku mohon selamatkan kak Verrel." gumamnya menautkan kedua tangannya gelisah.
Tak lama, datanglah Dhika, Thalita, Farel dan Daniel. Membuat Leonna menengok ke arah mereka dan Vino segera beranjak dari duduknya.
"Bagaimana Verrel?" Tanya Daniel,
"Kak, kak Verrel masih di tangani." isak Leonna,
"Oh sayangg, sabarlah." Thalita memeluk Leonna dengan sayang dan mengusap punggung Leonna untuk memberinya kekuatan.
"Kak Verrel akan baik-baik saja kan, Ma." isak Leonna.
"Pasti Sayang, Verrel pria yang tangguh. Dia pasti akan segera sadar." ucap Thalita mengusap kepala Leonna dengan sayang.
"Bagaimana ini bisa terjadi, Vino?" Tanya Farel.
"Kami tadi di begal beberapa preman, Pa." ucap Vino.
"Ini salah Leonna," ucap Leonna melepas pelukannya dan menatap ke arah tiga pria paruh baya di hadapannya. "k-kak Verrel ingin melindungi Leonna dari penjahat itu. Harusnya Leonna yang terkena tusukan itu, tetapi kak Verrel melindungi Leonna." isaknya semakin menjadi.
"Itu sudah kewajiban seorang suami, Sayang. Jangan salahkan diri kamu, kamu tak salah." ucap Daniel,
"Bagaimana bisa kalian berada diluar? Bukankah kamu sedang sakit Leonna?" pertanyaan Dhika membuat Leonna menatap Dhika dengan tatapan takut. Dhika memang sangat peka, feelingnya memang selalu kuat walau usianya tak semuda dulu. Bahkan kepekaan Dhika semakin bertambah saat ini hingga Leonna tak bisa berbohong padanya.
"A-aku," ucapan Leonna tertahan.
"Vino yang mengajak Leonna jalan-jalan, Ayah." ucap Vino ingin melindungi Leonna.
"Le-leonna pergi diam-diam bersama abang untuk merayakan jadian kami."
Deg ... Semuanya membelalak lebar mendengar penuturan Leonna, bahkan Vinopun ikut terpekik kaget. Bagaimana Leonna bisa se frontal itu jujur di hadapan orangtua. Sedangkan Leonna tak ada pilihan lain karena sang papa akan tetap tau kalau dirinya tengah berbohong.
"Apa maksud kamu dengan jadian, Leonna?" Tanya Lita yang juga kaget mendengar penuturan putri semata wayangnya.
"Se-sebenarnya, Leonna mencintai Abang dari sejak kecil. Leonna ingin bersama abang, tetapi ternyata abang menolak Leonna. Dan Leonna mencoba berpaling ke kak Verrel dan menerima lamarannya. Tetapi kemarin abang mengatakan kalau dia juga mencintai Leonna, dan Leonna terpaksa-"
Plak
Ucapan Leonna terhenti saat tangan Dhika melayang menampar putri kesayangannya. Untuk pertama kalinya Dhika marah besar pada anaknya sampai berani main tangan.
"DHIKA!" pekik Lita yang kaget Dhika menampar Leonna. Bahkan semua yang ada disana terpekik kaget. Leonna menunduk sambil memegang pipinya yang terasa ngilu dan menangis terisak kecil. Thalita mampu melihat kilatan amarah di mata Dhika, bahkan mata coklatnya menggelap. Thalita sadar, Sang singa kini kembali dalam mode on.
Thalita paham betul, suaminya yang sudah dia kenal sejak lama. Tengah marah besar, "DIMANA OTAK KAMU LEONNA!" bentak Dhika membuat semuanya terpekik kaget begitupun Leonna yang tak pernah menerima perlakuan kasar dari papa tersayangnya. Bahkan sekesal kesalnya Dhika, dia tak pernah semarah ini pada ketiga anaknya apalagi sampai main tangan.
"Dhika cukup, ini di tempat umum." Daniel yang juga sama kesalnya mencoba menahan sahabatnya itu. Daniel juga sangat hapal watak sang leadernya itu saat marah tak ada yang bisa menahannya.
Dhika mencengkram lengan Leonna membuatnya menatap mata Dhika yang menggelap. Dan kilatan amarah terpancar di sana membuat Leonna sangat ketakutan. Leonna bahkan tak mengenal siapa pria yang berada di hadapannya ini.
Papanya yang selalu bijaksana, baik dan lembut kini terlihat sangat mengerikan.
"Dhika cukup, lepaskan." Thalita mencoba melepaskan cengkraman Dhika di lengan Leonna.
"DIAM!" bentak Dhika membuat Thalita akhirnya terdiam.
"Bagaimana bisa kamu lakukan ini, Leonna??? Kamu sadar tidak, kamu sudah bukan wanita single lagi. Kamu memiliki seorang suami !!" pekik Dhika mengeluarkan kekesalannya dan Leonna hanya menangis sesegukan. "aku tak menyangka, anak yang selalu aku banggakan dan selalu ku manja seperti ini kelakuannya!" ucap Dhika sangat kesal dan menghempaskan Leonna hingga Leonna mundur dua langkah kebelakang karena dorongan dari Dhika.
Dhika terlihat berkacak pinggang dan menghembuskan nafasnya kasar. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa anak yang selalu dia manja dan dia beri kasih sayang tanpa batas melakukan ini padanya. Dhika sungguh sangat sangat kecewa pada Leonna. Terlebih, Dhika sangat membenci yang namanya pengkhianatan. Sudah sering dia rasakan sakitnya di khianati oleh wanita yang dia cintai, begitupun di khianati oleh sahabatnya sendiri.
"Dhik, tenangkan diri loe," ucap Farel.
"Bawa dia pulang." ucap Dhika kepada Thalita.
"Pa, Leonna-"
"Jangan memanggilku papa,"
Deg ... Leonna semakin mematung mendengar penuturan Dhika barusan. "Aku kecewa dan malu memiliki anak sepertimu." ucapnya dan berlalu pergi meninggalkan semuanya dengan amarah yang masih meluap hingga ubun-ubun.
"Hikz...hikz...hikzzz..."isak Leonna sejadi-jadinya.
Daniel mematung di tempatnya, hatinya ikut sakit mendengar anaknya dijadikan pelampiasan dan di khianati.
"kak Daniel," Daniel langsung memalingkan wajahnya dan berlalu pergi mendekati ruangan Verrel tanpa ingin mendengarkan penjelasan Lita.
Daniel tau, apa yang akan Lita katakan...
"Vino, ikut papa." Vinopun berlalu mengikuti Farel.
"Ayo pulang," ajak Thalita menuntun Leonna.
"Ta-tapi kak Verrel," ucap Leonna.
"Sudahlah, ada Papa dan Ayah disini. Kita pulang, kamu juga masih sakit kan." ucap Thalita dan Leonnapun menurut saja.
Bug
Bug
Farel meninju wajah tampan Vino di dalam ruang kerjanya setelah mereka sampai di rumah. Vino tak berontak bahkan melawan Farel. Ia hanya berdiri dan menunduk. Vino tau, papanya tengah marah besar, bagaimanapun yang Vino lakukan sudah sangat keterlaluan. Setelah sekian lama, ini pukulan Farel padanya kembali.
"Dimana otak kamu Vino?? Kamu sudah dewasa dan apa yang kamu lakukan ini???" bentaknya terlihat kesal. "apa kamu tak memikirkanku sebagai Papamu. Apa kamu lupa apa yang terjadi di masalalu, hah? Kamu kembali mencoreng wajahku di depan Dhika dan Thalita! kamu membuatku tak berani memperlihatkan wajahku di depan mereka lagi! kenapa kamu lakukan ini?"
"Maaf Papa, Vino tau Vino salah. Vino bingung, Leonna tersakiti karena Vino dan dia bahkan merelakan dirinya terperangkap dalam ikatan pernikahan bersama Verrel karena Vino tak membalas cintanya. Vino hanya ingin membuatnya bahagia, walau Vino tau ini salah." ucap Vino menundukkan kepalanya.
"Alasan apa ini? Apa kebahagiaan seseorang bisa kamu nilai dari luar saja? Siapa tau mereka sudah saling jatuh cinta dan kamu malah merusak hubungan rumah tangga mereka! Kamu tau kan apa yang pernah aku lakukan pada bunda dan ayahmu itu. Ayahmu pasti sangat marah besar," pekik Farel.
"Dan kamu lihat adikmu, kamu lihat kondisi Jen saat ini!" pekik Farel terlihat emosi. "kamu lihat, Jen sudah menunjukkan perubahannya, ini berkat bantuan ayah kamu. Kamu bisa menjadi seorang pilot juga karena dukungan ayah kamu. Dan ini balasan yang kamu berikan, hah?"
"Dan om Daniel, lihatlah tanpa mau di bayar. Dia memperjuangkan kemenangan kasus Jen untuk menghukum keparat itu seberat-beratnya. Mereka berjuang untuk keluarga kita dan ini balasannya dari kamu? Mau taruh di mana mukaku saat berhadapan dengan mereka, VINO? KATAKAN?" bentak Farel sudah sangat emosi.
"Rel, ada apa ini?" Claudya yang mendengar keributan dari luar langsung masuk ke dalam ruangan.
"Ini bukan urusanmu, Nanda." ucap Farel.
"Ya tuhan, wajahmu kenapa Vino?" Claudya terpekik kaget saat melihat wajah Vino yang penuh lebam karena ulah preman itu dan juga pukulan dari Farel.
"Nanda, pergilah dan temani Jen. Ini urusanku dengan Vino." bentak Farel membuat Claudya terpekik kaget.
Vino memberi isyarat kalau dia baik baik saja dan meminta Claudya untuk pergi. Claudyapun menurut dan pergi meninggalkan ruangan kerja Farel.
Farel dan Vino sama-sama terdiam sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Farel bahkan berkali-kali memijat pangkal hidungnya. Masalah Jen saja belum selesai dan sekarang putra sulungnya membuat ulah.
"Vino akan meminta maaf ke om Daniel dan Ayah. Vino akan mempertanggungjawabkan semuanya." ucap Vino dan beranjak pergi meninggalkan Farel sendirian.
"Sialan!" amuk Farel memukul meja kerjanya karena kesal.
Di dalam kamar Leonna, Leonna masih menangis sejadi-jadinya. Ia sudah menceritakan semuanya pada Thalita yang kini masih duduk di hadapannya. "Leonna tau kalau Leonna sangat salah,, hikzz." isaknya menyesali segalanya.
"Katakan pada Mama sekarang, siapa yang sebenarnya kamu cintai? Mungkin saja cintamu pada Vino hanya fatamorgana, mama pernah mengalaminya," ucap Thalita.
"Aku tidak tau, Ma." isak Leonna.
"Sekarang tarik nafas dan hembuskan tiga kali berturut-turut. Setelah tenang kamu tutup mata kamu dan tanya pada hati kamu siapa yang sebenarnya kamu cintai. Ayo sayang cobalah, kata hati tak pernah berbohong." Leonna menatap Thalita dengan sendu dan setelahnya, Iapun melakukan apa yang Thalita perintahkan. Setelah menarik nafas dan menghembuskan nafasnya, Leonna menutup matanya cukup lama dan Thalita dengan sabar menunggunya.
Tak lama Leonna membuka matanya dan langsung menangis sejadi-jadinya membuat Thalita kebingungan. "Ada apa sayang? Siapa yang kamu lihat? Siapa yang kamu cintai?" Tanya Lita.
"hikz...hikz...hikz..." isak Leonna sejadi-jadinya,
"Katakan sama Mama, siapa yang ada di hati kamu. Katakanlah, katakanlah Leonna." ucap Lita tetapi Leonna masih menangis terisak seakan mengeluarkan semua sesak di dadanya. "tatap mama dan katakan siapa yang ada di hati kamu?" Tanya Thalita membuat Leonna menatap mamanya.
"K-kak Verrel,,hikzzz." isak Leonna membuat Thalita tersenyum senang. "aku mencintai kak Verrel Ma, bukan abang. Aku mencintai kak Verrel,, suamiku sendiri, hikz...hikz..hikz..." isaknya dan Thalita langsung memeluk tubuh Leonna.
"Mama tau sayang, mama tau. Perasaan kamu sama Abangmu hanya perasaan kagum sesaat karena abangmu adalah pahlawanmu dari sejak kecil. Dan rasa kagum bukan berarti cinta." ucap Thalita mengusap punggung Leonna.
"Aku mencintai suamiku, Ma. Aku mencintainya, dan aku baru menyadarinya sekarang." isak Leonna sejadi-jadinya di pelukan Thalita.
"Kalau begitu, berjuanglah, berjuanglah untuk mendapat maaf dari suamimu. Gapailah cinta kamu, sayang."
"Tapi bagaimana? Kondisi kak Verrel saja masih belum membaik."
"Serahkan semuanya pada tuhan, Sayang. Kita hanya perlu berdoa dan berdoa." ucap Lita yang di angguki Leonna.
Seketika Leonna melepaskan pelukannya dan menatap Thalita dengan sendu. " lalu papa? Bahkan dia tak mau aku memanggilnya papa lagi." isak Leonna.
"Sssttt,, papamu hanya sedang kesal saja. Percayalah pada mama, watak papa memang begitu. Kamu harus sabar menunggunya membaik. Mama akan membantumu untuk berbicara dengan papa." ucap Thalita.
"Makasih Ma."
"Sudah menangisnya, sekarang istirahatlah. Kamu juga sedang tak sehat kan."
Dhika berjalan mendekati Daniel yang berdiri di luar ruang IGD. "Apa kata dokter?" Dhika baru kembali setelah menenangkan dirinya. Daniel menengok sekilas ke arah Dhika dan kembali menatap jendela kaca yang menghubungkan antara ruang tunggu dan IGD dimana Verrel masih terkujur kaku di atas brangkar dengan berbagai alat medis.
"Keadaannya masih kritis, dia kehilangan banyak darah." jelas Daniel dengan nada suara datarnya.
"Niel, gue gak tau harus mulai darimana tapi gue sungguh min-,"
"Besok pagi gue akan bawa Verrel ke Indonesia. Si Angga yang akan merawatnya." ucap Daniel dengan dinginnya dan langsung berlalu pergi.
"Niel, dengerin gue." Dhika mengikuti Daniel hingga taman rumah sakit. "Gue tau loe marah dan kesal. Kalau loe mau, loe boleh lampiasin ke gue. Kalau loe kecewa dan marah, pukul gue, ayo Niel. Lampiasin semuanya ke gue biar loe puas." ucap Dhika membuat Daniel menengok ke arahnya dengan mengepalkan kedua tangannya. Daniel yang memang kesal, melayangkan tinjunya. Tetapi bukan ke wajah Dhika melainkan ke dinding yang ada di dekat Dhika.
"Gue gak bisa memukul sahabat gue sendiri." ucap Daniel memalingkan wajahnya dan melepas kaca mata yang dia pakai.
"Gue tau loe kecewa, begitupun gue. Gue sangat kecewa pada Leonna, gue gak nyangka dia melakukan hal yang sangat memalukan seperti ini." ucap Dhika. " tapi kita bisa apa sebagai orangtua, Verrel dan Leonna yang menjalaninya. Sekesal apapun kita, kita sebagai orangtua hanya bisa memberikan mereka nasehat. Kita tak bisa mengambil tindakan dan keputusan, Verrel sudah dewasa. Gue yakin dia bisa menilai mana yang menurutnya baik." ucapan Dhika memang benar adanya. Daniel tak berhak ikut campur pada urusan rumah tangga putranya. Walau Daniel merasa sakit karena putranya disakiti.
"Jangan ulangi lagi kejadian di masalalu," ucapan Dhika membuat Daniel menengok kearah Dhika. Daniel teringat masalalu dimana dia ikut campur dalam hubungan Thalita dan Dhika. Niat Daniel hanya ingin melindungi sahabatnya agar tak tersakiti. Tetapi ternyata salah, Thalita dan Dhika malah semakin hancur karena ulahnya juga. "pikirkan nasib Verrel, selama tiga bulan ini dia bertahan pasti karena dia memiliki alasan. Percayalah pada putramu, kita sebagai orangtua tak berhak ikut turun tangan dalam masalah mereka." ucap Dhika membuat Daniel menghela nafasnya dan memijit pangkal hidungnya.
"Loe benar," ucap Daniel.
"Setidaknya kita kembali ke Indonesia setelah Verrel sadar. Gue gak ingin keadaannya semakin memburuk. Jarak Spanyol – Indonesia tak dekat." ucap Dhika dan akhhirnya Daniel mengangguk setuju.